Oleh: Yandi*
Menjadi kader Muhammadiyah di era digital sekarang ini, mengharuskan kita selalu up date dengan berbagai informasi aktual untuk beradaptasi dengan arus perubahan zaman yang begitu cepat.
Dalam kerangka itulah aktivis Muhammadiyah termasuk kader mubalignya harus terus melakukan upgrading, meningkatkan kompetensinya, baik secara intelektual maupun keagamaan.
Keharusan mengembangkan kemampuan dan potensi diri (self development) ini menjadi sebuah keniscayaan karena mau tidak mau, warga Muhammadiyah sudah kadung memiliki image di masyarakat, baik dari cara penampilannya yang bersahaja, dengan berpeci dan berbaju koko tanpa atribut lainnya.
Maupun citra lain sebagai orang-orang yang berpandangan Islam moderat (washatiyah) dan mengutamakan penalaran rasional dalam memahami ajaran Islam, sehingga terbentuk kesan jamaah Persyarikatan sebagai kaum terdidik.
Narasi ini tertuang dalam rumusan 13 komitmen bermuhammadiyah poin ke-8 yang secara eksplisit menegaskan bahwa Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan tajdid, gerakan Islam modern, gerakan Islam yang berkemajuan.
Masyarakat mengenal orang Muhammadiyah sebagai kaum terpelajar, intelektual, dan kaum modernis. Oleh karena itu, orang Muhammadiyah lebih-lebih kader dan pimpinannya, haruslah sosok yang memiliki wawasan yang luas dan mendalam.
Spirit ini pula yang disampaikan oleh Ustaz Anwar Nuryamin, Wakil Ketua Majelis Tablig PWM Jabar, dalam pidato iftitahnya saat Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Majelis Tablig PDM Kabupaten Tasikmalaya awal September lalu.
Ditegaskannya bahwa kader mubalig Muhammadiyah harus berwawasan luas dan dalam ceramahnya, mencerminkan visi Risalah Islam Berkemajuan (RIB). Pernyataan ini merupakan bentuk “reminder” bagi seluruh kader mubalig, agar memahami dan mendalami konsep RIB.
Penting bagi seluruh kader persyarikatan meyakini bahwa Islam merupakan agama yang fungsional yang memberi inspirasi pada kehidupan pemeluknya untuk maju (din al-hadlarah) serta kehadirannya membawa kemaslahatan bagi dunia dan akhirat (lishalihil ‘ibadi dunyahum wa ukhrohum).
Pandangan “Berkemajuan” ini harus terinternalisasi dalam diri setiap kader mubalig Muhammadiyah lalu secara praksis organisatoris mengaktualisasikannya dalam setiap gerak dan langkahnya di Persyarikatan.
Secara historis spirit kemajuan ini menjadi bagian dari “amanat” Kiai Dahlan yang dalam tausiahnya seringkali berpesan agar umat Islam tidak anti filsafat dan ilmu pengetahuan.
Dalam konteks mubalig Muhammadiyah, pesan itu harus diwujudkan dalam bentuk tidak hanya fasih bicara tentang ilmu-ilmu keislaman (turats), namun memiliki literasi tentang disiplin ilmu umum (knowledgeable).
Dengan kata lain, kader mubalig tidak hanya fasih membaca teks, tetapi juga memahami irisannya dengan konteks. Selanjutnya Kiai Dahlan juga berpesan, “Jadilah kIai yang berkemajuan dan jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah.”
Ungkapan Kiai Dahlan ini dalam istilah kontemporer adalah merupakan bentuk endorsement agar agamawan, ustad, dai, atau kader mubalig Muhammadiyah memiliki wawasan maju serta terus berkarya untuk Muhammadiyah.
Sebagai sebuah gerakan dan pemikiran Muhammadiyah itu sangat dinamis dan selalu ada perkembangan baru dalam bermuhammadiyah, terutama akhir-akhir ini.
Selesai polemik soal musik dengan kelompok salafy, muncul pro-kontra dan kegaduhan di internal Persyarikatan soal konsesi tambang. Dan yang paling mutakhir adalah adanya keputusan baru Muhammadiyah mengenai Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Meskipun tidak seriuh urusan tambang, “tajdid” KHGT juga banyak yang nyinyir terhadap Muhammadiyah. Di antaranya ada yang menuduh Muhammadiyah telah diinfiltrasi oleh kelompok tertentu karena unifikasi penanggalan hijriah ini dianggap berbau khilafah.
Semua nada miring yang di alamatkan kepada Persyarikatan menyangkut isu apa pun termasuk tajdid KHGT ini, adalah menjadi kewajiban mubalig Muhammadiyah untuk memberikan pencerahan kepada jamaah baik internal maupun eksternal Muhammadiyah, agar menjadi jelas, clear and clean, sehingga tidak ada lagi disinformasi.
