Kabar Muhammadiyah Jawa Barat

Menata Gaya Halal Kaum Milenial

Bandung (16/8)–Berinteraksi dengan generasi millennial susah susah gampang. Pasalnya generasi ini generasi yang sangat kritis menanggapi sebuah masalah, mampu menerima tantangan yang membuat hormone adrenaline mereka meningkat, walapun generasi ini kerap sekali disebut generasi nunduk, asyik dengan gadgetnya sendiri, anti sosial dan anti kerumunan.

Namun pada kenyataannya generasi milenial mendominasi beberapa hal diantarannya, gaya hidup, trend, cara bergaul, cara menangani keuangan hingga karier mereka. Karakter generasi milenial senang mengambil resiko, suka berpetualang dan selalu siap untuk merebut peluang, mempersiapkan diri dengan konsep kreatif, inovatif dalam hal bisnis dan pemamfaatan dalam teknologi informasi. Di dalam karir, hampir mustahil membayangkan perusahan baru tanpa generasi millennial. Untuk bermimpi, bercita cita dan mengeksekusi sesuatu, para pemula butuh bakat yang giat dan energik sebab ini merupakan DNA yang dimiliki oleh generasi milenial.

Membersamai generasi millennial dalam event Credigifest, Cimahi: Creative Digital Festival dengan tema “Indonesia Facing Digital Industri 4.0” pada 26 – 28 Juli 2019 silam. Sosialisasi halal yang disampaikan oleh Saepul Adnan kali ini mengangkat tema “Indutsri Halal di revolusi 4.0”.

Revolusi Industri 4.0 menghadirkan tantangan dan peluang besar bagi kemajuan industri halal di Indonesia maupun dunia, sehingga dibutuhkan kesiapan stakeholder ekonomi syariah dalam menyelesaikan problema kompleks dari digitalisasi ini. Pelaku ekonomi syariah dituntut untuk terus berinovasi dalam riset produk dan pasar dan merupakan amanah guna memajukan industri halal sebagai produk unggulan dalam mendongkrak popularitas ekonomi syariah.

Dalam paparannya, Adnan (sapaan akrabnya) yang juga selaku dosen dan ketua program studi teknologi pangan halal universitas muhammadiyah bandung menyampaikan bahwa dalam program Making Indonesia 4.0 ada 5 sektor yang diunggulkan oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi revolusi industri 4.0, yaitu pertama sektor makanan dan minuman, tekstil dan fashion, otomotif, kimia dan elektronik. Industri halal menjadi bagian dalam 5 sektor tersebut.

Industri halal saat ini bergerak pada tatanan pendidikan islam seperti sekolah islam terpadu dari pendidikan tingkat dasar sampai pendidikan menengah, Fashion syariah atau hijab syar’i bahwa selain sebagai kewajiban menutup aurat yang Alloh SWT perintahkan, tren hijab telah tumbuh menjadi bisnis seperti jamur di musim hujan. Juga industri makanan dan minuman halal, farmasi, kosmetik dan obat obatan merupakan hal penting bagi kelangsungan hidup manusia.

Perkembangan terakhir adalah destinasi halal, industri ini dikemas dalam bentuk pariwisata halal atau halal tourisme. Kesemua industri ini diperuntukan mewujudkan ekenomi syariah Indonesia.
Menurut State of Global Islamic Economic Report 2013, Bahwa sektor makanan dan minuman memiliki nilai sebanyak 1.088 Trilyun merupakan urutan kedua setelah ekonomi syariah yang nenempati nilai sebaesar 1,354 Trilyun. Disusul dengan sektor pakaian dan fashion syariah, halal media, obat obatan dan kosmetik. Berbeda dengan Indonesia, pasar produk halal makanan dan minuman mencapai 170 milyar dollar amerika lebih mendominasi daripada produk keuangan/finansial syariah yang hanya mencapai 82 milyar dollar amerika pada tahun 2017.
Menurut www.androitmarketresearch.com/industry-reports/halal-market menyebutkan bahwa ukuran pasar halal dunia mencapai 4.55 trilyun USD pada tahun 2017, seiiring dengan meningkatkannya populasi muslim didunia. Segmen pangan halal mendominasi sebesar 43% , media dan fashion masing masing sebesar 23 %., disusul oleh halal tourisme 8 %, Obat dan kosmetik masing masing 7 dan 5 %. Itu artinya tiga area seperti pangan, media dan fashion perlu menjadi perhatian untuk dikembangkan bagi generasi millennial. Teknologi pangan saat ini terus berkembang seeiring dengan berubahnya gaya hidup dan pola konsumsi generasi millennial. Hal tersebut menjadi tantangan bagi industri halal mengingat bahan pangan yang telah diolah berubah status dari yang tadinya halal menjadi samar – samar (subhat/mutasabihat). Sebagai ilustrasi yang di sampaikan oleh Dr. Ana Rosminar ketua LPH Universitas Yarsi bahwa ketika kita berbicara pisang, pasti semuanya mengatakan halal (halal liizatihi) atau secara dzatnya pisang tersebut halal. Kemudian dengan teknologi, pisang itu diolah menjadi panganan yang lebih lezat dan menarik bagi konsumen menjadi banana nugget, pisang keju, pisang crispy dan lain lain. Dalam proses pengolahannya ada beberapa bahan tambahan pangan (BTP) yang dimasukan yang status kehalalannya masih dipertanyakan. Itu artinya ada titik kritis yang harus ditelusuri oleh seorang auditor halal pangan bahwa dari mana sumber BTP berasal.
Dakwah Halal bagi millennial perlu dikemas secara unik dan menarik, baik dari sisi konten maupun media penyampainya, karena generasi millennial ini merupakan generasi yang selalui ingin eksis dan didengar oleh siapapun dan dimanapun seperti yang disampaikan oleh Riyanda Utari M. Psi selaku psikolog dan ketua program studi psikologi Universitas Muhammadiyah Bandung. Hal senada disampaikan oleh Fitri Nur Afifah sebagai CEO Komunitas Teman Halal Bandung menyebutkan bahwa kesadaran halal generasi millennial masih sangat rendah disela sela peresmian dan penandatangan nota kesepahaman (MoU) komunitas teman halal dengan pusat kajian halal di acara open house universitas muhammadiyah bandung pada 4 agustus 2019 yang lalu. “Mereka belum memperdulikan label halal dalam mengkonsumsi makanan disaat nongkrong di café atau restoran yang mereka senangi” imbuh fitri dalam acara Talkshow Gayamu Gaya hidup halal.

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button