Kabar Persyarikatan

Anggota Tarjih Ingatkan Bahaya Kebergantungan pada AI, Serukan Penguatan Nalar Kritis

Yogyakarta — Dalam episode terbaru Podcast Wonderhome Library yang tayang pada Jumat (15/05/2025), Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhammad Syifa Amin Widigdo, menyampaikan pesan penting terkait penggunaan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

Ia mengajak masyarakat untuk merenungi peran akal manusia di tengah derasnya arus digital dan masifnya pemanfaatan AI, khususnya dalam dunia pendidikan tinggi.

Syifa mengungkapkan kekhawatirannya terhadap fenomena ketergantungan mahasiswa pada AI yang berpotensi melemahkan daya pikir kritis. Ia menuturkan pengalamannya mengajar, di mana mahasiswa menggunakan AI untuk menganalisis grafik dan tabel.

Meski hasilnya tampak rapi, banyak di antara mereka tidak memahami substansi data yang disajikan saat diminta berdiskusi. “Mereka hanya meng-copy hasil dari AI seperti ChatGPT tanpa memahami substansinya,” tegasnya.

Fenomena ini mencerminkan tren global, di mana Indonesia menempati posisi ketiga dunia dalam lalu lintas penggunaan AI, setelah Amerika Serikat dan India, dengan 1,4 miliar aktivitas daring sepanjang 2022–2023.

Berdasarkan survei yang dikutip Syifa, sebanyak 97 persen mahasiswa di Indonesia menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas kuliah. Namun, sebanyak 88 persen dari mereka sadar akan risiko plagiarisme dan turunnya kemampuan berpikir kritis.

Syifa menekankan pentingnya melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking skills (HOTS), seperti menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan solusi.

Ia menilai bahwa ketergantungan pada low order thinking skills seperti sekadar menghafal dan memahami secara dangkal, tidak cukup untuk menjawab tantangan zaman.

Untuk menjelaskan hal ini, ia menggunakan analogi dunia sepak bola: seorang penggemar Real Madrid mungkin tahu klubnya meraih 15 gelar Liga Champions, tetapi tak mampu menganalisis penyebab kekalahan dalam laga El Clasico atau Copa del Rey.

Dalam pandangannya, AI seharusnya menjadi alat bantu, bukan pengganti akal manusia. Ia menekankan bahwa keunggulan manusia terletak pada kemampuan berpikir dan merenung, sebagaimana ditekankan dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 190–191.

“Akal adalah anugerah yang membedakan kita. Jika otak kita menganggur, kita tidak lebih mulia dari makhluk lain yang tak berakal,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Syifa mengingatkan pentingnya menyeimbangkan pemanfaatan teknologi dengan penguatan nalar kritis dan inovasi.

“AI boleh membantu, tapi jangan serahkan segalanya padanya. Kita harus tetap melatih otak untuk menciptakan solusi baru bagi problematika kehidupan, mulai dari etika, teknologi, hingga isu lingkungan,” tandasnya. Ia pun mengajak semua pihak untuk tidak menganggurkan akal, agar tetap relevan dan mampu menyelesaikan tantangan zaman.***

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button