
Yogyakarta – Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Rofiq Muzakkir menegaskan bahwa aktivis Muhammadiyah harus memiliki jiwa reformis dan semangat pembaruan.
“At-tajdid secara jelas berarti pembaruan, dan identitas Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan juga tercantum dalam anggaran dasarnya. Jadi, seorang aktivis Muhammadiyah harus berjiwa reformis. Namun, mereka yang memiliki jiwa pembaruan tentu tidak banyak,” ujar Rofiq.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam Aisyiyah Update #6 bertajuk “Manhaj Tarjih dan Isu-Isu Perempuan” yang diselenggarakan secara daring oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan PP Aisyiyah pada Sabtu (08/03/2025).
Menurut Rofiq, Muhammadiyah menerapkan dua bentuk pembaruan, yaitu purifikasi dan dinamisasi. “Purifikasi berarti pemurnian, atau dalam Islam dikenal sebagai restorasi, yakni mengembalikan sesuatu ke kondisi aslinya. Dalam bidang akidah, purifikasi bertujuan membebaskan keyakinan dari unsur bid’ah, khurafat, dan tahayul,” jelasnya.
Pembaruan juga berlaku dalam ibadah, yakni mencari praktik yang paling sesuai dengan sunnah Nabi. Contohnya, perbedaan jumlah rakaat salat tarawih.
“Bagi Muhammadiyah, Nabi Muhammad tidak pernah melaksanakan salat tarawih lebih dari 11 rakaat. Namun, meskipun Muhammadiyah mengutamakan 11 rakaat, tetap ada pemahaman terhadap sudut pandang lain yang berkembang di masyarakat,” tambahnya.
Sementara itu, bentuk pembaruan kedua adalah dinamisasi, yaitu mengembangkan dan menyesuaikan hukum Islam dengan perubahan zaman dan tempat.
“Namun, tidak semua hukum bisa berubah. Hanya hukum yang terkait dinamika sosial yang dapat disesuaikan. Misalnya, jumlah rakaat salat subuh dan isya, serta ukuran zakat tetap sama sejak dulu. Dinamisasi berarti menerima perubahan hukum yang bergantung pada kondisi zaman dan tempat,” pungkasnya.***