Sebagai corong terdepan dalam urusan tablig, kader mubalig diharapkan lebih sigap dalam merespons berbagai isu yang berkembang.
Seraya meyakini langkah apa pun yang diambil oleh Pimpinan Pusat itu pasti untuk kebaikan Persyarikatan dan kemaslahatan umat. Di mana semua kebijakan serta keputusan tersebut diolah secara kolektif dan deliberatif, penuh kehati-hatian dan pertimbangan yang cermat. Oleh karena itu, sebagai kader dan warga Muhammadiyah sejatinya selalu berpikir positif, bukan sebaliknya bersikap sisnis dan apriori.
Kader Mubaligh Generalist
Seorang kader mubalig Muhammadiyah berperan penting dalam mengartikulasikan berbagai kebijakan, maklumat, keputusan, dan tentu saja manhaj, paham agama serta ideologi Muhammadiyah. Kata “Berkemajuan” harus nampak pada kader mubalig Muhammadiyah.
Untuk itu kader mubalig dituntut untuk menjadi seorang generalist yaitu sosok mubalig yang punya pengetahuan tentang berbagai hal meskipun parsial. Karena nalar bayani, burhani, dan irfani yang dikembangkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Muhammadiyah mensyaratkan seluruh kader Muhammadiyah untuk berpikir secara komprehensif dan integratif.
Tidak hanya punya pemahaman akan teks tapi juga mampu melihat irisannya dengan konteks. Dengan begitu diharapkan pengajian Muhammadiyah yang diselenggarakan akan menjadi lebih menarik, insightful, serta menambah wawasan dan pencerahan baru.
Mengenai pengajian ini Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir pernah memberikan ulasan menarik, “Apa pun materinya haruslah yang mendalam dan memberikan pencerahan kepada umat bukan yang asal-asalan termasuk asal meriah. Ciri khas pengajian Muhammadiyah justru terletak pada materinya yang kaya dan mencerahkan.”
Lebih lanjut Haedar Nashir menambahkan yang dimaksud dengan mencerahkan itu artinya selain benar substansi atau isinya juga dapat membangkitkan kesadaran pemikiran dan panggilan untuk beramal yang membawa pada perubahan. Mengajak umat dengan nilai-nilai Islam yang dipahami Muhammadiyah pada kemajuan sekaligus meninggalkan ketertinggalan dan kejumudan.
Implikasi lain era informasi digital sekarang ini adalah para kader Mubaligh Muhammadiyah dihadapkan pada tantangan paham agama dan ideologi yang datang dari baromij al-fadla alias media sosial atau sebagian pengamat menyebutnya sebagai “Islam internet”.
Realitas ini memporak-porandakan pemahaman, tatanan sekaligus otoritas keagamaan. Sebagai akibat dari bebasnya individu dan masyarakat berselancar ideologi-keagamaan, Muhammadiyah pun kini dipahami oleh segelintir kader secara parsial, ada pemahaman yang bercorak Munu, Musa, Marmud dan seterusnya.
Dalam pandangan penulis, pemahaman parsial ini pula yang menyebabkan tergerusnya para kader muda Muhammadiyah yang tergabung dalam komisariat IMM sebuah universitas negeri di Kota Tasikmalaya –fakta ini terungkap dalam sesi diskusi saat Rakerda. Kader yang semula berjumlah 31 orang akhirnya menyusut menjadi 11 orang. Dan yang menyesakkan dada mereka yang tersisa mengaku merasa malu sebagai kader karena Muhammadiyah menerima konsesi tambang dari pemerintah.
Penutup
Majelis Tablig PDM Kabupaten Tasikmalaya telah selesai menyelenggarakan Rakerda. Sejumlah program kerja dalam jangka waktu lima tahun kedepan telah disusun, bahkan telah ada yang direalisasikan.
Banyak tugas dan kerja dakwah yang menuntut koordinasi sekaligus kolaborasi dengan majelis dan lembaga lain. Oleh karena itu dibutuhkan sinergi dan penguatan secara kelembagaan.
Menjadi kader mubalig Muhammadiyah dituntut untuk menjadi generalist seorang yang “broad minded” yang berpikiran luas dan berwawasan maju sebagai cerminan dari spirit Islam berkemajuan.
Pada saat yang sama juga bertanggung jawab untuk mendiseminasikan konsep dasar Islam Berkemajuan tersebut agar menjadi “state of mind” bagi seluruh warga Muhammadiyah terutama yang berada di wilayah PDM Kabupaten Tasikmalaya.
Terakhir sebagai masukan bagi Majelis Tablig, bagaimana mengantisipasi dan mencari solusi bagi tunas-tunas muda Muhammadiyah yang mengalami penggerusan manhaj dan ideologi. Segera dirangkul jangan biarkan mereka mencari jalan sendiri. Wallahu ‘alam bishawab.
*Ketua PCM Ciawi-Tasikmalaya