Bandung – Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) UM Bandung Dr Iim Ibrohim MAg mengatakan bahwa pendidikan islami tidak bisa dilakukan dengan instan karena harus dilakukan jauh sebelum memiliki keturunan. Prosesnya panjang.
Iim Ibrohim kemudian mencontohkan kisah keteguhan dan pantang menyerah dari Nabi Ibrahim AS yang tiada henti berdoa kepada Allah SWT meminta keturunan yang saleh (QS As-Shaffat [37]: 100) sebagai pelanjut risalah agama tauhid.
“Barulah di usia senjanya Nabi Ibrahim AS dikaruniai anak yang saleh. Jadi, proses menerapkan pendidikan islami itu tidak mudah karena membutuhkan proses yang sangat panjang, yakni dari sebelum, saat, dan setelah punya anak,” tutur Iim Ibrohim saat menjadi pembicara dalam Mimbar Iqra edisi keempat yang berlangsung di Ruang Pertemuan lantai 5 UM Bandung pada Selasa (26/09/2023).
Selain yang dicontohkan Nabi Ibrahim AS, Iim Ibrohim juga memberikan ilustrasi bagaimana pejuangan Nabi Zakaria AS (QS Maryam [19]: 5-6), ibadurrahman (QS Al-Furqan [25]: 74), Nabi Muhammad SAW (HR Al-Bukhari), dan Luqmanul Hakim (QS Luqman [31]: 1-11).
Konsep dan langkah pertama yang ideal dalam proses pendidikan islami, kata Iim Ibrohim, yakni dengan memohon dan berdoa kepada Allah SWT agar diberi keturunan yang saleh.
Selain itu, ucap Iim Ibrohim, mendidik anak juga, baik di rumah terutama di sekolah—khusus untuk guru dan dosen—tidak bisa dilakukan melalui metode dan cara-cara lama yang sudah tidak adaptif dengan perkembangan zaman.
Iim Ibrohim lantas mengutip perkataan sahabat Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib, yang mengatakan bahwa didiklah anak-anak itu sesuai dengan zamannya. Hal ini wajar adanya, kata Iim Ibrohim, karena setiap kondisi zaman berbeda dengan zaman yang akan datang.
”Oleh karena itu, gaya mendidik zaman kita dahulu tidak bisa lagi diterapkan kepada anak-anak generasi Z saat ini. Itu sudah ketinggalan zaman. Kita harus mendidik mereka dengan kondisi mereka hari ini. Kita juga harus memaksimalkan berbagai pendekatan kepada mereka,” tegas Iim Ibrohim.
Inovasi pendidikan
Lebih jauh lagi, Iim Ibrohim menyoroti tentang pentingnya inovasi dalam pendidikan karena salah satunya berkaitan erat dengan metode mendidik secara kekinian kepada murid. Salah-salah dalam mendidik, kata Iim Ibrohim, bisa jadi malah gagal total.
Guru atau dosen, kata Iim Ibrohim, harus takut kalau anak-anak didiknya tidak bisa mengaji atau tidak berakhlak baik. Guru juga didorong untuk terus berkreasi dan berinovasi.
”Inovasi dalam pendidikan itu harga mati. Guru harus terus berinovasi tiada henti. Kalau guru tidak mau berinovasi, lebih baik jangan menjadi guru. Tentu berinovasi sesuai dengan perkembangan zaman,” tandas alumnus UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini.
Iim Ibrohim menekankan bahwa inovasi dalam pendidikan sangat penting untuk mengimbangi perkembangan zaman yang berubah cepat. Tujuan khusus inovasi pendidikan adalah menghasilkan pendidikan yang berkemajuan dan mampu bersaing secara global.
Inovasi pendidikan itu idealnya pakai pola bottom up models yakni bermula dari bawah agar terjadi semangat dalam praktiknya. ”Intinya harus ada kolaborasi antara orang tua, masyarakat, dan sekolah dalam menciptakan pendidikan islami yang ideal. Tidak bisa diserahkan kepada satu pihak saja,” pungkas Iim Ibrohim.
Mimbar Iqra edisi keempat ini dihadiri puluhan peserta, baik mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan. Sambil ditemani camilan tradisional, diskusi Mimbar Iqra berjalan khidmat dan santai.
Tema yang disampaikan adalah “Mengawal Pendidikan Islami Sejak Dini Dengan Penguatan Inovasi (Pesan Normati dan Historis).”***(FA)