Kabar Muhammadiyah Jawa Barat

Muhammadiyah di Abad Kedua: Pembaruan Keilmuan dan Pemeliharaan Identitas Islam

Oleh : Ace Somantri

Dunia alam nyata pada umumnya dipandang oleh manusia penuh misteri, terutama sesuatu yang tidak muncul di permukaan atau belum terjadi. Ini termasuk kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan manusia di berbagai belahan dunia, dengan berbagai suku, etnis, ras, kebangsaan, dan kelompok manusia yang hidup di atas muka bumi alam semesta. Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan satu sama lain berdasarkan kebutuhan dan kepentingannya. Salah satu kebutuhan individu manusia adalah untuk berkelompok (berkoloni) karena kesamaan fisik jasadiyah, keagamaan ruhaniyah, dan juga dalam kesamaan kebutuhan dan kepentingan lainnya seperti tuntutan kepentingan sosial-politik, sosial-ekonomi, sosial hukum, dan agama. Dengan akumulasi kepentingan yang sama, maka lahirlah kelompok-kelompok masyarakat yang lebih besar, membentuk sebuah entitas sosial, bangsa, dan negara.

Sejak lahirnya generasi manusia dari periode ke periode hingga membentuk kelompok manusia dalam satu teritorial yang dihuni, lama-kelamaan bermetamorfosa menjadi berbagai entitas sosial dan suku bangsa. Hukum alam semesta berlaku, bermula dari kepentingan dan tujuan masing-masing yang pada akhirnya membuat koloni dan aliansi untuk memenuhi kepentingan dan mencapai tujuan. Bahkan, demi mencapai hal tersebut, sifat-sifat kemanusiaan sering kali muncul, di mana perilaku keserakahan mendorong untuk berbuat tindakan di luar kaidah alam, sehingga terjadi saling berselisih dan berujung pada pertikaian fisik.

Perjalanan hidup manusia dari generasi ke generasi, dari masa ke masa, menunjukkan dinamika kehidupan dunia yang terletak pada ide dan gagasan manusia dalam karya dan ciptaannya. Pada masa pencerahan umat Muslim di abad pertengahan, banyak ilmuwan Muslim pembaharu dunia, seperti Ibnu Sina yang memberikan kalimat motivasi penuh makna, “Saya memilih umur pendek tapi penuh makna dan karya, daripada umur panjang yang hampa.” Artinya, hidup kita bermakna penuh arti ketika kita menciptakan banyak karya yang bermanfaat bagi orang lain.

Dunia tidak akan menjadi hampa jika manusia hanya sekadar hidup, seperti halnya hewan. Dinamika dunia ada di tangan manusia yang berpikir kreatif dan inovatif, tidak semata-mata Allah menciptakan alam semesta kecuali untuk diungkapkan apa yang ada di balik ciptaan-Nya. Seorang ilmuwan sufi menyatakan, “Hikmah Tuhan menciptakan dunia supaya segala sesuatu yang ada dalam pengetahuan-Nya menjadi tersingkap.” Ungkapan Jalaludin Rumi tersebut memberi penegasan bahwa manusia harus berusaha keras menyingkap segala apa yang ada dalam alam semesta, yang diciptakan Allah benar-benar dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Baik Ibnu Sina maupun Jalaludin Rumi, keduanya merupakan ilmuwan Muslim yang hidup di abad pertengahan dan telah mewarnai peradaban dunia. Selain mereka, banyak ilmuwan Muslim lainnya juga melakukan hal yang sama, berkontribusi banyak terhadap peradaban dunia dengan pemikiran-pemikiran brilian dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Kemajuan pemikiran Islam mencatat sejarah dunia, di abad pertengahan, masa keemasan hasil karya pemikir Muslim menjadi kiblat manusia di berbagai belahan dunia.

Bagaimana kondisi dunia Islam di belahan peta dunia saat ini? Agak sulit nampaknya untuk mengurai kerumitan peradaban dunia setelah abad pertengahan berpindah ke abad pencerahan atau dikenal dengan masa abad renaisans. Sejak ilmuwan Eropa di barat, salah satu filsuf terkenal, René Descartes, memberi harapan baru bagi warga barat, terkenal dengan frasa “cogito ergo sum” yang menjadi semangat baru pembaharuan pemikiran di barat. Hal ini benar dan terbukti, bangsa Eropa mengambil alih peradaban, termasuk Emanuel Kant dari Jerman, yang ikut berpartisipasi memberi kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan sebagai sumber pusat peradaban dunia.

Diakui atau tidak, sejak itu peradaban dunia Islam justru mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan umat Muslim terlena dan merasa sudah cukup dengan keemasan masa abad pertengahan yang ditorehkan oleh ilmuwan atau filosof Muslim. Padahal, pemikiran itu dinamis dan akan terus berkembang sesuai dengan tuntutan kehidupan dunia nyata. Ilmu pengetahuan pun harus ikut dinamis, tidak boleh berhenti dengan menciptakan karya yang sudah ada, melainkan senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan realitas alam semesta.

