
Oleh: Ace Somantri*
Haji dan umrah kini secara tegas berada di bawah Kementerian yang menjadi bagian dari Kabinet Merah Putih. Pilar Trisukses Haji Indonesia terus digulirkan, menjadi harapan besar umat Muslim agar hadir semangat dan motivasi kuat dari Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia.
Komitmen pemerintah saat ini dan di masa mendatang sudah mulai terwujud. Tantangan berikutnya adalah membuktikan pada tataran praktis melalui penyelenggaraan haji tahun ini, yang menjadi pelaksanaan perdana di luar Kementerian Agama RI.
Dengan berbagai persiapan yang telah dilakukan, diharapkan pelayanan haji dapat semakin terarah dan memberikan pengalaman ibadah yang prima bagi seluruh jamaah.
Menteri dan Wakil Menteri Haji dan Umrah merupakan pasangan pemimpin dengan karakter yang berbeda namun saling melengkapi. Keduanya telah menempuh perjalanan panjang dalam membangun integritas, mengambil keteladanan langsung dari Presiden Prabowo.
Kepemimpinan dwi tunggal ini diyakini akan membawa warna baru sekaligus bukti nyata bahwa penyelenggaraan haji Indonesia akan semakin baik. Berbagai langkah telah dilakukan, termasuk menjalin silaturahmi dengan lembaga negara, kementerian, dan berbagai pihak terkait guna memperkuat kolaborasi dan sinergi.
Sosok pimpinan Kementerian Haji dan Umrah tampil energik dan penuh optimisme. Keduanya memiliki latar belakang sebagai aktivis ormas Islam terbesar di Indonesia.
Secara khusus, Bang Dahnil Anzar Simanjuntak dikenal sebagai mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah sekaligus tokoh nasional yang populer di kalangan gerakan pemuda Islam.
Amanah sebagai pimpinan Kementerian Haji dan Umrah menjadi tantangan yang tidak ringan. Transformasi cepat dari Badan Penyelenggara Haji menjadi kementerian baru menuntut kinerja yang lebih terstruktur. Penyelenggaraan haji sendiri selalu menjadi isu nasional yang menarik perhatian publik, karena menyangkut kepentingan material dan spiritual umat Muslim.
Besarnya dana haji yang berasal dari para calon jamaah memunculkan kebutuhan pengelolaan yang profesional, sehingga dibentuklah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Lembaga ini mengelola dana triliunan rupiah yang dihimpun selama bertahun-tahun.
Hasil pengelolaan dana tersebut telah dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan berbagai infrastruktur publik. Sesuai ketentuan yang berlaku, keuntungan dari pengelolaan dana itu juga dibagikan kembali dalam bentuk manfaat bagi calon jamaah haji.
Kesuksesan haji tidak hanya diukur dari sisi ekonomi dan ritual ibadah yang bersifat vertikal, tetapi dari kemampuannya membangun peradaban. Kesuksesan peradaban menjadi sebuah keniscayaan, karena secara historis, ibadah haji identik dengan individu-individu yang memiliki kedudukan terhormat, baik dalam bidang pendidikan maupun ekonomi.
Mereka dipandang sebagai saudagar atau ulama yang berilmu sehingga momen haji menjadi kesempatan untuk memperdalam pengetahuan agama. Sepulangnya dari tanah suci, para jamaah diharapkan menjadi pembaharu yang menyebarkan ajaran Islam dan membawa perubahan positif bagi masyarakat.
Sejarah mencatat tokoh-tokoh seperti KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan yang setelah menunaikan haji tampil sebagai sosok pembawa perubahan, membangun gerakan keilmuan, dan berkontribusi besar terhadap kemajuan peradaban.
Kesuksesan haji dengan membangun peradaban adalah tuntutan yang harus diwujudkan. Sejarah mencatat bahwa para jamaah haji sepulang dari tanah suci tidak hanya kembali sebagai individu yang lebih taat, tetapi juga berbakti dan mengabdi kepada negeri dengan mencerahkan umat.
Banyak haji Indonesia tempo dulu yang pulang membawa semangat perubahan, menjadi tokoh bangsa, bahkan berperan dalam menghantarkan kemerdekaan. Mereka juga memelopori gerakan sosial dan politik keumatan yang terus berkembang hingga hari ini.
