Oleh: Ace Somantri
Bandung — Berjalan waktu menapaki masa yang kian hari tak terasa, cahaya terang sekitar alam semesta tetap menyala setiap saat putaran waktu yang sudah menentu titik masanya. Pengisi bumi banyak mahluk yang hidup dan berkembang sesuai caranya masing-masing secara biologis, baik berkembang biak melalui cara beranak, bertelur, berbiji dan bertunas.
Itu semua ada ketentuan hak alami diantara deretan mahluk hidup yang memiliki nilai-nilai saintific, faktanya biologis dapat ditelaah, dipelajari dan diuraikan berbagai pendekatan disipilin ilmu yang berkembang dari sejak manusia lahir hingga alam semesta tenggelam sesuai masa.
Begitupun manusia secara paralel, ada interval kehidupan generative sangat dinamis, silih berganti sesuai kehidupan masing-masing dalam rentang masa yang dialaminya dengan pasang surut dinamika yang terjadi.
Termasuk dalam lingkup terbatas sebuah entitas sosial yang berada pada satuan kelompok sosial dalam satu tujuan dan cita-cita yang sama, seperti halnya organisasi persyarikatan Muhammadiyah yang berdiri cukup lama.
Sikap alami manusia dalam beraktifitas senantiasa mendorong dirinya berbuat kebaikan sebagai sifat dasarnya, hal itu sesuai dengan awal penciptaan dirinya oleh Sang Pencipta Allah Ta’ala. Begitupun saat manusia berkelompok untuk membuat rencana kehidupan yang akan dilalui menuju sebuah cita-cita dan harapan yang merupakan sikap manusiawi dengan akal pikirannya.
Melalui sebuah kelompok dan entitas yang memiliki satu visi dan misi serta satu tujuan akan lebih mempermudah untuk menjalankan perencanaan yang dibuat. Ada pribahasa “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh” yang dimaksud filosofi kalimat tersebut menegaskan bahwa untuk menuju dan mencapai visi-misi, cita-cita dan tujuan hendak dicapai dengan secara berjamaah berpeluang lebih cepat tercapai apa yang direncanakan karena akan berbagi peran satu dengan lainnya dalam menjalankan langkah-langkah kegiatan yang telah ditetapkan.
Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat Islam, dengan kekuatan jamaahnya telah membuktikan secara nyata. Berbagi peran dalam menjalankan langkah-langkah tahapan untuk menuju tujuan tertentu yang direncanakan, baik dalam waktu jangka pendek atau waktu yang ditentukan.
Satu persatu program nyata dan bermanfaat untuk umat menjelma ditengah-tengah lingkungan kehidupan masyarakat. Perlu dicatat dan diperhatikan bahwa untuk menjaga sustainibilitas program nyata tersebut harus ada yang menjaga dan memelihara sebaik-baiknya. Hasil jerih payah dengan bercucuran keringat menjelmakan sebuah gerakan nyata dalam bidang pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan, bukan sekedar ada melainkan benar-benar bermanfaat untuk umat, bangsa dan negara.
Nilai material tak terhitung jumlahnya dalam hitungan jari, dengan ketulusan dan keikhlasan para pejuang persyarikatan menunjukan bahwa Muhammadiyah peduli dan peka terhadap kehidupan masyarakat. Tidak ada orientasi duniawiyah semata, melainkan menjalankan syari’at Islam sebagai tanggungjawab seorang khalifah fil ardl yang tidak dibatasi ruang dan waktu dalam bentangan alam semesta. Begitupun siapa saja yang menyadari bahwa persyarikatan akan tetap tegak dan kokoh berdiri manakala ada yang menjaga dan memelihara dari para penggeraknya.
Dimanapun berdiri Muhammadiyah, tanggungjawab sebagai warga persyarikatan menghidupkannya menjadi satu kesatuan tak terpisahkan dari tujuan saat awal berdiri untuk tetap menjaga dan memelihara dari segala eksistensinya. Sebuah tuntutan yang tidak boleh abai apalagi hanya sekedar ada, harus berusaha kuat penuh dedikasi tinggi dalam menjalankan amanah dari Ilahi Robbi.
Menggerakkan, bukan sekedar tercatat berpartisipasi dalam kepengurusan melainkan menghidupkan eksistensi institusi dalam gerak laju organisasi sesuai program kegiatan yang telah direncanakan. Ketercapaian tujuan dari setiap gerakan dari kegiatan tergantung pada jenis dan bentuk program yang dijalankan, hal tersebut menjadi alat ukur nilai kebermanfaatan apakah lebih banyak atau justru kecenderungan dekat dengan kemubajiran yang penuh sia-sia belaka tak begitu berguna.
Tuntutan memenuhi kebutuhan masyarakat kian hari semakin kritis sikapnya walaupun kadang tidak rasional dan objektif, sehingga konsekuensi dampak dari langkah-langkah yang ditempu mengalami turbulensi yang cukup serius.
Pengkaderan sebuah istilah dalam pembinaan pada organisasi masyarakat dari berbagai jenis dan bentuk entitasnya. Begitupun Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat Islam memiliki sistem pengkaderan yang sistematis dan terstruktur, termasuk organ-organ otonom yang terdapat dilingkungan persyarikatan secara resmi sesuai dengan rumah tangganya masing-masing.
