Bandung – Sekretaris Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Faozan Amar menyampaikan kuliah tamu mengenai strategi pencegahan dan penanganan kemiskinan di Indonesia. Acara ini digelar di UM Bandung pada Jumat, 18 Oktober 2024, dengan fokus utama pada pentingnya pendekatan terintegrasi dalam mengatasi kemiskinan ekstrem di tanah air.
Faozan memaparkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2023, tingkat kemiskinan di Indonesia tercatat sebesar 9,36 persen atau setara dengan 25,90 juta jiwa. Sementara itu, kemiskinan ekstrem berada di angka 1,12 persen atau sekitar 3,34 juta jiwa. Pemerintah menetapkan target untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem menjadi kurang dari satu persen pada 2024 sebagai bagian dari upaya menuju kesejahteraan yang lebih merata.
”Upaya pencegahan dan penanganan kemiskinan tersebut mencakup sejumlah program strategis, seperti Rumah Sejahtera Terpadu atau RST yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin. Program RST ini diharapkan mampu menyasar hingga 4.450 keluarga, meningkat dari target awal 3.250 keluarga. Program ini didukung oleh anggaran sebesar Rp65 miliar dengan realisasi hingga saat ini mencapai Rp54,7 miliar atau sekitar 84,15 persen dari total anggaran,” ujar Faozan.
Faozan juga menggarisbawahi pentingnya program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA) yang dirancang untuk memberdayakan pelaku usaha mikro di sektor informal. Program ini diharapkan dapat membantu sekitar 7.500 keluarga penerima manfaat (KPM), tetapi hingga saat ini realisasi baru mencapai 1.248 KPM. Melalui program ini, pelaku usaha seperti pedagang dan pemilik usaha kecil mendapat pendampingan dan bantuan modal untuk mengembangkan usahanya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uhamka ini menekankan bahwa upaya pengentasan kemiskinan memerlukan sinergi antara pemerintah, organisasi sosial, dan masyarakat. Program-program bantuan sosial tidak hanya sebatas penyediaan bantuan, tetapi mencakup aspek penguatan keterampilan, pendampingan usaha, dan peningkatan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Pendekatan ini, menurutnya, penting untuk memastikan keberlanjutan kesejahteraan masyarakat.
“Di tengah berbagai tantangan, kita tentu mengingatkan adanya kendala seperti penurunan angka kelahiran yang memengaruhi jumlah peserta didik dan ketidakstabilan ekonomi. Kondisi ekonomi yang tidak stabil dapat memperlambat upaya penurunan angka kemiskinan sehingga diperlukan langkah-langkah adaptif dan inovatif untuk menjaga keberlanjutan program-program pemberdayaan,” tandas Faozan.
Dirinya Faozan berharap program-program tersebut dapat memberikan dampak nyata dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia. Dengan kerja sama dari semua pihak, termasuk dukungan aktif masyarakat, ia optimis bahwa target penurunan kemiskinan dapat tercapai sehingga masyarakat miskin dapat menikmati kehidupan yang lebih sejahtera dan mandiri.***(FA/FK)