
Oleh: Ace Somantri*
RAMAI-ramai banyak pihak memberikan komentar hal ihwal kebijakan pemerintah daerah Jawa Barat yang diinisiasi Kang Dedi Mulyadi (KDM) membawa anak-anak usia sekolah menengah yang bermasalah.
Bahkan, ada komunitas masyarakat meminta presiden menginstruksikan kepada pemerintah daerah melalui pemerintah pusat untuk menarik kebijakan tersebut. Yakni untuk tidak membawa anak usia sekolah bermasalah masuk barak militer untuk diberikan pendidikan karakter ala militer, hal itu dianggap melanggar hak-hak anak.
Melihat berbagai komentar dari berbagai pihak, kebijakan yang dijalankan mulai awal bulan Mei ini telah menyita perhatian publik. Pro dan kontra muncul. Komentar dalam media mainstream maupun media sosial menjadi topik yang hangat dibicarakan.
Setuju atau tidak dan suka atau tidak terkait kebijakan tersebut, semua akan ada resikonya kepada semua pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung. Kecuali Kang Dedi Mulyadi sebagai simbol penggagas program sekaligus sebagai pembuat kebijakannya
Ada hal menarik dicermati, sejauh ini persoalan anak usia sekolah menengah pertama dan atas sebagian di antara mereka menjadi anak-anak bermasalah di lingkungannya, baik di keluarganya saat di rumah, di sekolah dan di lingkungan masyarakat.
Mereka berbuat ulah dan membuat onar hingga sulit dikendalikan. Di antara masalah yang muncul di permukaan seperti anak usia sekolah pertama ataupun menengah atas bergerombol sambil merokok di kios-kios dan warung dalam posisi masih berseragam sekolah. Padahal, orang tuanya sangat tidak berkenan jika melihat pemandangan hal tersebut.
Kebiasaan tersebut seolah-olah tidak ada masalah. Orang-orang yang melihat pun membiarkan hal itu terjadi karena dianggap lumrah dan biasa. Apalagi penjual rokoknya malah senang dan bahagia karena dagangannya laku dibeli.
Dari kebiasaan berkumpul sambil merokok, sangat mungkin sambil mengkonsumsi barang terlarang. Dalam momentum itu, kadang-kadang sering muncul obrolan-obrolan tidak baik. Misalnya, rencana bolos sekolah dan hal lainnya yang mengarah pada perbuatan negatif.
Termasuk kadang-kadang merencanakan tawuran antar-pelajar pun muncul dalam obrolan ringan saat kumpul. Termasuk mereka biasanya membawa kendaraan bermotor. Padahal, mereka belum diperbolehkan mengendarai motor dalam peraturan lalu lintas.
Anehnya, hampir dipastikan pada umumnya kegiatan tersebut cenderung diabaikan oleh masyarakat. Termasuk oleh orang tua dan penyelenggara pendidikan tidak menyadari banyak langkah yang tidak tepat dengan alasan ini dan itu. Mereka susah dan bingung mencari solusinya sehingga membiarkan hal itu menjadi budaya.
Saat mereka saling risak dan ejek hingga berkelahi satu dengan yang lainnya dan akhirnya berujung tawuran antar-kelompok pelajar, tentu yang repot semua pihak, baik sekolah, orang tua, maupun masyarakat.
Mereka harus berurusan dengan kepolisian untuk memberikan keterangan hingga kesaksian dan yang paling mendapatkan tekanan berat adalah orang tua. Mereka menanggung beban psikologis yang sangat luar biasa hingga membuat malu keluarga yang sulit diterima.
Masalah demikian nyaris tak berhenti. Malah diindikasikan ada jenis dan bentuk kenakalannya yang justru bertambah. Mereka memiliki alat komunikasi android atau smartphone sebagai alat melakukan perbuatan yang dianggap tidak banyak diketahui orang lain.
Parahnya, dengan maraknya tindakan “cyber crime”, generasi remaja Indonesia saat ini sangat mungkin usia anak sekolah menengah, sudah mulai mengenal pinjaman online dan judi online yang sangat meresahkan karena punya efek domino.
Sungguh berat menghadapi era global yang serba digital saat ini karena memancing dan menstimulasi berbuat buruk sangat cepat mempengaruhi alam pikiran para generasi muda. Ditambah pula orang tua seakan-akan sulit mengendalikan anak-anaknya. Sekalipun sehari-hari di rumah nyatanya tidak mudah mengawasi dan mengendalikannya, apalagi orang tuanya pekerja jarang dirumah.
Tidak terbayangkan, bagaimana mengontrol dan mengawasinya. Mereka sibuk dengan pekerjaannya. Saat ditanyakan alasan kerja karena penghasilan suaminya tidak memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya atau ada alasan-alasan logis lainnya.
