Penulis: Giri Fajar Wibawa
Beberapa tahun ini bangsa kita dilanda pandemic covid-19. Salah satu kebiasaan orang yang hanya beraktivitas di rumah dengan dikelilingi bahaya tak terlihat tentu membuat kita semakin mawas dan awas.
Segala berita kita konsumsi dengan sengaja atau pun tidak. Baik dari portal resmi atau dari media sosial.
Salah satu berita yang cukup booming dan membanggakan bagi warga Muhammadiyah adalah bagaimana kontribusi persyarikatan tersebut membantu siapa saja dan di mana saja yang membutuhkan uluran bantuan.
Abdul Mu’ti di beberapa wawancara mengatakan bahwa Muhammadiyah telah menggelontorkan dana lebih dari Rp. 1 Triliun. Iya, Muhammadiyah adalah organisasi masyarakat terkaya yang ada di Indonesia. Bahkan bisa jadi di Dunia.
Hal tersebut disebabkan karena begitu banyaknya amal usaha yang dipunyai oleh Muhammadiyah seperti Rumah sakit, universitas, sekolah dari tingkat PAUD, TK hingga SMA yang mampu didirikan Muhammadiyah karena visi besar pendiri dan diamini oleh para pengurusnya hingga hari ini.
Tercatat dalam matan keyakinan dan cita – cita hidup Muhammadiyah dan terus berkembang tanpa lupa tujuan poin utamanya.
Belum lagi Lembaga filantropis milik Muhammadiyah. Lazismu, adalah lembaga pengurus zakat, infak, dan shadaqah terbaik yang dimiliki Muhammadiyah.
Jangkauannya bukan hanya untuk warga persyarikatan saja, tapi menembus teritori negara dan agama.
Terkait hal di atas, seringkali banyak anggapan bahwa persyarikatan itu lekat sekali dengan misi sosial yang banyak didapat dari para pendonor saja.
Skala Mikro
Gambaran manis di atas adalah dalam skala makro. Akan sangat dahsyat lagi jika di tataran mikro pun terus dimaksimalkan.
Contoh seperti yang penulis geluti adalah pengembangan kemandirian ekonomi pesantren Darul Arqam Muhammadiyah daerah Garut.
Sebagai amal usaha dan dinamikanya, Darul Arqam tentu mempunyai visi hebat yang terus dikejar dan diwujudkan.
Namun, disisi lain percepatan tersebut sayangnya akan selalu berdampingan dengan nominal. Artinya, perkembangan suatu pesantren adalah omong kosong jika tidak disertakan didalamnya terkait keuangan.
Maka dari itu, spirit amar ma’ruf nahi munkar dan semangat berorganisasi yang baik dengan dilandasi ibda’ bi nafsik melecut penulis dan tim untuk bisa berdaya ekonomi tanpa mengesampingkan bantuan dari persyarikatan dan pemerintah.
Terbentuklah tim ekonomi dan segudang rencana pemajuan entitas bisnis yang dibutuhkan oleh pondok.
Sebagai pegiat bisnis dan paham manajemen bisnis, penulis mencoba menerapkannya di beberapa entitas bisnis berikut ini;
1. Klinik pratama
2. catering
3. Laundry
4. Konveksi
5. Bank wakaf
6. KBIHU
7. Pertashop
8. Koperasi
Dari beberapa entitas bisnis di atas 70% diantaranya dalam kategori mengkhawatirkan dengan laporan pembukuan minus. Dengan penanganan tepat dan bertahap, kali ini delapan entitas tersebut berangsur sehat dan profit.
Kolaborasi
Bukan hal baru jika semua kegiatan apapun (tak terkecuali ekonomi) akan sangat cepat dan mudah dikerjakan jika didasari spirit kolaborasi.
Sesuai dengan perintah Allah, sesuai juga dengan tanda-tanda alam (ayat kauniyah). Di kemudian hari bukan tidak mungkin akan ada lini bisnis turunan dari delapan hal di atas. Kolaborasi antar lini. Semisal lini makanan sehat, kopi, chemical, cardless, program umroh terjangkau, dan lain sebagainya.
Akhir kata, pergerakan besar tentu tak akan berjalan jika tidak ditopang oleh gerakan akar rumput. Pun demikian dengan perputaran ekonominya.
Mari kita berdaya ekonomi sejak dari ranting!