Kolom

Titik Terendah

Oleh: M Rizal Fadillah

Shaum dalam amal fisik adalah menahan lapar dan dahaga. Ini titik terendah dari kebutuhan dasar manusia. Makan dan minum. Meski sebagai syari’at dibatasi waktu dari subuh hingga maghrib saja. Allah telah mengatur kadar yang pas dan hanya satu bulan. Manusia mesti menyadari titik titik terendah dari kehidupan. Allah akan mengangkat ke arah titik titik tertinggi sebagai buah dari keimanan dan ketakwaan. Di dunia maupun akherat.

Dalam shalat kerendahan diri dimanifestasikan dengan sujud. Itu titik terendah. Zakat adalah mengeluarkan dari pemasukkan. Membersihkan dengan “membuang” kotoran. Saat haji ada ritual tidur di tanah ketika Mabit di Mudzdalifah. Inipun titik terendah dalam ibadah. Sadar bahwa ada saat saat merasakan kita itu rendah dan memahami “kerendahan” pada sesama kelak.

Ketika menghadapi titik titik terendah itu maka ada kekuatan yang Maha Tinggi, Maha Kuasa, dan Maha Besar. Ketika sujud kita bersujud dengan takbir “Allahu Akbar”. Ketika berzakat tumbuh keyakinan Allah yang memberi kekayaan “wa annahu huwa aghnaa wa aqnaa” (Dan Allah yang memberi kekayaan dan kecukupan)–QS An Najm 48. Ketika lapar dan dahaga kita sadar Allah yang memberi makan dan rezeki “Walladzi huwa yuth’imunii wa yasqiin” (Dan Allah yang memberi makan dan minum)–QS Asyura 79.

Ketergantungan ini membuat kita tidak boleh sombong dengan apapun. Kekuasaan, keilmuan, kekayaan, atau apapun. Ada waktu ketika semua menjadi terbatas atau semu bahkan sama sekali tidak berguna. Andai bukan karena kasih sayang Allah maka kekuasaan, kekayaan, dan ilmu itu justru bisa mencelakakan.

Kini ketika kita berada di situasi bahaya menghadapi wabah virus corona, maka titik titik terendah menjadi terasa. Tak mampu bergerak maksimal, lebih banyak diam, bertemu dan berkumpul pun terkendala. Langkah bebas dalam konteks “kekuasaan, kekayaan, dan ilmu” menjadi terhambat. Diuji dengan ketaatan ibadah shaum pula. Semua menjadi pelajaran.

Penguasa dunia tak berdaya. Allah beri “lawan” kecil dan sangat kecil. Kapal induk, nuklir, dan pasukan segala angkatan tak mampu mengalahkan. Makhluk tak terlihat, tidak cerdas, tidak tahan lama di alam. Ternyata bisa memporakporandakan semua. Membuat manusia berada di titik terendah bahkan keputusasaan. Serba salah dan saling menyalahkan.

Sebagai hamba yang beriman dan menjalankan ibadah shaum di bulan suci ramadhan, kita yakin sedang berjalan di rel sunatullah. Syariat Allah yang mampu menyelamatkan. Bergerak dari titik titik terendah menuju titik titik tertinggi. Kadang kita mesti bersikap bahwa virus virus itu adalah makhluk Allah sama dengan kita. Mungkin tak selalu harus dijadikan “lawan”. Tanpa harus menjadikan “kawan” kita berlindung pada Allah dari kerusakan dan kemudharatannya.

Titik terendah kita adalah melangkah tabah di bumi menuju titik tertinggi di langit. “Minnalahi dzil maa’rij” (Dari Allah yang memiliki tempat tempat naik)–QS Al Ma’arij 3.
Allah SWT pemilik tempat tinggi kebahagiaan, kesejahteraan, keamanan, kesembuhan, dan kebaikan kebaikan lainnya. Kita berhak mendapatkannya asal sadar bahwa kita memang sedang berada di titik terendah. Allahul Musta’an.

*) Pemerhati Keagamaan.

Bandung, 28 April 2020

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cek juga
Close
Back to top button