Salah satu contohnya adalah KH Ahmad Dahlan, yang mendirikan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modern dan reformis. Semangat itu lahir dari nilai-nilai haji yang terinternalisasi selama di tanah suci dan diwujudkan dalam gerakan pencerahan berlandaskan ayat-ayat suci.
Peradaban Islam di Indonesia pada awalnya banyak dibangun oleh para haji yang memiliki reputasi tinggi. Saat itu, ibadah haji tidak hanya dipandang sebagai ritual ta’abbudi individu, tetapi juga sebagai sarana menuntut ilmu dan memperluas wawasan. Gelar “Kiai Haji (KH)” pun diberikan sebagai bentuk penghormatan masyarakat kepada mereka yang pulang dari Tanah Suci dengan membawa ilmu dan kemuliaan.
Pernyataan pimpinan Kementerian Haji dan Umrah yang menekankan pentingnya keberhasilan haji secara ekonomi, ritual, dan peradaban sangatlah tepat. Reorientasi penyelenggaraan haji kini menuntut fokus lebih pada ketercapaian tujuan yang lebih luas.
Kesuksesan haji tidak lagi sekadar diukur dari kelancaran pelaksanaan, pemenuhan syarat, dan rukun, tetapi juga dari dampak positif yang dibawa oleh jamaah setelah kembali ke tanah air.
Harapan besar disematkan kepada jamaah haji Indonesia agar mereka berperan dalam membangun ekonomi umat dan memperkuat peradaban Islam yang maju dan berkemajuan. Dengan demikian, ibadah haji menjadi momentum transformasi, bukan hanya secara spiritual, tetapi juga sosial dan peradaban.
Diharapkan para haji Indonesia menjadi motor penggerak peradaban, bukan hanya dengan memenuhi syarat dan rukun haji, tetapi juga dengan komitmen untuk melakukan perubahan diri setelah kembali ke tanah air.
Perubahan itu dapat dimulai dari hal-hal kecil dalam keluarga, kerabat, komunitas, hingga masyarakat luas, karena perubahan kecil yang konsisten akan menuntun pada perubahan besar sesuai kemampuan masing-masing individu.
Kementerian Haji dan Umrah memegang peran strategis dalam mengedukasi jamaah sejak proses pembimbingan sebelum keberangkatan sehingga mereka siap menjalani ibadah dengan benar sekaligus membawa misi perubahan sosial.
Gagasan Trisukses Haji Indonesia layak dijadikan platform utama penyelenggaraan haji, agar jamaah mampu menghadirkan dampak nyata, baik disadari maupun tidak, bagi dirinya sendiri dan bagi umat.
Kementerian Haji dan Umrah RI patut diapresiasi karena secara serius mendorong reorientasi penyelenggaraan haji untuk mewujudkan Trisukses Haji Indonesia bagi seluruh pihak terkait.
Gagasan ini sebaiknya menjadi nilai yang terinternalisasi dalam jiwa dan raga sehingga tercermin dalam sikap dan tindakan jamaah, para pengambil kebijakan, serta KBIH atau penyelenggara travel umrah yang berperan langsung dalam memfasilitasi ibadah haji dan umroh.
Momentum pembimbingan haji dan umrah harus dimanfaatkan secara optimal sebagai sarana sosialisasi, promosi, dan edukasi tentang pentingnya Trisukses Haji. Dengan demikian, ketercapaian tujuan ini dapat dipahami secara mendalam, ditanamkan dengan keyakinan, dan diwujudkan dengan penuh optimisme oleh seluruh pihak yang terlibat.
Trisukses haji sebagai upaya membangun peradaban memiliki posisi yang sangat strategis dan menjadi bagian penting dari proses perubahan arah bangsa yang diharapkan pemerintah.
Selain pendidikan formal yang diberikan melalui kementerian terkait, Kementerian Haji dan Umrah berperan penting dalam membentuk karakter individu melalui proses ta’abbudi haji dan umroh.
Proses ini tidak hanya memperkuat teori-teori pendidikan yang telah lama dipahami, tetapi menambahkan nilai melalui internalisasi spiritualitas ibadah haji.
Dengan demikian, predikat haji mabrur dan mabrurah tidak hanya menjadi gelar semata, tetapi mencerminkan kemampuan untuk turut serta membangun peradaban bangsa.
Harapannya, para haji dapat berkontribusi nyata menuju terwujudnya Indonesia sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Amin.
*Wakil Ketua PWM Jawa Barat