Kabar Muhammadiyah Jabar—
‘Aisyiyah saat ini telah memasuki periode ke dua abad kedua. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi pun semakin kompleks baik permasalahan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal. ‘
Aisyiyah hadir turut menyelesaikan permasalahan tersebut melalui kepemimpinan perempuan. Komitmen tersebut tertuang dalam dokumen Risalah Perempuan Berkemajuan yang dihasilkan dalam Muktamar ‘Aisyiyah ke-48 lalu.
Di dalam dokumen Risalah Perempuan Berkemajuan tersebut, antara lain terdapat 10 komitmen perempuan berkemajuan, 1) Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, 2) Pelestarian lingkungan, 3) Penguatan keluarga Sakinah, 4) Pemberdayaan masyarakat, 5) Filantropi Berkemajuan, 6) Aktor Perdamaian, 7) Partisipasi Publik, 8) Kemandirian Ekonomi, 9) Peran Kebangsaan, dan 10) Kemanusiaan Universal.
Hal tersebut disampaikan Salmah Orbayinah Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, saat menyampaikan Pidato Milad ke-106 ‘Aisyiyah di Amphitarium, Universitas Ahmad Dahlan Kampus 4, Yogyakarta (19/5/2023).
Resepsi milad ini diselenggarakan secara hybrid, baik luring maupun daring yang diikuti oleh warga ‘Aisyiyah di seluruh Indonesia maupun Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah se-dunia.
Hadir dalam kesempatan tersebut Bintang Puspayoga selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Haedar Nashir Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Rektor Universitas Ahmad Dahlan, Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Pimpinan Amal Usaha, organisasi otonom, dan pimpinan maupun warga ‘Aisyiyah.
Saat ‘Aisyiyah merayakan milad ini, papar Salmah, bangsa Indonesia tengah disibukkan dengan persiapan Pemilu 2024.
“Aisyiyah turut mendukung terciptanya Pemilihan Umum yang berkeadaban menuju demokrasi substantif. Dalam kehidupan politik kebangsaan, ‘Aisyiyah mengembangkan sikap kebangsaan yang berpijak pada kejujuran, keadilan, kebenaran, tanggung jawab, kedamaian, dan akhlak mulia untuk membawa Indonesia berkemajuan.”
Salmah mengungkapkan, tingkat partisipasi perempuan baik secara kuantitas maupun kualitas merupakan indikator penting untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis. Keterlibatan perempuan dalam pesta demokrasi bukan saja dalam partai politik maupun menjadi calon legislatif dan eksekutif, tetapi juga sebagai penyelenggara dan pemantau pemilu.
Namun ia menyayangkan masih minimnya representasi perempuan di berbagai lembaga dan tingkatan. Padahal, cara pandang yang holistik dan responsif gender akan berpengaruh dalam melihat dan menyelesaikan berbagai permasalahan publik.
Di tengah persiapan Pemilu 2024 yang merupakan pemilihan serentak, diharapkan Pemilu nanti akan mengedepankan keadaban, etika atau akhlak bagi penyelenggara, masyarakat pemilih, elit partai politik, elit pemerintahan, maupun pihak-pihak lain yang terlibat dalam pemilu.
“Aisyiyah berharap Pemilu 2024 menjadi ajang rekonsiliasi nasional dan mencegah terjadinya pembelahan politik yang potensial merusak integrasi bangsa. Pemimpin yang terpilih semoga sesuai dengan kompetensi dan mempunyai keberpihakan pada masyarakat.”
Hadir dalam acara tersebut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga. Saat memberikan sambutan, Bintang mengungkapkan sejarah kepemimpinan perempuan di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka yang telah tampil membela tanah air dan memajukan kehidupan bangsa, termasuk kepemimpinan Siti Walidah sebagai tokoh awal ‘Aisyiyah.
Sayangnya, imbuh Bintang, budaya patriarkhi telah membuat kiprah perempuan tidak tercatat. Bintang juga mengakui peran strategis ulama perempuan termasuk ‘Aisyiyah yang pandangannya telah mengangkat derajat perempuan dan berkarya mengabdi untuk menjawab persoalan bangsa.
Menyoal tentang keterlibatan perempuan dalam politik, menurut Bintang, perempuan mempunyai kebutuhan dan aspirasi yang berbeda, sehingga keterwakilan perempuan sangatlah penting untuk menghasilkan perubahan dalam proses politik yang demokratis.
Melalui keterwakilan perempuan, harapannya, akan terwujud kebijakan publik yang memberikan keadilan bagi semua.
“Aisyiyah merupakan kanal kepemimpinan perempuan yang besar, sehingga bisa memperjuangkan perubahan untuk meningkatkan kualitas kehidupan perempuan dan anak,” ungkap Bintang.
Pada kesempatan resepsi Milad ‘Aisyiyah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan amanatnya. Kepada ‘Aisyiyah, Haedar berharap agar ‘Aisyiyah menjadi harakah atau gerakan wasathiyyah, gerakan pembaharu, dan bersifat inklusif.
Perempuan ‘Aisyiyah, dalam pandangan Haedar, harus melintas batas tanpa sekat ras, agama, dan golongan. ‘Aisyiyah juga harus menjadi garda depan praksis sosial dan pemberdayaan.
Di tengah situasi Indonesia saat ini, Haedar berharap, “Muhammadiyah ‘Aisyiyah harus menjadi kanal bagi kebersamaan, kanal bagi komunitas agar rekat kembali, kanal bagi perbedaan tapi bisa merawat persatuan. Kita perlu punya pemahaman terhadap dinamika. Ada gesekan wajar tetapi harus ada resolusi, ada persatuan.”
Ucapan milad pada ‘Aisyiyah juga disampaikan oleh Jusuf Kalla, Wakil Presiden Periode 2004-2009 dan 2014-2019, yang menaruh harapan agar ‘Aisyiyah terus meningkatkan bhakti dan pengabdiannya melalui berbagai program yang bermanfaat.
Tak hanya Kalla, Puan Maharani, Ketua DPR RI, juga mengucapkan selamat milad kepada ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan yang terdiri dari para perempuan hebat dan calon pemimpin yang akan terus merawat cita-cita Indonesia.
Perempuan yang merupakan cucu dari Bung Karno dan Fatmawati sebagai bagian dari tokoh Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, meyakini ‘Aisyiyah akan menjadi organisasi modern dengan reputasi internasional yang disegani.
Di akhir acara, dinyanyikan juga lagu ‘Nasyiahku Sayang’ diiring biola. Lagu tersebut memiliki sejarahnya sendiri karena dinyanyikan oleh Fatmawati sebagai kader Nasyiah perempuan muda Muhammadiyah saat menjahit sang saka merah putih.
Guna memperkuat sinergi, dalam kesempatan tersebut, berlangsung penandatanganan MOU antara Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dan KPPA tentang Sinergitas Penguatan Kapasitas Perempuan dan Anak.