Oleh: M Rizal Fadillah
Inna lillahi wa inna ilaihi roojiuun. Setelah sebelumnya tokoh dan kyai Muhammadiyah Prof. DR. H Yunahar Ilyas MA, kini tokoh dan kyai Nahdhatul Ulama DR. IR. H Salahuddin Wahid telah meinggalkan kita. “faidza jaa-a ajaluhum laa yasta’khiruuna saa’atan walaa yastaqdimuun”– Maka jika telah datang waktu ajal, maka tak ada yang dapat memundurkan ataupun memajukan– QS Al A’raaf 34.
Kedua tokoh adalah profil ideal merepresentasi masing masing organisasi perjuangan Islam. Pemimpin yang dihormati, berwibawa dan istiqomah. Tentunya juga sebagai ulama yang berpandangan maju ke depan. Khidmah pada umat mengalahkan kepentingan diri atau kelompok. Baik Muhammadiyah maupun NU akan sangat merasa kehilangan dua tokoh besarnya.
Di hati umat Islam baik Kyai Salahuddin maupun Kyai Yunahar dikenal sebagai pemimpin yang berjuang keras dalam menjaga khittah keumatan. Sesuatu yang tidak mudah di tengah derasnya godaan jabatan atau status simbol pragmatik lainnya.
Sebutan “kyai lurus” melekat pada keduanya sebagai warna dari langkah da’wah dan orientasi perjuangannya.
Kita teringat akan doa Nabi Ibrahim As “Robbi hablii hukman wa alhiqni bishsholihiina waj’al lii lisaanan shidqin fiel akhirin waj’alnii min warotsati jannatin naiim”–Ya Allah berilah hamba ilmu, kumpulkan bersama orang orang yang shalih, jadikan hamba buah tutur kebaikan bagi orang kemudian, masukkan ke dalam surga jannatun naiim (QS Assyu aro 83-85).
Rupanya do’a penting ini patut terwujud dan terbukti untuk kedua ulama di atas.
Ilmu yang dimiliki cukup mumpuni, komunitas pilihannya orang yang sholeh, insya Allah penilaian generasi kemudian bahwa kedua ulama dan tokoh tersebut adalah baik. Tinggal harapan semoga keduanya mendapat curahan kasih sayang Allah untuk dimasukkan ke dalam surga jannatun naiim.
Ibrah bagi para tokoh atau ulama lain adalah mewaspadai perilaku diri yang mungkin kurang apik. Ilmu seperti banyak tapi kosong, lingkungan gaul bukan komunitas sholeh tapi campur aduk, buah tutur tidak baik bahkan mungkin dicibir atau dikutuk umat, serta dikhawatirkan karena sepak terjang yang buruk, ia tidak layak masuk surga jannatun naiim.
Naudzu billah.
Gus Solah dan Buya Yunahar adalah teladan. Menjaga wibawa hingga akhir hayat. Allah kini telah memanggilnya. Selesai tugas untuk berkhidmah pada sesama atas dasar ibadah kepada Allah.
Selamat jalan Kyai, semoga kebahagiaan didapat di alam baru. Alam yang penuh dengan rahmat dan maghfirah Allah SWT. Aamiin yaa robbal ‘alamiin.
*) Pemerhati Politik dan Keagamaan
Bandung, 3 Februari 2020