Kabar Persyarikatan

Mr. Kasman Singodimejo: Memimpin adalah Jalan Menderita

Prof. Dr. Mr. R.H. Kasman Singodimedjo, yang lebih dikenal dengan dengan panggilan Pak Kasman, lahir 25 Februari 1904 di Desa Clapar atau Kalirejo, Kecamatan Bagelen, Purworejo, Jawa Tengah. Ayahnya Singodimedjo seorang Lebai atau Modin yang tugas pokoknya menjadi muadzin, selain mengurusi bidang keagamaan, social, mengurus orang sakit atau meninggal. Sebelumnya, Pak Singodimedjo pernah menjadi juru tulis desa (carik) dan pernah menjadi pegawai polisi yang dipersenjatai (gewapende politie dienaar) di Tabanan, Bali kemudian di Gunung Sugih, Lampung Tengah.

Pak Kasman mula-mula bersekolah di Sekolah Desa di Kemanukan, Purworejo. Dengan izin orang tuanya, dia kemudian mengikuti seorang sahabat Ayahnya Mas Giman alias Tjokrorejo, sersan pada polisi yang dipersenjatai di Batavia (Jakarta). Mas Giman sudah menyekolahkan adik Pak Kasman bernama Kasmah di HIS met de Bijbel dan mengangkatnya sebagai anak. Mas Giman bersedia menerima Pak Kasman dan menyekolahkan Pak Kasman di sekolah adiknya.

Pak Kasman kemudian minta pindah ke Purworejo. Atas pertolongan Pak Jayeng, mantri guru HIS Purworejo, Pak Kasman diterima di HIS Kutoarjo. Belum merasa puas dengan tamat HIS, Pak Kasman melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebereid Lager Onderwijs) di Magelang. Ketika di Magelang itu, Pak Kasman mulai memasuki perkumpulan, yaitu “Darah Jawi”. Dari sinilah, Pak Kasman pertama kali belajar organisasi, memimpin dan berpidato. Tamat dari Mulo, Pak Kasman melanjutkan ke STOVIA, yaitu sekolah dokter untuk bumiputera di Betawi. Di STOVIA itu, Pak Kasman bertemu dengan Mohammad Roem yang masuk setahun kemudian.

Pada saat belajar di STOVIA ini, Pak Kasman sudah aktif di JIB (Jong Islamieten Bond) daerah Jakarta sebagai sekretaris. Dari sinilah bakat kepemimpinan Pak Kasman mulai kelihatan. Bahkan dia pernah menjadi Ketua Umum JIB di Sekolah Tinggi Kedokteran sebagai ganti dari STOVIA. Karena aktifitasnya di JIB ini, dia sempat tidak naik kelas. Dan beasiswanya dicabut serta dikeluarkan dari sekolah. Motif dari tindakan itu, bukan karena ia tidak naik kelas, melainkan karena peemrintah Hindia Belanda menganggap Pak Kasman seorang yang berbahaya, karena keaktifannya dalam organisasi yang bersifat perjuangan. Dikeluarkan dari sekolah itu, Pak Kasman masuk Sekolah Tinggi Hukum (Recht Hoge School atau RHS). Di RHS, dia berkumpul lagi dengan Mohammad Roem. Dan pada tanggal 26 Agustus 1939, Pak Kasman berhasil lulus dari RHS dan menggondol gelar Sarjana Hukum yaitu Meester in rechten (Mr), dengan ijazah yang memuaskan.

Sambil kuliah, pada tanggal 17 September 1928, Pak Kasman sudah berumah tangga dengan memperistri Supinah Isti Kasiyati, berasal dari Kutoarjo,yang ketika itu belajar di Frobel Kweekschool (Sekolah Guru Taman Kanak-kanak) Bandung. Yang juga saat itu aktif dalam JIB sebagai Sekretaris JIBDA (JIB Dames Afdeeling-Bagian Puteri).

