
Oleh: Ace Somantri*
PENYAMBUTAN hangat bulan Ramadhan bukan hanya orang dewasa atau para orang tua, melainkan disambut bahagia anak-anak usia dini. Masih ingat para orang tua hari ini saat masa kecil dulu, bersama orang tua bercengkerama menyambut gegap gempita setiap bulan suci Ramadhan.
Begitupun saat harus menunaikan ibadah saum, hal yang disambut oleh anak-anak usia dini sedikit berbeda dengan orang dewasa. Bagi mereka yang dewasa saat masuk bulan Ramadhan, pasti ada nilai lain yang motivasi semangat, di antaranya akan bertemu sanak famili yang saling berjauhan jarak tinggal, baik itu karena tempat kerja maupun memang karena tinggal domisili.
Sementara itu, bagi anak-anak usia dini, sangat sederahana, yaitu setiap kali bertemu bulan suci Ramadhan biasanya mendapatkan privilege dalam hal makanan dan minuman cukup spesial. Termasuk uang jajan khusus diberikan kala menjelang Magrib juga untuk dibelikan kembang api dan petasan.
Benar-benar ada nuansa berbeda bulan Ramadhan, selain magnet spiritual yang menjadi khas utama. Bulan Ramadhan, entah sejak kapan masyarakat muslim Indonesia membiasakan atau membudayakan saling membangun simpati dan empati dalam lingkungan keluarga.
Di kampung saya, misalnya, sependek yang diketahui tahun 1980-an hingga tahun 1990-an sangat terlihat sikap saling membahagiakan, termasuk ada hal yang mentradisi hingga kini, yaitu menyediakan makanan untuk buka dan sahur. Kadang-kadang secara khusus bertanya kepada anak-anaknya terkait menu makanan yang diminati, demi untuk selalu berupaya memberi nutrisi makanan yang bergizi.
Terlebih orang tua sangat bahagia ketika anak-anak yang masih belia ikut berpuasa bareng. Hal itu salah satu yang menjadi faktor orang tua menyediakan makanan yang enak dan lezat. Bahkan, jika anaknya yang masih usia balita, tetapi sudah mulai ikut sahur dan berminat saum, itu menjadi kebahagiaan tersendiri.
Sangat terasa saat bulan Ramadhan tiba, seingat yang dialami ketika usia empat hingga lima tahun sudah ikut berpuasa bareng orang tua, tamat penuh satu bulan. Ternyata di balik lelah, lesu, dan letih yang diakibatkan lapar dan haus dahaga, ada motivasi kuat yang dilatarbelakangi karena ada hal yang menjadi harapan yang dicapai, yakni sebuah hadiah dari orang-orang dewasa termasuk orang tua.
Kata puja dan puji sebagai anak baik dan saleh, hebat dan kuat, serta dibujuk rayu agar menjadi anak yang pintar. Sehingga dari kata dan kalimat tersebut membuat jiwa dan raga menjadi luluh karena memang ingin hati bahwa diri kita benar-benar menjadi anak yang dikatakan dalam pujian manja tersebut.
Hal yang paling diminati adalah sebuah hadiah bersifat wujud material, dan biasanya dalam bentuk uang yang cukup besar dibandingkan dengan uang jajan yang dikasih selain di bulan Ramadhan. Itu sebuah fakta yang dialami. Begitupun saat ini sebagai orang tua berupaya melakukan hal sama dan memotivasi kepada anak kita agar tetap menjalankan shaum walaupun masih belia.
Saat setelah dewasa, apalagi sudah menjadi orang tua dari anak-anak yang sebagian tumbuh dewasa. Aktivitas mengahadapi bulan suci Ramadhan, alhamdulillah sejak usia belia sudah belajar untuk berpuasa. Awalnya, ada kekhawatiran, karena pada umumnya anak usia dini saat ini cenderung kurang mandiri. Lebih banyak mental manjanya yang mendominasi sikap perilakunya.
Namun, mencoba memberikan pengertian yang dapat dipahami anak seusianya dengan bahasa yang diupayakan benar-benar anak mengerti dan mau mengikuti saran untuk berpuasa di bulan Ramdhan. Sekalipun ibadah salat yang pokok kadang-kadang sulit untuk dikerjakan.
Cukup aneh, untuk saum dengan kondisi lapar dan haus mampu bertahan, sementara untuk salat yang hanya beberapa menit sulitnya minta ampun. Keterpaksaan untuk salat, jauh lebih susah dibandingkan dengan saum bagi anak-anak usia dini saat di bulan Ramadhan. Kecuali ramai-ramai bersama teman-teman seusianya.
