Bandung – Dosen prodi Psikologi Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Dr Irianti Usman MA mengupas konsep andragogi dan pedagogi dalam Training of Trainer Aisyiyah Jawa Barat yang berlangsung di Pesantren Mahasiswa Unisa Bandung, Jalan Terusan Rancagoong II, Nomor 1, Gumuruh, Kota Bandung, pada Minggu (15/09/2024).
Tema utama yang diangkat adalah seputar perbedaan antara andragogi, yang difokuskan pada pembelajaran orang dewasa, dan pedagogi, yang lebih berkaitan dengan pendidikan anak-anak dan remaja.
Irianti menjelaskan bahwa inti dari andragogi adalah pendekatan pembelajaran yang dirancang khusus untuk orang dewasa. Menurutnya, proses belajar orang dewasa berbeda secara signifikan dibandingkan dengan anak-anak karena faktor kedewasaan, tanggung jawab, dan pengalaman hidup yang sudah dimiliki oleh peserta didik dewasa.
“Pembelajaran untuk orang dewasa menuntut pendekatan yang lebih partisipatif dan kolaboratif. Mereka bukan lagi sekadar penerima informasi, melainkan berperan aktif dalam proses belajar,” ujar Irianti. Ia menekankan bahwa orang dewasa belajar berdasarkan motivasi yang lebih personal. Misalnya, seperti kebutuhan untuk berkembang dalam karier atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih jauh, dosen yang juga pakar psikolog ini menguraikan perbedaan utama antara andragogi dan pedagogi. Pedagogi, kata Irianti, berfokus pada instruksi dari pengajar yang mengarahkan seluruh proses pembelajaran. Adapun andragogi lebih memberdayakan peserta didik untuk mengambil peran utama dalam mengarahkan pembelajaran mereka sendiri.
“Perbedaan ini mencerminkan peran pengajar. Dalam pedagogi, guru cenderung menjadi pusat dari segala proses, sedangkan dalam andragogi, pengajar berfungsi lebih sebagai fasilitator yang membantu peserta didik mencapai tujuan belajarnya sendiri,” ungkap Irianti.
Konteks pembelajaran
Irianti juga menyoroti pentingnya memahami perbedaan konteks pembelajaran antara anak-anak dan orang dewasa. Ia menekankan bahwa orang dewasa cenderung mencari relevansi langsung dari materi yang dipelajari, sedangkan anak-anak lebih sering menerima apa yang diajarkan sebagai bekal masa depan.
Selain itu, Irianti menjelaskan bahwa andragogi menuntut pendekatan yang fleksibel, baik dari sisi metode maupun waktu. Orang dewasa sering kali memiliki tanggung jawab pekerjaan dan keluarga yang membuat mereka memerlukan metode pembelajaran yang lebih dinamis dan sesuai dengan jadwal mereka.
Dalam kesempatan tersebut, Irianti juga menyinggung bahwa pentingnya konsep self-directed learning dalam andragogi. “Orang dewasa biasanya lebih mandiri dalam belajar. Oleh karena itu, mereka sering kali lebih efektif ketika diberi kesempatan untuk mengatur sendiri kecepatan dan cara belajarnya,” tambahnya.
Melalui pembahasan ini, Irianti berharap bahwa para pengajar, khususnya di lingkungan Muhammadiyah, dapat lebih memahami karakteristik unik dari peserta didik dewasa dan menyesuaikan pendekatan pembelajaran yang lebih relevan dan efektif. Dengan memahami konsep andragogi, diharapkan pendidik dan peserta didik dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif bagi pembelajaran sepanjang hayat.
Tolok ukur kedewasaan
”Teori belajar andragogi sebagai orientasi baru pendidikan dapat diterapkan apabila diyakini bahwa peserta didik adalah pribadi-pribadi yang matang, dapat mengarahkan sendiri, dan dapat mengambil keputusan yang menyangkut dirinya sendiri,” tandasnya.
”Tolok ukur kedewasaan bukanlah umur, melainkan sikap dan perilaku. Sebab, tidak jarang orang yang sudah berumur, tetapi belum dewasa. Setiap orang akan menjadi orang tua karena hukum alam dan keharusan. Namun, menjadi dewasa adalah sebuah pilihan yang tidak setiap individu memilihnya seiring dengan semakin lanjut usia,” pungkasnya.***(FA)