
Oleh: Ace Somantri*
Selain kewajiban berpuasa secara syariat, di bulan Ramadhan pada saat menjalankan ibadah saum, ternyata ada banyak nilai yang menjadikan spirit kuat untuk membangun pribadi diri kita sebagai manusia berkarakater. Hal demikian bagian yang sebenarnya bahwa manusia sebagai ciptaan Allah Ta’ala yang berbeda dari yang lainnya, melalui perangkat akal pikiran sehat sebagai pembedanya.
Tidak ada alasan bagi manusia tidak berupaya membentuk karakter yang bernilai kepribadian dan sikap budi yang luhur. Sekalipun manusia juga memiliki potensi keburukan dan juga kejahatan. Namun, dengan banyak berbuat kebajikan, akan mengarahkan dan mengembangkan potensi dasar kebaikan hingga menjadi tabiat hidup yang akan menghiasi kemasan moral dengan perangai diri terpuji. Terlebih di bulan Ramadhan, ada tradisi kebaikan yang sudah membuadaya dijalankan secara berjamaah.
Ramadhan yang memiliki makna sebagai bulan petunjuk bagi manusia, secara tersirat dari teks tersebut dapat ditarik banyak makna yang relevan ketika dikontekstualisasikan dengan sikap dan perilaku manusia hari ini dan esok yang akan datang. Karena bulan Ramadhan adalah shahrul Al-Quran, dengan titik tekan teks sebagai petunjuk dan banyak penjelasan yang membeda-bedakan di antara apa saja wujud materi yang menjadi bagian dalam hidup manusia didunia.
Kata kunci “petunjuk, penjelas, dan pembeda” merupakan kata-kata ijmali (global) yang memiliki makna sangat luas dan mendalam saat dimaknai pada peristiwa tertentu. Begitupun memaknai pengikisan perilaku buruk pada diri akan terlihat dan dapat dirasakan oleh akal pikiran sehat, apalagi suara hati nurani. Siapa pun mereka, selama statusnya manusia, sudah dipastikan ada potensi buruk dan kecenderungan mengalami keburukan dalam hidup pasti pernah dialami.
Mengikis hawa nafsu keburukan di bulan Ramadhan momentum tepat, pasalnya sebagai “bulan petunjuk” dan ritual vertikal dikerjakan secara berjamaah, ada pembentukan suasana psikologis positif. Saat pada berpuasa bersamaan, termasuk anak usia belia, begitu sangat kuat magnetnya.
Bahkan tidak sedikit beberapa di antara anak usia dini, mereka berumur tepatnya usia prasekolah, faktanya cukup banyak sudah mampu berpuasa tamat satu hari penuh. Mereka berpuasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari saat tiba waktu Magrib dan kemudian beberapa hari selanjutnya.
Dengan masif dan intensif para ustadz di sekolah atau madrasah memberikan penjelasan banyak hal tetang saum atau puasa. Hal wajar, sebagian besar umat atau orang Islam terpengaruhi orang efek dogma dan doktrin dari paham keislaman yang setiap tahun berkali-kali yang disampaikan.
Karena berjamaah berpuasa, efek lainnya yaitu keburukan dan tindakan tercela terkurangi akibat takut dan malu di hadapan banyak orang. Bahkan, muncul di kalangan anak usia sekolah bahwa setan diikat oleh Allah Ta’ala, tidak berkeliaran mengganggu umat manusia sesaat selama bulan Ramadhan.
Doktrin tersebut sangat efektif menciptakan image bagi anak-anak bahwa saum Ramadhan menjadi aktivitas ibadah yang dilindungi. Selain hal demikian, ada tren yang membudaya di bulan Ramadhan tetiba mengubah tradisi makan dan minum yang enak nan lezat. Sehingga, secara visual keburukan yang tampak di permukaan akan terkikis dengan lambat laun dan akan ada bertransformasi mengubah diri menjadi kebaikan.
Kekuatan psikologis yang besar mengubah aura positif lingkungan yang mempengaruhi sikap diri, keluarga, warga, dan masyarakat pada umumnya. Bahkan, mengubah cara pandang manusia di dunia sehingga sangat berdampak pada orang-orang di dunia. Momentum saum Ramadhan, tidak hanya berlaku bagi negara tertentu mayoritas muslim, tetapi seluruh umat muslim di belahan dunia.
Kaifiyat atau tata cara menunaikannya sangat terbuka. Siapa pun mereka dapat melihat dan ikut merasakan vibrasi nilai-nilai spiritnya hingga mampu mendatangkan banyak nilai manfaat pendidikan, sosial, politik, dan terlebih nilai ekonomi.
Di bulan suci tersebut, nilai pendidikan mampu mendobrak perilaku indisipliner yang mengubah budaya cenderung lebih disiplin tanpa diarahkan secara agresif karena ada kesadaran diri setiap individu umat. Sebut saja contoh sederhana, waktu masak untuk berbuka puasa dan jadwal makan sesaat berbuka dan makan sahur di saat menjelang fajar shadiq muncul di langit-langit angkasa.
