Bandung – Program Studi Teknologi Pangan UM Bandung menyelenggarakan seminar internasional di Auditorium KH Ahmad Dahlan, lantai tiga kampus ini, Jalan Soekarno-Hatta Nomor 752, pada Kamis (25/07/2024). Acara yang juga digelar secara hybrid ini dibuka oleh Rektor UM Bandung Herry Suhardiyanto dan menghadirkan tiga narasumber.
Mereka adalah Dato Azhar Mat Easa dari Universiti Sains Malaysia, peneliti dari Chiang Mai University Thailand Tri Indrarini Wirjantoro, dan dosen UM Bandung Mae Amelianawati. Seminar ini membahas topik “Fungtional Food: Innovations for Preventing Non-Communicable Disease”.
Dalam paparannya secara virtual, Dato Azhar menekankan pentingnya memahami perubahan sifat dan tekstur makanan yang dikonsumsi, terutama dalam hal kalori yang tidak terkontrol. Ia menyarankan agar makanan yang dikonsumsi sebaiknya ramah lingkungan dan bebas dari garam alkali, gluten, natrium, tambahan minyak, pewarna, serta bahan pengawet. Ia juga menekankan pentingnya mengikuti standar yang telah ditetapkan, seperti standar nasional di Malaysia.
“Makanan fungsional memberikan manfaat kesehatan yang melebihi nutrisi dasar. Makanan ini telah diidentifikasi memiliki manfaat kesehatan tertentu, termasuk mengurangi risiko penyakit bagi mereka yang mengonsumsinya,” ujar Dato Azhar.
Sementara itu, Tri Indrarini menjelaskan manfaat probiotik dan prebiotik dalam makanan fungsional. Ia menyoroti bahwa probiotik dan prebiotik dapat mengendalikan diare, memperbaiki masalah intoleransi laktosa, diabetes, obesitas, bahkan kanker.
Ia menambahkan bahwa Lactobacillus bulgaricus dapat menginduksi aktivitas antitumor melalui perubahan fungsi imun yang berhubungan dengan respons imun, efek antiproliferatif melalui regulasi apoptosis dan diferensiasi sel, serta mampu menekan produksi enzim glukuronidase, urease, dan choloyglycine hydrolase oleh bakteri yang tidak diinginkan.
Adapun narasumber ketiga, Mae Amelianawati, mengatakan bahwa makanan fungsional mengandung senyawa aktif biologis yang memberikan manfaat kesehatan. Mae merekomendasikan produk yang diteliti sebelumnya, yaitu tempe gembus, yang mengandung asam fenolik, probiotik, saponin, fitosterol, isoflavon, dan peptida. “Tempe gembus dijual dengan harga rendah karena merupakan hasil pengolahan limbah yang masih dianggap berkualitas rendah,” kata Mae.
Ia menambahkan bahwa salah satu cara meningkatkan nilai ekonomis tempe gembus adalah dengan membuat tepung gembus yang memiliki nilai glutamat tinggi sehingga berpotensi menjadi bahan penyedap rasa. “Jarang sekali orang mengenal produk yang berpotensi membantu kesehatan banyak orang,” tandas Mae.
Selain seminar, acara ini juga diisi dengan festival makanan. Banyak produk karya mahasiswa yang dipamerkan, salah satunya adalah “golden milk” karya Manisha, mahasiswa prodi Teknologi Pangan. Golden milk adalah minuman herbal yang terbuat dari susu sapi yang dicampur dengan kunyit, jahe, lada hitam, madu asam, dan madu manis. Manisha berharap acara seperti ini dapat diadakan secara rutin dan komprehensif di masa depan.
Ketua pelaksana, Ratna Sari, menyampaikan bahwa seminar ini merupakan ajang berbagi pengetahuan antar-akademisi lintas kampus. Hasil temuan para peneliti dibagikan kepada masyarakat luas, terutama mahasiswa Teknologi Pangan UM Bandung, untuk menambah wawasan yang lebih mendalam.
Selain itu, seminar ini juga merupakan bagian dari P2MW. “Seminar internasional ini dilaksanakan sebagai upaya mempererat hubungan antar-universitas di ASEAN. Kami berharap acara ini dapat terus dilaksanakan,” kata Ratna.***(WZ)