Kolom

Pengaruh Pemikiran Pembaharu Islam yang Menjadi Pelopor Lahirnya Muhammadiyah

Oleh: Naufal Anggoro

Muhammadiyah adalah organisasi Islam tertua yang telah berdiri lama, selain Nahdlatul Ulama dan Persatuan Islam.

Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Darwisy atau yang lebih dikenal sebagai KH. Ahmad Dahlan bersama dengan murid-muridnya di “Langgar Kidul”, Kauman, Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah atau 18 November 1912.

Kiprah dakwah Muhammadiyah pada awalnya berfokus pada pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan.

Dari situlah, lahirlah sekolah-sekolah formal yang mengajarkan tentang Islam. Kemudian, Muhammadiyah mendirikan sekolah pesantren, atau lebih tepatnya pondok pesantren, yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam bidang lain, seperti bidang kesehatan, Muhammadiyah mulai mendirikan klinik dan rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia.

 Kemudian, terdapat Lazismu, badan amal zakat yang didirikan oleh Muhammadiyah untuk mengelola infak, sedekah, dan zakat.

Latar Belakang berdirinya Muhammadiyah        

Pada usia remaja sekitar 15 tahun, Darwisy yang kelak dikenal sebagai KH. Ahmad Dahlan, memberanikan diri pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu kepada para ulama ternama di Mekkah.

Selama lima tahun menimba ilmu, ia mempelajari berbagai bidang, termasuk fikih dan falak, di bawah bimbingan guru-guru besar seperti Syekh Ahmad Khatib Sambas dari Sambas, Kalimantan Barat.

Selain itu, KH. Ahmad Dahlan juga menerima pengaruh dari pemikiran pembaruan Islam tokoh-tokoh seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, dan Muhammad Abduh.

Pengaruh inilah yang turut melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah setelah kepulangan KH. Ahmad Dahlan dari Timur Tengah.

Di lingkungan sekitar, KH. Ahmad Dahlan melihat banyak praktik yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, seperti takhayul, bid’ah, dan khurafat.

Perlahan-lahan, dengan cara pendekatan terhadap masyarakat secara lemah lembut, KH. Ahmad Dahlan mencoba memperbaiki aqidah masyarakat pada masa kini.

Namun, tidak mudah bagi KH. Ahmad Dahlan untuk memperbaiki aqidah masyarakat yang sudah rusak karena kebiasaan-kebiasaan tersebut sudah mendarah daging di kalangan masyarakat.

Banyak sekali pertentangan yang menimbulkan prasangka buruk atau tuduhan-tuduhan tidak sesuai bahwa KH. Ahmad Dahlan sesat, karena sudah terpengaruh oleh para pemikir pembaharuan Islam.

Akan tetapi, karena niat yang baik, tekad yang kuat, dan dorongan yang besar dari Nyai Waidah (sang istri), serta dukungan dari murid-muridnya, akhirnya KH. Ahmad Dahlan melanjutkan kiprahnya untuk terus berdakwah dan memperbaiki aqidah masyarakat yang telah rusak pada masa itu.

Penolakan dan pertentangan terus-menerus diterima KH. Ahmad Dahlan, baik dari keluarga besar, masyarakat sekitar, maupun orang-orang yang tidak sepaham dengannya.

Padahal, dakwah yang KH. Ahmad Dahlan sebarkan itu benar-benar dengan tutur kata yang santun dan bijaksana dalam menyampaikan ajaran Islam.
 KH. Ahmad Dahlan banyak meluruskan tentang kebiasaan yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW, tetapi sering dilakukan oleh masyarakat pada saat itu.

Bahkan, kebiasaan tersebut terkesan memaksakan. Contohnya adalah persoalan tahlil yang mengharuskan masyarakat mengundang dan keluarga yang ditinggalkan menyediakan makanan, seperti ingkung ayam.

Hal inilah yang dikritisi oleh KH. Ahmad Dahlan, karena masyarakat yang hidupnya tidak mampu menjadi terpaksa meminjam uang kepada saudara dan tetangga agar dapat melangsungkan acara tahlilan tersebut.

Sehingga, KH. Ahmad Dahlan menyarankan untuk tahlilan saja tanpa perlu menyediakan makanan. Hal ini adalah salah satu contoh bahwa dakwah yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan itu sangat manusiawi, dengan strategi menyentuh hati dan memberi solusi yang efektif bagi masyarakat.

Setelah itu, semakin banyak masyarakat yang terkesan dan tertarik untuk menjadi pengikut dari KH. Ahmad Dahlan.

Setelah KH. Ahmad Dahlan mengambil langkah-langkah kecil dengan dakwah yang sedikit demi sedikit mengisyaratkan masyarakat untuk meninggalkan praktik-praktik ibadah yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, akhirnya, setelah KH. Ahmad Dahlan bergabung dengan organisasi Budi Utomo dan mempelajari organisasi tersebut.

KH. Ahmad Dahlan mengajak para muridnya, yaitu Kyai Syuja, H. Fachruddin, H. Tamim, H. Hisyam, H. Sjarkawi, dan H. Abdul Ghani, mendirikan organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada tahun 1912.

Pada perkembangannya, Muhammadiyah terus berkembang pesat. Muhammadiyah telah banyak memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan Indonesia.

Muhammadiyah telah banyak berperan dalam memajukan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. Muhammadiyah juga telah berperan dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button