
Bandung – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sekaligus Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Dadang Kahmad menegaskan pentingnya sikap moderat dalam beragama serta konsistensi Muhammadiyah dalam membawa misi Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Hal tersebut Dadang sampaikan dalam acara bedah buku ”JI The Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah” yang digelar di Auditorium KH Ahmad Dahlan, lantai tiga UM Bandung, Jalan Soekarno-Hatta Nomor 752, pada Sabtu (03/05/2025).
“Buku ini merupakan karya penting yang mengisahkan transformasi pemikiran kelompok masyarakat keagamaan. Dari sisi sosiologi, pandangan keagamaan seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman hidup, kondisi sosial, dan situasi intelektualnya,” ujar Dadang.
Dadang menjelaskan bahwa pengalaman masa kecil, pendidikan, dan kondisi keluarga menjadi faktor-faktor penentu kuat dalam membentuk karakter dan sikap keagamaan seseorang.
Menurutnya, seseorang yang tumbuh dalam lingkungan yang keras dan penuh tekanan, bisa jadi akan menunjukkan sikap agresif atau mudah dipengaruhi oleh paham-paham ekstrem.
”Penelitian menunjukkan bahwa rumah yang sesak, tekanan ekonomi, hingga keterbatasan akses pendidikan bisa melahirkan pribadi yang mudah frustrasi. Inilah yang menjadi lahan subur bagi ideologi radikal untuk tumbuh,” ungkapnya.
Lebih jauh, dirinya mengkategorikan sikap keberagamaan ke dalam tiga jenis. Pertama, radikal, yakni merasa paling benar sendiri dan membenci pihak lain yang berbeda pandangan. Kedua, liberal, yakni menganggap semua agama benar tanpa membedakan nilai-nilai pokok. Dan ketiga adalah moderat—sikap yang diyakini dan dianut oleh persyarikatan Muhammadiyah.
”Moderasi dalam beragama artinya merasa benar, tapi tetap menghargai dan mencintai sesama. Dunia ini milik bersama, bukan hanya milik satu golongan,” tegasnya. Dadang lalu menjelaskan bahwa nilai-nilai moderat ini sudah tertanam dalam dokumen ideologi Muhammadiyah sejak awal berdiri.
”Lihatlah bagaimana Muhammadiyah mengajarkan agar kita memperbanyak kawan, luas pandangan, dan lapang dada. Bahkan dalam ajarannya, warga Muhammadiyah dianjurkan untuk bersikap baik kepada tetangga non-muslim dan saling berbagi makanan,” jelasnya.
Tidak hanya teori, ia menekankan bahwa sikap moderat Muhammadiyah terbukti dalam praktik nyata. Melalui lembaga seperti MDMC, Muhammadiyah selalu hadir membantu siapa pun yang tertimpa bencana tanpa memandang latar belakang agama dan etnis.
”Kami dirikan sekolah di Papua, NTT, Sulawesi Utara, dan daerah-daerah non-muslim lainnya. Saat bencana terjadi, kita langsung turun memberi bantuan. Itulah bentuk Islam rahmatan lil ‘alamin,” imbuhnya.
Dadang kembali menggarisbawahi bahwa Muhammadiyah tidak ingin terjebak dalam kutub ekstrem kiri ataupun kanan. Ia berharap generasi muda, termasuk mahasiswa UM Bandung, dapat meneruskan tradisi moderasi ini sebagai karakter perjuangan yang diwariskan sejak zaman KH Ahmad Dahlan.
”Kita hidup dalam masyarakat majemuk. Maka dari itu, menjadi pribadi yang benar, tapi tetap mencintai orang lain, itulah Islam berkemajuan yang diajarkan Muhammadiyah,” pungkasnya.***(FK)