Oleh: Dadang Syaripudin*)
Semula zakat fithrah itu memang disyari`atkan agar setiap muslim secara bersama- dapat merayakan Ied al-Fithri (hari raya رَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara sia-sia dan perkataan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ibnu `Abbas)
Pada saat iedul Fithri, tidak boleh ada seorang pun yang tidak memiliki bahan makanan di rumahnya sehingga harus meminta-minta sekedar untuk makan. Rasulullah SAW bersabda:
أَغْنُوهُمْ عَنْ طَوَافِ هَذَا الْيَوْمِ
Cukupilah kebutuhan mereka (orang miskin) sehingga mereka tidak perlu lagi berkeliling (kampung) untuk meminta makanan pada hari ini (HR, al-Bayhaqi dari Ibnu Umar).
Untuk itu, ditetapkanlah zakat fithrah itu sebanyak satu sha kurma atau gandum; satu takaran yang dapat mencukupi kebutuhan makanan seseorang sehari-semalam berhari raya.
فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ اَلْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى اَلْعَبْدِ وَالْحُرِّ, وَالذَّكَرِ, وَالْأُنْثَى, وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ, مِنَ اَلْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ اَلنَّاسِ إِلَى اَلصَّلَاةِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi hamba dan yang merdeka, bagi laki-laki dan perempuan, bagi anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar zakat tersebut ditunaikan sebelum manusia berangkat menuju shalat ‘ied.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Setelah zakat fitrahkan disyariatkan, masih di tahun yang sama kemudian disyari`atkanlah zakat mal dengan ketentuan pendistribusiannya ke delapan kelompok masyarakat, sebagai ditetapkan dalam QS. Al-Tawbah ayat 60
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya seluruh shadaqah itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Maka dengan turunnya ayat tersebut, zakat fithrah pun karena termasuk dalam kategori shadaqah sebagai disebutkan dalam ayat tersebut di atas, dapat didistribusikan kepada 8 kelompok tersebut di atas. Namun karena tujuan utamanya untuk kepentingan orang miskin berhari raya, maka orang miskin menjadi prioritas utama untuk mendapatkan pendistribusian dari zakat Fithrah tersebut.
Dengan kata lain, setelah seluruh orang miskin tercukupi kebutuhan makanannya untuk berhari raya (siang-malamnya), sebanyak 1 sha perorang, barulah zakat fithrah tersebut dapat didistribusikan ke asnaf yang lain. Sebagai konsekwensinya, zakat fithrah tidak harus didistribusikan habis ke fakir-miskin saat itu juga, sebelum shalat iedul fithri. Akan tetapi dapat didistribusikan setelah iedul fithri sebagai cadangan baytul mal (Lazis atau Baznas) baik untuk kebutuhan konsumsi fakir miskin di waktu lain atau bisa juga cadangan untuk bantuan konsumsi korban bencana alam maupun untuk kebutuhan dan kepentingan asnaf zakat yang lain.
Sementara itu haditsdari Ibnu Umar di atas yang menyatakan : “أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ اَلنَّاسِ إِلَى اَلصَّلَاةِ “ ditunaikan sebelum manusia berangkat menuju shalat ‘ied, merupakan bantas akhir pembayaran (retribusi) zakat fithrah, bukan batas akhir pendistribusian ke ashnaf zakat yang delapan di luar faqir-miskin.
Lain halnya, manakala zakat mal dengan mustahik 8 ashnaf sebagai yang ditetapkan QS. Al-Tawbah: 60 disyari`atkan terlebih dahulu, baru kemudian zakat fithrah dengan mustahik tunggal sebagai yang ditetapkan hadits dari Ibnu `Abbas di atas, “وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ “, maka berlaku takhsish sehingga mustahik zakat fithrah itu hanyalah orang miskin saja.
Wallohu a`lam.
*) Anggota Dewan Syari`ah LazisMu Pusat
Wakil Ketua PWM Jawa Barat
Ketua Badan Pembina MBS Baitur Rohmah Muhammadiyah Cabang Banyuresmi – Garut.
Semoga semakin berkemajuan.