Baitul Arqom dan Darul Arqom istilah yang dipakai dalam pengkaderan di persyarikatan Muhammadiyah secara keseluruhan. Namun, pola dan model yang dikembangkan disesuaikan dengan tingkatan dan kebutuhan pada ruang lingkupnya, baik itu pengkaderan dasar, madya maupun paripurna secara berjenjang. Hal tersebut berlaku juga pada organisasi otonom persyarikatan Muhammadiyah yang memiliki jenjang pengkaderan pada level-level tertentu.
Sementara pengkaderan pada lingkup amal usaha milik persyarikatan lebih pada pengenalan dan penguatan ideologi Muhammadiyah tanpa ada jenjang seperti dalam pengkaderan pada pimpinan secara sistematis dan terstruktur yang berjenjang. Sehingga dari kegiatan tersebut berharap pimpinan memiliki kompetensi leadership yang baik.
Pengkaderan di Muhammadiyah bukan sekedar kegiatan rutinitas semata, melainkan memiliki maksud dan tujuan yang lebih luas. Dampak dan efek dari proses pengkaderan akan mewujudkan jiwa-jiwa pejuang yang berkarakter, sehingga untuk mencapai tujuan dan cita-cita, visi dan misi organisasi dapat diwujudkan dalam waktu yang telah ditentukan.
Maka pengkaderan di Muhammadiyah bertujuan membangun jiwa Islami, membawa tugas mulia menegakkan ajaran Islam dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sebenar-benarnya. Selain dari tujuan tersebut, persyarikatan Muhammadiyah berharap dengan pengkaderan terstrukur dapat melahirkan para kader militan berideologi paripurna sehingga kedepan lahir pimpinan-pimpinan persyarikatan berjiwa pejuang (mujahid) kuat dan tangguh membawa misi keislaman dan kemuhammadiyahan, baik sebagai kader persyarikatan, kebangsaan maupun kader keumatan.
Beban cukup berat menjalankan pengkaderan dilingkungan persyarikatan, selain membutuhkan pemikiran yang genuine namun juga bagaimana mensiasati pembiayaannya. Bahkan tak kalah penting membuat sistem pengkaderan yang benar-benar dapat mewujudkan tujuan sesuai harapan dan tujuan. Jikalau hanya sekedar ada pengkaderan, indikator ketercapaian tidak terukur dengan baik maka hal tersebut bagian dari perbuatan mubajir dan sia-sia belaka, apalagi dengan menelan biaya yang tidak sedikit.
Dengan pengorbanan materi finansial dan waktu yang panjang, maka momentum kegiatan tersebut harus dijadikan sebuah investasi, bukan cost organisasi yang habis begitu saja. Penyelenggara pengkaderan membuat sistem, pola dan model pengkaderan senantiasa selalu up date dengan perkembangan dunia saat ini dan hari esok.
Sangat perlu dibaca karakteristik lingkungan sosial masyarakat, baik masyarakat lokal, regional, nasional dan dunia internasional. Instruktur atau trainier dan narasumber yang dikedepankan benar-benar memiliki kompetensi mumpuni yang menguasai berbagai materi dan juga memiliki keterampilan menguasi audiens.
Selama ini pengkaderan-pengkaderan yang dilakukan masih terindikasi cenderung sekedar menjalankan amanah organisasi, baik pimpinan persyarikatan maupun penggerak amal usaha Muhammadiyah. Indikator keberhasilan hasil dari pengakderan nampaknya hanya diukur saat usai kegiatan, sementara pada saat dan waktu tertentu untuk mengukur efek dan dampak terhadap eksistensi sebagai anggota pimpinan dan juga pengurus belum ada sistem pengukuran.
Terlebih bagi para pegawai-pegawai dilingkungan amal usaha Muhammadiyah yang terlihat indikasinya mereka mengikuti sekedar untuk memenuhi aturan kewajiban sebagai pegawai, baik itu guru, dosen, dokter, perawat atau tenaga kesehatan lainnya serta staf dan karyawan apapun jenis profesinya. Nyaris tidak lebih hanya mengikuti rangkaian kegiatan, sementara kepekaan dan kepedulian bermuhammadiyah masih dikategorikan tergolong masih dibawah standar.
Yang benar-benar ikut berpartisipasi menggerakkan pesyarikatan secara sungguh-sungguh dan militan masih terlalu jauh dari yang diharapkan. Pertanyaanya, apakah karena proses pengkaderan yang tidak efektif atau karena hal lain faktor X yang mempengaruhi sikap tak peduli dan tidak peka terhadap pergerakan Muhammadiyah dilingkungannya.
Apapun yang terjadi dalam dinamika pengkaderan di persyarikatan Muhammadiyah, efektif dan tidaknya, baik dan buruknya dan juga kelemahan serta kekurangan yang dirasakan oleh penggerak persyarikatan dapat dijadikan sebuah catatan penting untuk keberlanjutan eksistensi organisasi.
Auto critic sesuatu hal wajar untuk mengingatkan pada diri kita, hal tersebut menghindari sikap terlalu banyak menyalahkan orang lain. Dengan pengkaderan yang dilakukan sejak awal masa Kiyai Dahlan semata-mata untuk melahirkan generasi-generasi militan yang suatu saat menjadi tokoh penggerak lahirnya persyarikatan pada level tertentu dimana kader berdomisili dan juga menjaga serta memelihara gerak laju organisasi persyarikatan yang senatiasa dapat dirawat sepenuh hati.
Berbagai peristiwa dan dinamika persyarikatan yang muncul, baik hal yang buruk maupun yang baik diharapkan menjadi sebuah inspirasi dan motivasi meningkatkan militansi sebagai kader pejuang persyarikatan Muhammadiyah yang berkarakter. Amn.***
Bandung, Januari 2024