Oleh: Ace Somantri*
Bandung – Pendidikan akan selalu menjadi topik yang tak pernah usai selama manusia masih hidup. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat fundamental bagi kehidupan di muka bumi. Apa pun ras, etnis, suku, atau kepercayaannya, setiap individu memiliki kewajiban untuk menjadikan dirinya bernilai—tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain.
Sangat jauh dari harapan, apalagi untuk mencapai nilai yang hakiki. Pendidikan merupakan jalan utama dalam membangun nilai luhur dan derajat manusia. Allah SWT telah menegaskan bahwa dengan ilmu (pendidikan), seseorang akan memperoleh derajat yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, wajar dan penting untuk dipahami bersama bahwa pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar. Beragam isu strategis terkait keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan terus berkembang, menyebar ke seluruh penjuru dunia, bahkan hingga ke ruang-ruang kosong yang tak terisi.
Suka atau tidak, pendidikan adalah agenda utama yang tidak bisa diabaikan oleh siapa pun, terutama bagi sebuah negara. Pendidikan merupakan kunci perubahan mendasar untuk mencapai kemajuan. Begitu pula dengan individu, perubahan diri seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan, yang berperan sebagai landasan kuat untuk kehidupan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Nilai pendidikan yang tertanam dalam jiwa dan raga manusia menjadi fondasi utama. Penting untuk dicatat bahwa terminologi pendidikan perlu dibedakan dari pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahan pendekatan dalam upaya pembangunan sumber daya manusia.
Maman Jauhari mencatat pandangan dari seorang pakar terkemuka yang menyatakan, “Education is more about transferring, developing, advancing values; scientific values; academic values, and human values. Learning is more about transferring skills.”
Dari pernyataan tersebut, terlihat jelas perbedaannya. Pembelajaran berfokus pada transfer keterampilan, sedangkan pendidikan berperan dalam mentransfer, mengembangkan, dan memajukan nilai-nilai keilmuan, sistem pengetahuan, serta nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal. Dengan demikian, pendidikan memiliki makna
Dalam proses mentransfer nilai-nilai, sistem pendidikan berperan memberikan semangat dan motivasi kepada setiap individu untuk berusaha keras menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mentransfer keilmuan, tetapi untuk merangsang kemampuan dan keahlian dalam berbagai disiplin ilmu. Hal ini memungkinkan individu untuk mengembangkan potensi mereka sesuai dengan kebutuhan masyarakat, baik untuk hari ini maupun masa depan.
Pendidikan memegang peran krusial, tidak hanya untuk mengembangkan, tetapi juga memajukan berbagai bidang dan sektor kehidupan. Advancing values menjadi hal yang mutlak karena akal sehat berfungsi sebagai alat utama untuk memilah dan menetapkan skala prioritas. Mulai dari hal yang sangat penting hingga aspek pendukung yang menunjang kesempurnaan secara objektif.
Upaya memajukan ini tidak hanya untuk kepentingan pribadi. Namun, bertujuan untuk membangun kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan negara. Tanggung jawab moral ini berlaku bagi siapa pun yang menyadari bahwa hidup di dunia membawa konsekuensi amanah yang harus dijalankan dengan penuh kesadaran dan komitmen.
Mentransfer, mengembangkan, dan memajukan nilai-nilai pendidikan secara konseptual dapat diwujudkan dalam beberapa aspek penting. Pertama, nilai-nilai saintifik yang menanamkan tradisi transparansi, objektivitas, penghormatan pada bukti empiris, serta kejujuran intelektual. Kedua, nilai-nilai akademik yang mencerminkan kejujuran, kepercayaan, keadilan, rasa hormat, dan tanggung jawab.
Ketiga, nilai-nilai kemanusiaan yang memberikan individu kekuatan jati diri untuk memiliki hak otonomi, berkomunitas, berkreativitas, dan memegang kendali atas dirinya hingga mampu mencapai kemandirian serta mengarahkan hidupnya secara dewasa. Dalam konteks pendidikan, nilai kemanusiaan ini juga tercermin melalui sikap penuh cinta, kedamaian, perilaku benar, serta upaya menghindari tindakan anarkistis, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dipahami dengan baik bahwa mengubah cara berpikir manusia memerlukan waktu dan media yang tepat untuk menghasilkan perubahan sikap dan perilaku. Nilai-nilai yang telah dijelaskan sebelumnya sebenarnya merupakan standar baku dalam pendidikan Islam yang orisinal. Keteladanan Nabi Muhammad SAW sebagai role model menjadi penegasan atas pentingnya penanaman nilai-nilai tersebut dalam diri manusia untuk mempercepat proses perubahan.