Kasman Singodimedjo, telah aktif dalam organisasi Muhammadiyah sejak masa mudanya. Dan mengenal secara dekat tokoh-tokoh besar Muhammadiyah seperti KH Ahmad Dahlan dan Ki Bagus Hadikusumo. Suatu ketika, Pak Kasman dating ke Solo. Mengadakan pertemuan dengan pemuda dan pemuka Muhammadiyah di Balai Muhammadiyah, Keprabon. Kepada para pemuda dan pengurus Muhammadiyah di Solo disampaikan berbagai pesan. Antara lain, dikatakan umat Islam Indonesia masih belum homogeny. Maka kita masih perlu banyak mengadakan dakwah. Seorang da’i atau petugas dakwah harus tahu faktor intern dan ekstern umat Islam. Disamping itu, perlu kebijaksanaan menilai mereka yang menerima dakwah, agar mendapat sambutan baik. Menurut Pak Kasman, kita amsih belum selesai mengadakan Islamisasi umat Islam Indonesia.

Pada 1938, Pak Kasman ikut membentuk Partai Islam Indonesia di Surakarta bersama KH Mas Mansur, Farid Ma’ruf, Soekiman, dan Wiwoho Purbohadidjojo. Pada Muktamar 7 November 1945 Kasman terpilih menjadi Ketua Muda III Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Pengurus lain pada saat itu adalah KH Hasjim Asjari (Ketua Umum), Ki Bagus Hadikusumo (Ketua Muda I), KH Wahid Hasjim (Ketua Muda II), Mr Moh Roem, M Natsir dan Dr Abu Hanifah. Peran dan pemikiran Pak Kasman, berkembang dalam tempaan tokoh-tokoh besar pada saat ia bergabung dengan organisasi Jong Islamieten Bond (JIB). Dalam organisasi tersebut, ia berhubungan dengan tokoh-tokoh seperti KH Agus Salim, HOS Tjokroaminoto, KH Ahmad Dahlan, Syeikh Ahmad Surkati, Natsir, Mohammad Roem, Prawoto dan Jusuf Wibisono. Karena aktivitas politiknya, pada Mei 1940 Kasman ditangkap dan ditahan oleh pemerintahan penjajah Belanda.

Pada masa pendudukan Jepang, Pak Kasman menjadi Komandan PETA Jakarta. Dia merupakan salah satu tokoh yang berperan dalam mengamankan pelaksanaan upacara pembacaan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan rapat umum IKADA. Setelah proklamasi, Pak Kasman diangkat menjadi anggota PPKI sebagai anggota yang ditambhkan oleh Soekarno untuk mengubah sifat lembaga ini yang semula adalah bentukan Jepang. Anggota yang ditambahkan selain Mr Kasman Singodemedjo adalah Wiranatakoesoemah, Ki Hadjar Dewantara, Sajuti Melik, Mr Iwa Koesoema Soemantri, dan Mr Achmad Soebardjo. Dengan demikian anggota PPKI bertambah menjadi 27 orang dari jumlah semula 21 orang.

Pada saat menjelang pengesahan UUD 1945 terjadi permasalahan terkait dengan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang akan menjadi Pembukaan UUD 1945. Perwakilan kawasan Indonesia Timur menyatakan keberatan terhadap tujuh kata “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya”. Mengingat bahwa Piagam Jakarta tersebut merupakan hasil kesepakatan yang telah dicapai dalam persidangan BPUPK, tentu tidak dapat dengan mudah dilakukan perubahan. Oleh karena itu, dibutuhkan persetujuan, terutama dari tokoh Islam. Diantara tokoh Islam yang mempertahankan tujuh kata tersebut adalah Ki Bagus Hadikusumo. Beberapa sumber menyatakan yang berperan diminta tolong oleh Soekarno untuk melobi Ki Bagus Hadikusumo agar menyetujui penghapusan tujuh kata tersebut adalah, Mr Kasman Singodimedjo.

Pak Kasman, mempunya beberapa karya yang sudah pernah diterbitkan, diantaranya: O, Anakku (1959), Renungan dari Tahanan (1967), Rente bukan Riba (1972) dan beberapa tulisan lainnya. Pak Kasman, yang nama lengkapnya Prof Dr Mr RH Kasman Singdimedjo, wafat pada 25 Oktober 1982 setelah menderita sakit beberapa lama, di RS Islam Jakarta.* (Imron Nasri)

Referensi:
Suara Muhammadiyah no. 22 dan 23, dan 24Tahun 1982.
Majelis Pustaka dan Informasi, PP Muhammadiyah, 2013, Yogyakarta, Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri.

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button