Bandung – Dalam resepsi Milad 111 tahun Muhammadiyah di Soreang, Kabupaten Bandung, pada Desember 2023 lalu, salah satu tokoh dan sesepuh Muhammadiyah Jawa Barat KH Iping Zaenal Abidin mendapatkan Anugerah Liftime Achievement dari PWM Jawa Barat.
PWM Jawa Barat memberikan anugerah ini sebagai bentuk apresiasi nyata atas kontribusi dan jejak langkah dakwah sang kiai dalam mensyiarkan Muhammadiyah di Jawa Barat.
Secara terpisah, pada Jumat (26/01/2024), putra kedelapan KH Iping Zaenal Abidin, Muhammad Amin, berterima kasih kepada PWM Jawa Barat atas penghargaan yang diberikan kepada sang ayah. “Tentu kami sebagai perwakilan dari keluarga KH Iping Zaenal Abidin berterima kasih atas penghargaan ini,” tutur Muhammad Amin.
KH Iping Zaenal Abidin lahir di Rawa Tengah, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 19 Maret 1909. Ia merupakan ulama Muhammadiyah sekaligus dosen atau pendidik.
Ulama karismatik ini merupakan putra kedua dari lima bersaudara. KH Iping Zaenal Abidin lahir dari pasangan Sulaeman Subarta Mijaya dan Rumsiyah. Kelima saudara KH Iping Zaenal Abidin adalah Bahrum (wafat pada 1933), Omon Ma’mun (wafat pada 1965), Rukosih, Lili Solihat, dan Salamah.
KH Iping Zaenal Abidin juga tercatat pernah menjadi Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Bandung (Unisba) dan termasuk salah satu tokoh pendiri kampus ini. KH Iping Zaenal Abidin merupakan ulama Muhammadiyah yang handap asor (rendah hati) kepada siapa pun.
Nasihatnya bak mutiara. Ucapan dan motivasinya seperti obat yang sangat ampuh karena ia tegas tanpa kompromi kalau soal agama.
Ia teguh memegang prinsip. Ilmunya sangat luas terutama penguasaan atas hadis. Namun, ia tetap santun kepada siapa saja, bahkan kepada orang yang lebih muda sekalipun.
Satu di antara kelebihan dan melekat dengan KH Iping Zaenal Abidin ialah adabnya, cara bicaranya yang santun, lembut, selalu membungkukkan badan walau lawan bicara secara usia atau ilmu di bawah dirinya. Kalau kiai ini menunjuk, bukan dengan jari telunjuk yang biasa digunakan kebanyakan orang, melainkan menggunakan ibu jarinya.
KH Iping Zaenal Abidin sudah menulis kurang lebih sepuluh buku. Satu di antaranya buku mengenai tanda-tanda kiamat. Ada satu gagasan dalam buku tersebut yang memantik perdebatan terutama dari kiai Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur karena KH Iping Zaenal Abidin cenderung meragukan kemunculan Imam Mahdi yang disebut sebagai tanda kiamat.
Perdebatan dengan kiai NU juga muncul terkait Nabi Isa, yakni apakah ia sudah wafat ataukah diangkat ke langit. Kemudian berdebat juga apakah Nabi Isa masih hidup sampai sekarang dan akan turun menjelang hari kiamat ataukah tidak.
Sejarah juga mencatat bahwa KH Iping Zaenal Abidin bersahabat karib dengan KH Hambali Ahmad. Mereka sudah lama bersahabat. Ulama ini penuh dengan teladan dalam menyampaikan ajaran Islam. Ia tidak silau jabatan dengan hiruk pikuknya kehidupan politik.
KH Iping Zaenal Abidin wafat pada 23 Oktober 2003 di Bandung. Ia dimakamkan di Pondok Pesantren Mahasiswa Manhajuth Thullab, Cibiru, Kota Bandung.***