Oleh Roni Tabroni
Lembaran sejarah Muhammadiyah selalu penuh kejutan. Begitulah pendiri persyarikatan ini KH. Ahmad Dahlan memulai langkah berkemajuan sejak titik nol dimana sajadah panjang perjuangan dimulai.
Bahkan, menarik ke belakang, Kyai Dahlan sudah membuat langkah kontroversial sebelum Muhammadiyahnya sendiri didirikan, yaitu ketika membuka sekolah di rumahnya tahun 1911 dengan mengadopsi sistem pendidikan Belanda dicampur pelajaran agama.
Bukan Kyai Dahlan kalau menyerah pada keadaan. Ketika melihat kemungkaran, beliau tampil ke depan untuk mengingatkan. Pun ketika melihat ketimpangan.
Kyai Dahlan tidak sudi menyaksikan anak-anak terlantar di jalanan, orang miskin kelaparan, dan masyarakat bodoh tanpa upaya pendidikan yang memadai.
Langkah kecil namun konsisten dimulai, dibantu beberapa santrinya yang begitu loyal.
Sejak awal Kyai Dahlan sudah mencanangkan empat pilar penting yang menjadi titik perhatian saat itu.
Keempatnya yaitu bahagian pendidikan, bahagian taman pustaka, bahagian tabligh, dan bahagian penolong kesengsaraan oemoem. Keempatnya menandai kebutuhan yang sangat mendesak pada saat itu.
Pendidikan mengkongkritkan gerakan mencerdaskan masyarakat yang saat itu dijajah Belanda berabad-abad tanpa asupan ilmu yang memadai.
Taman pustaka menandai pentingnya tradisi literasi, bahkan juga harus mengadopsi model perpustakaan modern dan menghadirkan media massa (Suara Muhammadiyah) yang amat mewah pada saat itu.
Tabligh menandai pentingnya mendakwahkan pemahaman Islam yang sesuai qur’an-sunnah kepada masyarakat yang dianggap beragama tidak murni lagi.
Sementara PKO menunjukkan kepedulian sosial yang tinggi mengingat banyak anak terlantar dan masyarakat miskin yang perlu ditolong, termasuk kesigapan dalam menghadapi bencana dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Bukan tanpa protes dan sikap apatis dari masyarakat pada masanya, tetapi ketajaman batin Kyai Dahlan memastikan bahwa segala yang dirintisnya akan berhasil.
Keyakinan itu didasarkan pada niat yang tulus untuk mengabdi, bukan kepentingan pribadi.
Selain orang luar, banyak di antara para murid dan teman-teman seperjuangannya pun awalnya meragukan dengan gagasan-gagasan berkemajuan dari Kyai Dahlan.
Pikiran yang melampaui zamannya membawa Kyai Dahlan pada perjuangan panjang tak berujung.
Beliau tepatnya telah menginspirasi generasi berikutnya untuk melanjutkan spirit keteladanan dalam kegiatan syiar Muhammadiyah.
Selain mengajarkan agama dan kepekaan sosial, Kyai Dahlan juga memberikan contoh paling konkrit dalam bentuk perbuatan keseharian.
Itulah mengapa setidaknya kita dapat mengidentifikasi berkemajuan Kyai Dahlan setidaknya dari dua hal tadi yaitu dari perkataan dan perbuatan.
Misalnya kata berkemajuan sendiri sudah didoktrinkan Kyai Dahlan kepada para murid dan kadernya sejak awal.
Suara Muhammadiyah mencatatkan kalimat “berkemajuan” ini sebagai pemicu warga Muhammadiyah untuk senantiasa berpikir terbuka, toleran, berilmu mendalam, menambah jaringan, dan selalu orientasi masa depan.
Sedangkan dari sisi perbuatan, berkemajuan Kyai Dahlan dapat dirunut dari berbagai amal sosial yang dirintisnya, setiap hari selalu bertambah, setiap saat semakin membanyak, bukan hanya di dalam negeri tetapi juga ke mancanegara.
Dari keseluruhan amal usahanya, sulit menghitung secara pasti — karena setiap hari hampir bisa dipastikan ada peletakan batu pertama dan peresmian amal usaha baru.
Intinya, Kyai Dahlan selain berpikir maju, juga adaptif terhadap metode dan perangkat sebagai simbol peradaban.
Bangku dan kursi sekolah yang dulu dianggap tabu bagi pribumi, dianggap sebagai simbol pendidikan penjajah, oleh Kyai Dahlan diadopsi.
Justru sekolah dengan menggunakan alat-alat baru itu sebagai wujud berkemajuan. Membuat media massa bagi Kyai Dahlan juga wujud berkemajuan, sehingga dakwah tidak hanya dilakukan di mimbar dengan jamaah yang terbatas.
Jika saja Kyai Dahlan masih ada sekarang, beliau akan mengintegrasikan seluruh simbol peradaban ini ke dalam persyarikatan dengan amal sosial terbesar di muka bumi ini.
