Kabar Muhammadiyah Jawa Barat

PP Muhammadiyah: Penggusuran Masyarakat Rempang Bukti Pemerintah Gagal Laksanakan Mandat Konstitusi

Sumber Gambar: Tribun Batam.Id

Batam, Kabar Muhammadiyah Jabar–

Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) dan Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah mengeluarkan pernyataan terkait polemik penggusuran wilayah Rempang, Batam.

Pernyataan tersebut tertera di surat keterangan pers yang dikeluarkan PP Muhammadiyah pada Rabu (13/09/2023).

Dalam surat itu PP Muhammadiyah mengecam aksi perebutan lahan warga Rempang oleh Pemerintah.

“LHKP dan Majelis Hukum & HAM PP Muhammadiyah mengecam kebijakan publik pemerintah untuk menggusur masyarakat Pulau Rempang, Kepulauan Riau demi kepentingan industri swasta, ” tertulis dalam surat itu.

Muhammadiyah menyayangkan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Hal tersebut dinilai tak pantas.

“Pola pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan kepolisian dan TNI secara berlebihan bahkan terlihat brutal, pada 7 September 2023, ini sangat memalukan.”

Penggusuran menjadi langkah yang dinilai tak sejalan dengan konstitusi Indonesia bahwa negara bertugas melindungi segenap warga bangsa Indonesia.

Muhammadiyah berkesimpulan kasus penggusuran di Rempang menjadi bukti kegagalan Pemerintah Indonesia melaksanakan konstitusi.

“LHKP dan MHH menilai penggusuran di Pulau Rempang ini menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia.”

Seperti diketahui, pada Kamis (07/09/2023) terjadi bentrokan antara Warga di Rempang, Batam, Kepulauan Riau dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Bentrokan merupakan buntut dari konflik lahan atas rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City. Rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City mencuat sejak 2004.

Kala itu PT. Makmur Elok Graha menjadi pihak swasta yang digandeng pemerintah melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam.

Selain itu kawasan Rempang juga akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik perusahaan China Xinyi Group.

Investasi proyek itu diperkirakan mencapai US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun.

Hal ini menyebabkan warga Rempang yang terdampak pun harus direlokasi demi pengembangan proyek ini.

Warga Rempang mengatakan bahwa mereka telah menolak pindah dan tak mau diambil lahannya, tetapi pihak pemerintah dengan dibantu polisi tetap melakukan pengukuran lahan.

Hal ini kemudian membuat bentrokan pada Kamis terjadi. Warga saat itu melakukan blokade di Jembatan Trans Barelang saat pihak BP Batam bersama aparat hendak melakukan pengukuran lahan.

Konflik pecah, polisi menembakkan gas air mata dan ada 7 orang warga Rempang yang ditangkap sekaligus ditetapkan sebagai tersangka keributan.

*Penulis: Moh Aqbil WAK

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button