Berbagai cara dan solusi tepat untuk membina dan membimbing anak-anak yang usia remaja menjelang dewasa, ternyata tidak mudah. Apalagi saat lewat atau lepas pengawasan, hampir dipastikan usia remaja langsung masuk zona lingkungan bermasalah.
Semakin repot dan merepotkan semua pihak, saat ada peristiwa memilukan, karena akhirnya semua pihak menanggung beban dan resiko. Bahkan tidak sedikit ada orang tuanya mengalami stres dan depresi berat hingga jantungan karena tidak kuat menanggung beban dari perbuatan anaknya.
Selama ini, solusinya jarang ada yang tepat, selain para pihak dipanggil kepolisian dan paling beratnya dimasukkan dalam sel penjara. Namun, faktanya hal itu tidak membuat jera atau kapok anak-anak tersebut untuk tidak melakukan lagi hal yang sama.
Malahan di antaranya ada yang merasa bangga menjadi alumni sel penjara. Mereka seolah-olah menjadi seorang “jagoan”. Padahal, sebenarnya hal itu menjadi bagian catatan hidup tercela di tengah-tengah masyarakat.
Ada solusi lain di antaranya masuk panti rehabilitasi tertentu. Namun, kenakalannya sangat variatif. Banyak jenisnya. Penampungan yang ada hanya terbatas dan cara-caranya juga kurang begitu efektif.
Sementara itu, penanganan anak remaja bermasalah dalam jumlah banyak, pemerintah cenderung kurang peka, peduli, dan sigap. Mereka seolah-olah memandang hal itu sesuatu yang biasa.
Justru dari tindakan-tindakan yang berat, bermula dari hal-hal yang dianggap biasa dan lumrah. Kemudian menjadi tindakan-tindakan pelanggaran berat dan masuk delik aduan yang bersifat kriminal yang tentu saja akibatnya sangat kurang bagus.
Setuju dan perlu diapresiasi gagasan anak-anak usia remaja masuk barak militer, hal itu bukan sanksi, melainkan sebuah treatment yang perlu dicoba. Namun, tetap berdasarkan kajian matang serta ada goals dan pola yang sistematik dan terstruktur. Pola lama dan biasa yang dilakukan selama ini tampaknya belum berpengaruh signifikan terhadap tingkat perubahan perilaku anak-anak bermasalah.
Kecenderungan menyelesaikan masalah kenakalan remaja pada umumnya sangat konvensional sehingga perubahannya tidak berpengaruh besar hanya sekedarnya. Bahkan, pemerintah selama ini menyikapinya hanya kepada pihak yang proaktif berkomunikasi dan berkoordinasi. Selebihnya dianggap biasa-biasa saja.
Hal itu terlihat dari munculnya penyakit masyarakat di tingkat pelajar yang cenderung terabaikan. Hal itu terbukti masih banyaknya gelandangan anak-anak di bawah umur berkeliaran di area publik yang nyatanya sangat mengganggu pemandangan masyarakat.
Solusi yang ditawarkan Gubernur Jawa Barat KDM patut diapresiasi dan bila perlu diuji efektivitasnya. Yakni sejauh mana treatment tersebut, apakah selama di barak militer hingga selesai pendidikannya ada perubahan, baik hasil kuantitas maupun kualitasnya?
Hipotesis kasar yang ditangkap, tampaknya akan ada perubahan signifikan dengan treatment tersebut terhadap sikap dan perilaku anak-anak pasca dibina oleh militer dalam suasana barak militer.
Termasuk ada pengawasan secara langsung saat proses pembinaan oleh para pihak. Hal itu untuk melihat secara objektif prosesnya dari awal masuk hingga selesai pembinaannya.
Kita yakin bahwa kebijakan demikian adalah salah satu solusi. Bukan satu-satunya cara dan solusi. Siapa pun berhak memiliki terobosan terhadap penanganan anak-anak usia sekolah tingkat remaja dan menjelang dewasa yang bermasalah.
Jika ada yang memiliki cara dan saran yang efektif tinggal dikomunikasikan secara terbuka, apalagi memiliki data keterujian dan keefektifannya itu lebih bagus. Berharap langkah-langkah yang diambil KDM dalam hal pembinaan siswa remaja bermasalah dibawa ke barak militer mengalami perubahan besar sehingga wajib semua pihak mendukungnya.
Jika treatment tersebut di atas tidak efektif dan kurang berpengaruh terhadap perilaku remaja bermasalah, tidak perlu dilanjutkan. Undang segera para pihak. Duduk bersama untuk mencari solusi terbaik yang mampu memberikan penyelesaian yang efektif dan efisien.
Dari pengalaman yang ada, pola komunikasi dan penyelesaian masalah masyarakat di lapangan oleh Gubernur Jawa Barat saat ini terindikasi ada perubahan signifikan. Insyaallah jika dengan hati dan perasaan yang rasional dan logis jalan perbaikan akan terwujud.
*Wakil Ketua PWM Jawa Barat