Kyai Dahlan akan menggunakan Artificial Intelligence (AI) ke dalam aktivitas dakwahnya, beliau juga akan menggunakan big data sebagai data base dan acuan kebijakan persyarikatannya.
Dari sisi media, beliau tidak hanya puas dengan media berbasis print yang sudah dimulai sejak 1915, tetapi akan melakukan konvergensi multiplatform untuk menjangkau umat di berbagai ruang baik fisik maupun virtual.
Untuk mengupayakan seluruh cita-citanya, sepertinya Kyai Dahlan bukan hanya puas dengan menyebarkan Muhammadiyah di tanah air tetapi juga di seluruh muka bumi dan mungkin juga memikirkan kehidupan di planet lain.
Seluruh simbol kemajuan dalam kehidupan ini menjadi tools untuk mensyiarkan Islam dan kebenaran melalui potensi yang tersebar di berbagai belahan bumi.
Investasi SDM
Karenanya di sini penting kembali belajar bagaimana cara Kyai Dahlan mencetak generasi-generasi emas sejak dini. Mengkader anak muda yang visioner, berpendidikan tinggi, memiliki militansi terhadap agama dan kemajuan, memiliki keberanian dan jaringan yang luas, serta mampu bekerjasama dengan siapapun.
Namun, perlu upaya dimana Muhammadiyah dengan sengaja menanam bibit-bibit generasinya dengan serius, terencana, dan dilakukan secara konsisten.
Perpaduan antara visi, semboyan berkemajuan, dan amal sosial, harus didukung oleh ketersediaan SDM yang kompak dan hebat.
Mereka merupakan tim kerja yang pandai bicara dan terampil bekerja. Orang-orang yang sudah terdidik dan siap mewujudkan cita-cita persyarikatan.
Sebuah tim yang tidak lagi berpikir sempit dan memiliki ego sektoral, tetapi memiliki cakrawala yang luas dan siap membangun peradaban baru dengan memanfaatkan jejaringnya secara produktif.
Investasi SDM harus menjadi fokus program dalam membangun iklim persyarikatan yang lebih kondusif. Roda organisasi yang sangat gemuk harus dikendalikan oleh manusia-manusia yang tidak lagi terjebak pada kubangan persoalan dan cara berpikir sempit.
SDM Muhammadiyah ke depan harus mampu mengendalikan perubahan agar persyarikatan ini tetap memiliki elan vital perjuangannya seperti awal ketika Kyai Dahlan mendirikannya.
Membaca arah pikiran Kyai Dahlan dalam berdakwah salah satu kelebihannya yaitu ketajaman dalam membaca realitas, sensitif terhadap persoalan sosial, kaya akan solusi praktis, kemampuan mempraktikkan mengkongkritkan perintah-perintah Allah di dalam Al-Quran, dan pemahaman keagamaan yang mendalam dan berkemajuan.
Kemudian bagaimana Kyai Dahlan juga membaca alam ke depan, yang belum tentu terpikirkan bagi generasi sezamannya.
Maka konteks SDM ini menjadi sangat relevan karena kelak Kyai Dahlan akan mendorong para murid dan kadernya untuk berpendidikan tinggi, mencari ilmu dan pengalaman, kemudian memanggilnya kembali ke Muhammadiyah.
Di awal abad ke-20, Kyai Dahlan sudah mendorong anak-anak muda untuk menjadi dokter dan insinyur, sebenarnya bisa jadi belum terpikirkan oleh banyak orang.
Mungkin mendengar istilahnya saja masing begitu asing, tetapi Kyai Dahlan menyebut beberapa profesi yang sangat menjanjikan itu untuk memotivasi pentingnya pelanjut penggerak persyarikatan ini adalah orang-orang yang berpendidikan maju dan menjawab persoalan ke depan.
Itu artinya juga, Kyai Dahlan mengisyaratkan kebutuhan persyarikatan dan masyarakat ke depan bukan melulu urusan shalat saja, tetapi juga muamalah lainnya yang perlu sentuhan dan kontribusi Muhammadiyah.
Sebab mewujudkan masyarakat yang sebenar-benarnya tidak hanya dapat dilakukan oleh salah satu disiplin ilmu saja.
Perlu multi kompetensi lintas disiplin, namun menyatu dalam satu visi untuk mewujudkan peradaban yang lebih baik tadi.
Jika melihat ke dalam, kebutuhan Muhammadiyah Jawa Barat pun saya kira sama.
Kyai Dahlan akan membakar semangat bermuhammadiyah di Jawa Barat ini dengan melihat realitas sosial dan keagamaan, kemudian menyiapkan SDM terbaiknya.
Dengan segala tantangan dan dinamikanya, Muhammadiyah Jawa Barat harus menjadi simbol kemajuan di tengah persoalan masyarakat yang ada.
Perlu penyegaran di hari ini, kemudian investasi untuk masa depan, sehingga Muhammadiyah Jabar tetap aktual dan mampu menjawab persoalan yang ada.
Mudah-mudahan cara seperti ini tidak keluar dari cara berfikir dan tradisi beramalnya Kyai Dahlan. Wallahu a’lam.