Namun, kadang-kadang, bagi sebagian banyak orang tua saat anaknya yang usianya balita sudah belajar saum cenderung dipaksa untuk berpuasa dengan berbagai alasan membujuknya. Sementara itu, untuk membujuk berbuat shalat tidak setelaten menyuruh untuk berpuasa.
Hal unik dan menarik, memang ibadah saum di bulan Ramadhan benar-benar bulan pendidikan dan latihan bagi anak-anak usia dini. Menginternalisasikan nilai-nilai pada anak usia dini melalui puasa memang cukup efektif, sekalipun ada fenomena unik di atas. Sedikit dimaklumi, kenapa hal itu seolah-olah berpuasa lebih penting dari melakukan salat, padahal sebaliknya.
Namun, dapat dipahami bahwa kenapa orang tua lebih fokus membujuk rayu anak usia dini berpuasa lebih telaten dan fokus. Tampaknya ada kaitannya dengan momentum waktu, kesempatan waktu terbatas yang menjadikan berbuat demikian sehingga sikapnya cenderung memprioritaskan ibadah saum.
Alasan tersebut hanya perkiraan pandangan dari luar sekaligus apa yang dirasakan langsung, semoga tindakan tersebut tidak salah mutlak. Pasalnya, sebagian besar orang tua pada umumnya mengarahkan anak saat di bulan Ramadhan seperti itu. Faktanya, anak balita yang belajar saum akan menjadi investasi utama dalam penanaman nilai spiritual dalam bentuk lain sehingga saat tumbuh dewasa sudah tertanam ketaatan dan kepatuhan terhadap ajaran Islam.
Ada beberapa nilai ajaran saat anak berpuasa di bulan Ramadhan. Pertama, anak mengetahui yang harus diperbuat bahwa saat tiba bulan Ramadhan umat muslim wajib berpuasa selama satu bulan penuh. Kedua, anak diajarkan untuk berupaya mentaati dan patuh pada ajaran agama Islam yang dianutnya.
Ketiga, anak diajarkan memahami dalam menerapkan rukun Islam yang senantiasa dihafal saat di sekolah atau di pengajian. Keempat, anak diajarkan mengetahui kaifiat saum wajib bagi umat Islam secara faktual sambil diikuti praktik berpuasa.
Kelima, anak diajarkan untuk disiplin waktu kapan jadwal berbuka shaum dan makan sahur menjelang Subuh. Keenam, anak diajarkan menahan haus dahaga dan lapar dalam waktu yang terukur,sehingga terlatih menahan hawa nafsu.
Ketujuh, anak diajarkan melaksanakan selain kewajiban juga kebaikan yang dianjurkan. Kedelapan, anak diajarkan berjamaah dalam hal ibadah atau ta’abudi kepada Allah SWT, termasuk mempraktikan zakat sebagai kewajiban membersihkan jiwa (tazkiyatun nafs) dengan zakat fitrah saat akhir bulan Ramadhan.
Pendidikan di bulan Ramadhan, bagi anak usia dini salah satu bagian dari laboratorium ibadah ta’abudi, baik secara langsung maupun melalui berbagai hal lainnya. Saum Ramadhan karena menjadi sarana pendidikan, maka ada baiknya setiap orang tua dapat mempersiapkan perangkat untuk menunjang kegiatan anak-anaknya saat Ramadhan. Momentum Ramadhan sangat ideologis dan strategis dalam mentransformasi nilai-nilai kebaikan kepada anak usia dini dalam waktu cukup panjang, bahkan bila perlu didesain target dan tujuan yang tepat dan pas untuk usia mereka.
Selama ini biasanya, target-target orang tua lebih kepada dirinya sendiri seperti khatam Al-Quran melalui program tadarus, sementara anaknya pesantren kilat di masjid-masjid. Tradisi tersebut sudah baik, namun alangkah lebih baik ada evaluasi tingkat kebermajuannya setiap tahun.
Jangan sampai terkesan hanya sekadarnya. Tidak ada nilai peningkatan kualitas produk progamnya “begitu-begitu saja dari dahulu kala hingga kini”. Yang menempel pada memori anak tidak ada yang luar biasa sehingga tidak ada tantangan yang menarik bagi anak atau generasi sebelumnya. Anak usia dini wajib dan butuh stimulasi praktik ibadah ta’abudi dengan kemasan kreatif dan inspiratif. Wallahu’alam.
*Wakil Ketua PWM Jawa Barat