Kedisiplinan yang menjadi tradisi saat Ramadhan telah mengubah manusia secara serentak cenderung meningkatkan kualitas hidup lebih bermoral dan berakhlak atau secara personal akan memupuk jiwa-jiwa yang mampu mengkondisikan jasad dari keburukan malas. Nilai sosial mampu menciptakan sikap peka dan peduli penuh simpati dan empati pada sesama.
Apalagi terhadap orang-orang papa duafa memiliki motivasi kuat untuk berbagi rezeki sehingga sikap demikian terhindar sikap arogansi yang sombong. Begitupun nilai ekonomi benar-benar mempengaruhi aktivitas usaha meningkat hingga berlipat ganda bernilai berkah.
Keburukan akan selalu ada yang mengintai setiap saat. Kadang-kadang tak disadari, banyak tindakan dan perbuatan yang dilakukan mengandung unsur-unsur keburukan yang tidak dapat terdeteksi sehingga hal demikian akan merusak nilai keberkahan.
Lebih bahaya saat terus-menerus diabaikan akan bertransformasi menjadi keburukan yang dilegitimasi oleh situasi dan kondisi. Maka di bulan Ramadhan disarankan dapat dijadikan momentum mengevaluasi dan berintrospeksi atau bermuhasabah diri, melakukan detoksifikasi sifat-sifat keburukan yang menempel dalam jiwa dan raga cukup lama.
Satu bulan lamanya dianggap cukup untuk detoksifikasi sifat buruk yang belum kronis. Sementara itu, jika menyadari betul bahwa perbuatan dosa sangat kronis yang akut di saat Ramadhan memperbanyak aktivitas ibadah tambahan yang dianjurkan hingga benar-benar bulan tersebut menjadi bulan terakhir dalam hidup. Bulan tersebut banyak petunjuk segala hal untuk solusi apa pun tersedia.
Ada yang lebih dahsyat dan luar biasa yaitu satu malam yang bernilai setara dengan seribu bulan lamanya. Di malam itu, seluruh mahluk di muka bumi berlomba-lomba ingin mendapatkannya. Apalagi umat manusia yang berkeyakinan benar terhadap ajaran Allah Ta’ala, mereka berupaya keras untuk mendapatkan malam tersebut.
Secara wujudiah tidak dapat digambarkan bagaimana malam itu datang dan tiba menjadi peristiwa spiritual yang Agung. Nilainya mampu mengubah keadaan diri manusia dan isinya dengan super cepat. Sekronis apa pun penyakit keburukan dalam diri kita, jika ketundukan, kekhusyukkan, dan keikhlasan dipupuk melalui saum Ramadhan serta ibadah lainnya.
Hak preogratif Allah Ta’ala tidak akan pernah salah memberikan kasih sayang kepada hamba-Nya dan itu mustahil bagi-Nya. Sehingga bulan suci tersebut benar-benar bulan yang menjadi istimewa bagi siapa pun yang tunduk, patuh, dan sadar bahwa yakin benar dan sebenar-benarnya keistimewaanya mampu mengubah keburukan setiap individu menjadi baik dan bersih hati, jiwa dan raga.
Hawa nafsu angkara murka, sombong, dan takabur lenyap seketika tak berdaya. Lemah selemah-lemahnya saat ruang dan waktu kemuliaan Ramadhan digunakan untuk beribadah, baik ibadah ritual vertikal maupun ibadah sosial horizontal.
Banyak cerita dan kisah nyata serta pengalaman spiritual saat di bulan Ramadhan. Rasulullah Muhammad SAW ketika itu sedang salat bersama sahabat dan ketika mengadahkan tangan ketika berdoa, cuaca saat itu dalam kondisi mendung dan tidak lama hujan turun dengan deras hingga ada salah satu dari sahabat mengurungkan niat berjamaah.
Namun, melihat Rasul tetap diam dan sujud penuh khusyuk, semua sahabat mengikutinya. Masjid kala itu terendam akibat air hujan dan Rasulullah tetap sujud dengan khusyuk sekalipun terendam air, di waktu bersamaan ada sahabat yang menggigil kedinginan. Ternyata, kenapa Rasulullah tetap sujud tak bergerak sediktipun walau terendam air hujan, karena Rasulullah melihat cahaya ilahi dan keindahan dia tidak bergerak dikhawatirkan momentum melihat kedahsyatan tersebut menghilang dari penglihatannya.
Kemudian saat bangun mengangkat kepala, saat itu juga hujan berhenti seketika. Kemudian di antara sahabatnya mengambil kain kering untuk beliau, tetapi dicegah dan berkata kepada Anas, “Biarkanlah kita sama-sama basah dan pakaian kita akan kering dengan sendirinya.” Kisah tersebut salah satu peristiwa malam seribu bulan masa Nabi Muhammad SAW. Wallahu’alam.
*Wakil Ketua PWM Jawa Barat