Seabad berlalu, Muhammadiyah melangkah ke abad kedua ini dengan banyak tantangan dan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan di abad pertama. Dengan seluruh kekuatan yang dimiliki, gerak laju langkah yang disepakati dan disetujui oleh warga persyarikatan diharapkan dapat dicapai sesuai tahapannya. Memang tidak mudah mencapai target, namun bukan sesuatu yang mustahil jika ada kesungguhan. Toh, sejak saat KH. A. Dahlan mendeklarasikan Muhammadiyah, hingga kini banyak target yang tercapai dengan gemilang, khususnya program keumatan berbasis kemanusiaan. Karya pemikirannya telah menjadi catatan sejarah dunia pendidikan, baik di sekolah maupun pesantren. Bahkan, beliau tidak berhenti pada dunia pendidikan sebagai basis keilmuan yang dimilikinya, melainkan

dunia kesehatan dan kesejahteraan juga tidak terlewatkan. Kegemilangan karya pemikiran telah menghantarkan dirinya menjadi tokoh berpengaruh di Asia, juga dinobatkan sebagai pahlawan Nasional. Baru-baru ini, dalam sebuah konferensi internasional, Muhammadiyah diakui sebagai organisasi sosial terbesar di dunia dalam pengelolaan amal usaha milik organisasi, menjadi yang terbesar di dunia.

Pantas dan layak bagi Muhammadiyah mendapatkan pujian tersebut karena memang fakta dan realitanya dapat dipertanggungjawabkan. Akan tetapi, sebagai warga persyarikatan Muhammadiyah, tidak boleh berhenti di situ, apalagi hanya bangga dan jumawa. Dikhawatirkan mengalami hal yang sama saat terpuruknya peradaban Muslim pasca abad pertengahan, hingga kini peradaban Muslim mengalami kegelapan. Begitu pula Muhammadiyah di abad kesatu mengalami kemajuan, namun saat berjalan masuk di abad kedua, jangan sampai terjadi keterpurukan dan kemunduran. Hal ini sempat diperingatkan oleh tulisan kritis yang membuat diksi “Muhammadiyah Berkemunduran”. Sangat mungkin bahwa jika warga persyarikatan merasa cukup dengan apa yang ada, Muhammadiyah akan mengalami apa yang terjadi pada generasi Muslim pasca abad pertengahan. Artinya, warga Muhammadiyah, baik itu pimpinan ataupun anggota, harus terus membuka ruang wacana keilmuan yang kritis dan konstruktif, menghindari budaya keterkungkungan dan kejumudan kebebasan berpikir, serta cerdas memberikan apresiasi terhadap hasil karya kader, sekalipun kecil dan sederhana, apalagi karya besar untuk membangun kemajuan persyarikatan Muhammadiyah ke depan.

Posisi Muhammadiyah di abad kedua ini sangat strategis, dapat dipastikan di belahan dunia ini tidak ada komunitas dan entitas independen sebesar Muhammadiyah yang memiliki kekuatan infrastruktur sumber daya manusia dari berbagai latar belakang keilmuan. Ketersebaran domisili para ahli dan pakar menjadi modal kekuatan Muhammadiyah dalam membangun peradaban dunia untuk mengembalikan peradaban Muslim yang mengalami kegelapan. Kita harus jujur dan mengakui bahwa dalam beberapa abad ke belakang, seluruh Muslim di seluruh dunia berkiblat pada peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi ke Barat atau Eropa. Apalagi di Indonesia, semua sistem kehidupan masyarakat bangsa dan negara hampir dapat dipastikan berkiblat pada dunia Barat, sampai-sampai hal-hal terkecil pun mengikuti Barat sehingga terjadi baratisme yang mengakibatkan orang tergila-gila. Tanpa disadari, sendi-sendi kehidupan tersebut membentuk karakter keumatan dan kebangsaan yang sekuler.

Muhammadiyah harus segera menyempurnakan gerakan keilmuan menjadi ruh arus utama pembangunan peradaban dunia. Gerak lajunya jangan dikotori oleh sikap-sikap bertentangan dengan substansi moral, etika, dan akhlak. Ritme dinamika organisasi tidak boleh dimonopoli oleh segelintir orang yang merasa paling berhak bermuhammadiyah. Estetika gerakan juga perlu diperhalus dengan sendi-sendi dunia seni sebagai pengawal rasa dan perasaan. Kalkulasi matematis harus didasarkan pada algoritma yang jelas dan terukur. Aplikasi yang dikembangkan harus berbasis pada kebutuhan masa depan agar tidak cepat usang dan hangus terbakar oleh waktu. Repositioning eksistensi organisasi harus dibuat berdasarkan kebijakan strategis, kolaborasi sistem sosial dan politik yang terbuka dengan berbagai pihak baik di dalam negeri maupun di luar negeri agar gerakan dapat terbangun dengan pola dan model yang mampu membuka ruang dialog yang konstruktif. Muhammadiyah sangat mampu memulihkan abad keemasan masa silam dengan karakter gerakan Islam maju dan memajukan, serta mensejahterakan penghuni alam semesta raya.

Wallahu’alam.

Bandung, November 2023

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button