Sikap Nabi yang empat mencakup seluruh nilai pendidikan yang telah didefinisikan, namun dalam praktiknya, pendidikan Islam sering kali dimaknai secara kurang fleksibel dan dinamis sehingga terkesan kaku dan kurang adaptif. Padahal, salah satu sikap Nabi, yaitu sidiq, yang sering diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran, merupakan syarat mutlak dalam membangun keilmuan. Dalam dunia akademik, nilai ini sering dikaitkan dengan prinsip rasionalitas, logis, objektif, dan ilmiah.
Sikap intelektual seorang individu, terutama yang berkeyakinan agama Islam, seharusnya tidak meninggalkan ruang bagi stagnasi atau ketidakberubahan. Nilai-nilai dasar pembaruan sudah dirumuskan dengan jelas dalam konteks pendidikan sebagai kunci utama kemajuan. Namun, keterlambatan kemajuan bangsa-bangsa sering kali disebabkan oleh sikap yang miskin dan fakir dalam “membaca” atau iqra terhadap dinamika zaman, dari generasi ke generasi di setiap pergantian dekade kehidupan manusia.
Sikap-sikap diri yang menjadi penghambat kemajuan ini meliputi kesombongan intelektual, seperti merasa sudah mengetahui padahal tidak tahu, merasa paham padahal tidak mengerti, merasa mampu padahal hanya sekadarnya, dan merasa terampil padahal hanya menduplikasi. Selain itu, tindakan yang lebih banyak bersifat seolah-olah dibandingkan fakta nyata menggambarkan jauhnya sikap diri dari nilai-nilai pendidikan yang hakiki, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Pendidikan yang ideal bukan sekadar memindahkan kata-kata dan data, tetapi juga mentransformasi setiap aspek dari perkembangan yang terjadi dalam realitas kehidupan. Proses transfer nilai harus mampu merangsang alam pikiran untuk berpikir lebih kritis terhadap setiap fenomena yang dihadapinya. Transformasi dan sikap kritis inilah yang menjadi indikator nyata bahwa proses transfer nilai telah berhasil. Jika sikap tersebut tidak tampak dalam diri seseorang, maka proses transfer nilai dalam pendidikannya patut diragukan.
Penting untuk dicatat bahwa dinamika kehidupan manusia akan terus berlangsung selama dunia dan isinya masih ada. Oleh karena itu, transfer nilai harus mampu mentransformasi diri sesuai dengan perkembangan yang terjadi, kapan pun dan di mana pun.
Pendidikan sejatinya bertujuan untuk mengembangkan, bukan sekadar menjalankan proses seperti apa adanya. Pendidikan yang mengembangkan harus didasarkan pada kemampuan untuk menciptakan hasil yang tidak hanya menjalankan rutinitas, tetapi juga mampu mendorong alam pikiran menjadi lebih kritis, konstruktif, dan solutif. Pendidikan semacam ini tidak boleh menghasilkan gagasan yang sempit, manipulatif, atau licik.
Pengembangan yang sejati bertujuan untuk meningkatkan mutu daya nalar kritis, sehingga mampu memperluas kapasitas berpikir. Kemampuan berpikir ini akan menanamkan keinginan untuk terus belajar dan mengetahui banyak hal. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan aktif bersosialisasi dan menjelajahi dunia luar, guna memahami apa yang terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap diri maupun lingkungan.
Dengan peningkatan kapasitas berpikir, individu akan mampu mengembangkan diri menjadi lebih kreatif, inovatif, dan produktif dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini juga membuat seseorang lebih cepat beradaptasi dengan perubahan dan tantangan yang dihadapi.
Pendidikan seharusnya memajukan, bukan sekadar menikmati kenyamanan atau menciptakan zona aman, apalagi malah mundur. Pendidikan yang memajukan selalu sejalan dengan tahapan sebelumnya, yaitu terjadi transfer nilai yang mentransformasi, dan pengembangan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu.
Dengan demikian, memajukan merupakan konsekuensi dari transformasi nilai pendidikan bermutu. Pada akhirnya nanti dapat menghasilkan individu yang mampu memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sesuai dengan tuntutan masa kini dan masa depan yang kompetitif.
Pendidikan yang memajukan juga memiliki makna untuk mensejahterakan kehidupan manusia. Hal ini berlandaskan pada nilai-nilai yang ditransfer dan dikembangkan yang mencakup kebutuhan jasmani dan rohani. Produktivitas yang dihasilkan dari pendidikan menjadi bukti nyata bahwa pendidikan tersebut memang memajukan.
Jika pendidikan justru membebani tanpa memberikan solusi, berarti ada kesalahan dalam pengelolaannya, dan hal ini harus disadari dengan penuh kesadaran. Wallahu’alam.
*Dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PWM Jabar