Bandung (5/12)–PW Muhammadiyah Jawa Barat, yang diwakili oleh Dikdik Dahlan, menyerahkan artefak berupa barang dan dokumen para pendiri dan tokoh Muhammadiyah di Jawa Barat kepada Wiwied Widyastuti, ketua Tim Museum Muhammadiyah, Kamis, (5/12). Acara yang diselenggarakan Majelis Pustaka dan Informasi bertempat di Ruang Pleno PW Muhammadiyah Jawa Barat. Artefak-artefak ini kemudian akan dirawat di Museum Muhammadiyah di Yogyakarta.
“Saya kehilangan kata-kata begitu masuk ruangan ini dan melihat artefak-artefak hasil penelusuran Tim Jawa Barat,” ungkap Wiwied Widyastuti dengan mata yang berkaca-kaca. Ini menunjukan semangat generasi awal dalam mengembangkan Muhammadiyah dan dakwah Islam. “Ini kakek saya,” ungkap cicit KH. Ahmad Dahlan saat melihat kakeknya berdiri dalam deretan sesepuh-sesepuh Muhammadiyah Jawa Barat.
Menurut Wiwied, Jawa Barat memiliki kesan tersendiri bagi Muhammadiyah generasi Awal. Setidaknya KH. Ahmad Dahlan pernah berdakwah di Garut dan Cianjur. “Beliau bermukim di Cianjur selama setahun lamanya,” terang wakil ketua MPI PP Muhammadiyah ini.
Sementara, Suhada, ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat menyampaikan apresiasinya atas keputusan tim museum PP Muhammadiyah menjadikan Jawa Barat sebagai salah satu wilayah yang menempati zona wilayah saat pembukaannya. “Kami merasa terhormat dan berusaha mencari dan menelusuri artefak ini,” jelas Suhada.
Suhada pun mengungkapkan terimakasih kepada para keluarga para pendiri dan tokoh Muhammadiyah yang telah mewakafkan barang-barang kakek buyutnya kepada Museum Muhammadiyah. Perkembangan Muhammadiyah Jawa Barat tidak terlepas dari dua pilar yang saling mengokohkan. Ulama dan pengusaha. “Kiprah para pendiri ini menjadi semangat bagi kami untuk mengembangkan lebih maju lagi Muhammadiyah di Jawa Barat,” ungkap Suhada.
Bagi Dikdik Dahlan, tahun ini adalah momentum seabad Muhammadiyah di Jawa Barat. Muhammadiyah lahir pertama kali di Garut dengan nama Al Hidayah. “Ini terjadi karena ijin mengembangkan Muhammadiyah di luar Yogya keluar tahun 1921,” ujar Dikdik.
Dikdik masih penasaran dengan penelusuran ini. Menurutnya, masih banyak artefak yang belum tertelusuri hingga mungkin masih banyak dokumen penting tersimpan di rumah-rumah para pendiri ini. “Serah terima ini adalah awal bagi kami untuk menyambungkan tali silaturahmi keturunan keluarga pendiri dengan PWM. Mungkin ke depannya kami akan menyelenggarakan pengajian bagi para anak, cucu dan cicit para pendiri,” imbuh wakil sekretaris PW Muhammadiyah ini.
Muhammad Amin, sebagai perwakilan dari keluarga KH. Iping Zaenal Abidin, mengungkapkan terimakasihnya museum Muhammadiyah mau menyimpan dan merawat warisan intelektual ayahnya. “Semenjak wafat pada 2003 lalu, dokumen ayahanda tersimpan dalam satu lemari khusus, kitab-kitabnya ada beberapa lemari, dengan dirawar oleh Museum, semoga bisa terjaga dengan baik,” ungkapnya.
Sementara Sapari, cucu dari Djamhari, pendiri Muhammadiyah di Jawa Barat, tepatnya di Garut mengungkapkan, peran Djamhari dalam pengembangan Muhammadiyah di Garut sangatlah besar. “Dengan adanya museum Muhammadiyah ini, akan mengingatkan kepada anak cucunya kelak, kiprah buyutnya dalam mendirikan Muhammadiyah di Garut.” ungkapnya dengan menunjukan buku Kiprah Djamhari sebagai pengusaha dalam pengembangan Muhammadiyah.
Sementara Kelik Nursetiyo Widiyanto, ketua MPI PW Muhammadiyah Jawa Barat, penyerahan ini bukan berarti penelusuran jejak artefak ini berhenti. Bagi keluarga lainnya yang baru menemukan dokumen atau artefak lain yang selama ini tersimpan di rumah, bisa menyerahkannya ke PWM untuk diserahkan ke Museum Muhammadiyah. “Ini sebagai ikhtiar kami untuk membuktikan kepada khalayak bahwa Muhammadiyah Jawa Barat telah berkiprah sejak lama.” pungkasnya.