Kabar Persyarikatan

Agama Harus Jadi Solusi Mengatasi Krisis Bangsa

Yogyakarta – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2024 yang digelar di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta, pada Senin (30/12/2024), menyoroti berbagai tantangan moral, sosial, dan spiritual yang tengah dihadapi bangsa Indonesia.

Haedar menyampaikan keprihatinannya atas semakin merosotnya moral dan etika hidup yang berdampak signifikan pada stabilitas spiritual masyarakat. “Judi online itu dampaknya luar biasa mengkhawatirkan, begitu pula narkoba, bunuh diri, hingga tragedi pembunuhan di dalam keluarga. Ibu membunuh anak, anak membunuh orang tua—ini semua mencerminkan krisis moral, etika, dan spiritual yang membuat bangsa kita rapuh,” ungkap Haedar.

Ia menekankan bahwa agama harus hadir sebagai solusi untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut. “Agama harus menjadi kanopi suci, memberikan perlindungan dan petunjuk saat manusia kehilangan arah—tidak bisa membedakan mana yang benar atau salah, baik atau buruk,” ujarnya. Namun, ia juga mengkritik peran agama yang dianggap semakin kehilangan kekuatan substansinya akibat berbagai faktor internal maupun eksternal.

Menurut Haedar, tumpulnya fungsi agama sering kali disebabkan oleh cara penyampaian yang hanya menyentuh permukaan. “Sekarang ini, agama sering kali berubah menjadi hiburan. Tokoh agama yang populer adalah mereka yang lebih banyak menawarkan hiburan daripada nilai-nilai agama yang mendalam,” jelasnya. Ia menyoroti pentingnya mengajarkan nilai-nilai inti agama, seperti tujuan hidup, kesadaran akan kematian, dan makna sakral kehidupan.

Haedar juga mengkritik dampak sekularisasi yang turut melemahkan peran agama dalam kehidupan sehari-hari. “Kita terlalu sibuk membahas isu radikalisme seolah-olah itu satu-satunya fokus, sementara fungsi agama yang lain terabaikan,” ujarnya. Ia mengajak pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk memperkuat nilai-nilai substansial agama dalam kehidupan berbangsa.

Dalam refleksinya, Haedar menyerukan agar pemerintah mengambil peran sebagai pengayom kehidupan beragama di Indonesia. “Para pejabat kita disumpah atas nama Allah. Pancasila, sila pertama, adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, pemerintah harus mendorong agama hadir dengan pesan-pesan yang substansial, bukan sekadar formalitas,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah menghakimi agama secara keseluruhan ketika terjadi insiden tertentu yang melibatkan agama. “Ketika ada kasus yang melibatkan agama, jangan mudah menyimpulkan atau menyalahkan agama dan umatnya secara keseluruhan. Jadikan setiap peristiwa sebagai pelajaran untuk memperkuat kehidupan beragama,” tutup Haedar, sembari mengajak semua pihak membangun narasi positif dalam menghadapi tantangan keagamaan.***

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button