Kabar Muhammadiyah Jawa Barat

Pesan Haedar Nashir di Sumedang

Sumedang, Kabar Muhammadiyah Jabar—

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir, M.Si memberikan ceramah pada kegiatan Tabligh Akbar Muhammadiyah Sumedang.

Tabligh Akbar dilakukan pada Sabtu (09/09/2023) di Gedung Nagara Kabupaten Sumedang. Di sana Haedar Nashir memberikan ceramah bertemakan “Risalah Islam Berkemajuan.”

Untuk menjadi umat berkemajuan, Haedar Nashir menegaskan bahwa umat Islam harus bisa menjadi “Khair al-Ummah.”

“Khair al-Ummah merupakan istilah dalam QS. Ali Imran ayat 104 yang maknanya mendalam,” tutur Haedar Nashir

Mengutip Ibnu Katsir, Haedar mengungkapkan Khair al-Ummah menggambarkan umat yang merupakan pengikut Nabi Muhammad, dan oleh karena itu, umat terbaik.

Akan tetapi predikat umat terbaik bukanlah dilihat dari kuantitas pengikutnya saja. Lebih dari itu kualitas umat menjadi syarat menjadi syarat mewujudkan umat terbaik

Dalam sebuah hadits, umat terbaik dijelaskan sebagai segolongan manusia yang mampu mendatangkan manfaat untuk orang banyak (khair al-nas anfa’uhum li al-nas).

Dengan kata lain, aspek kebermanfaatan menjadi perhatian paling utama yang diajarkan oleh Agama Islam.

“Dalam hadis disebutkan bahwa makna umat terbaik adalah segolongan manusia yang mampu mendatangkan manfaat untuk orang banyak. Karena itu, umat terbaik yang dimaksud dari ayat ini bukan soal jumlah pengikut, melainkan kualitas peran,” terang Haedar.

Terkait dengan konsep ini, Haedar mengatakan bahwa Ibnu Katsir juga menghubungkannya dengan ayat lain dalam Al-Quran, yakni QS. Al Baqarah ayat 143 yang berbicara tentang “Ummatan Wasathan.”

Ummatan Wasathan berarti mereka yang ditengah, tidak berlebihan sampai condong ke arah ekstremisme kanan maupun kiri. Mereka seimbang dalam menjalani ajaran Islam.

Hal ini selaras tentang hadits yang diriwayatkan Aisyah tentang respon Rasul mendengar tiga orang yang menempuh cara ekstrem demi menjadi yang terbaik.

Yang pertama mengatakan dirinya akan berpuasa sepanjang waktu, yang kedua selalu salat malam tanpa tidur, dan yang ketiga akan tidak menikah agar bisa fokus ibadah.

Alih-alih senang, Nabi Muhammad justru memberikan pengajaran bahwa cara yang mereka lakukan salah.  

Rasul menjelaskan dirinyalah yang terbaik di antara mereka, tetapi Beliau berpuasa dan berbuka, salat malam dan tidur, serta menikah dan memiliki anak.

Dengan kata lain Nabi Muhammad adalah contoh dari Islam yang moderat dan seimbang.

Konsep Khair al-Ummah dan Ummatan Wasathan mengingatkan kita akan pentingnya menjalani ajaran Islam dengan seimbang, tidak berlebihan (tatharuf, ghuluw), dan tidak mengurangkan (ithraf).

Ini adalah prinsip yang mesti dipegang dalam menjalani kehidupan beragama dan sosial di dunia dewasa ini bahkan di masa depan.

Pendeknya, sebagai umat Muslim, kita diperintahkan untuk menjadi umat terbaik dengan memberikan manfaat bagi masyarakat dan menjalani Islam dengan keseimbangan.

“Jadi kita harus seimbang, misalnya, baik dalam membangun sarana prasarana maupun membangun jiwa bangsa. Jangan sampai infrastruktur dibangun tapi pembangunan jiwa dan lingkungan tidak digarap, ini namanya tidak seimbang,” kata Haedar.

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button