Kabar Daerah

Warga Muhammadiyah Harus Berkiprah Dalam Penyelenggaraan Negara

Begitulah himbauan yang disampaikan oleh pemateri pengajian silaturahim ba’da Ramadhan 1439 H, Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari, MA., ketua PP Muhammadiyah, pada Jumat, 10 Syawal 1438 H / 24 Juni 2018 M yang digelar oleh PDM Garut di Aula Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah Garut. Kegiatan tersebut dihadiri keluarga besar Muhammadiyah Garut, dari unsur daerah hingga ranting, dari Ortom hingga AUM.

Menurutnya, warga Muhammadiyah harus berkiprah dan terlibat dalam penyelenggaraan negara setidaknya di empat bidang, yaitu, 1) eksekutif, 2) legislatif, 3) yudikatif, 4) komisi (KPU, KPK, Komnas HAM, KPAI, KIP, dll).

Ada lima alasan yang menjadi dasar mengapa warga Muhammadiyah harus aktif dalam penyelenggaraan negara. Pertama, urgensi historis. Muhammadiyah memiliki banyak tokoh yang berjasa dalam memerdekakan Indonesia. Ada Ki Bagus Hadi Kusumo, yang waktu itu menjabat sebagai ketua Pemuda Muhammadiyah Pusat, dipilih mejadi anggota BPUPKI yang merumuskan dasar negara Indonesia. Kemudian, ketua PPKI, Kahar Muzakir, adalah Ketua II PP Muhammadiyah kala itu. Ketua KNIP (sekarang MPR), Kasman Singodimedjo, juga merupakan kader Muhammadiyah.

Selanjutnya ada Jendral Sudirman yang menjadi Panglima Besar TNI, yang ternyata merupakan Ketua Hizbul Wathan.
“Jadi, terlalu tua dan terlalu dewasa untuk mengajari Muhammadiyah tentang Pancasila di masa sekarang. Karena Pancasila dilahirkan salah satunya oleh kerja keras kader Muhammadiyah. Bahkan, saking cintanya kepada Indonesia, KH Ahmad Dahlan menamai gerakan kepanduan Muhammadiyah dengan nama Hizbul Wathan, yang artinya bela tanah air, jauh sebelum Indonesia itu ada” papar Hajriyanto.

Ir. H. Djuanda yang menjadi perdana menteri Indonesia pada masa itu juga merupakan kader Muhammadiyah. Jasanya terhadap Indonesia adalah Deklarasi Djuanda pada tahun 1957. “Sewaktu diproklamirkan kemerdekaannya, luas wilayah Indonesia itu sedikit. Hal ini dikarenakan peraturan yang berlaku pada masa itu, laut yang dihitung masuk ke wilayah Indonesia hanya tiga mil dari darat. Djuanda kemudian membuat deklarasi bahwa lautan di Indonesia bukan pemisah melainkan penghubung antar pulau, karena Indonesia adalah negara kepulauan. Setelah itu, semua laut yang memisahkan pulau-pulau di wilayah Indonesia menjadi milik negara Indonesia, bukan lagi milik dunia internasional. Masa sekarang kader-kader Muhammadiyah tidak ada yang mewarisi semangat para pendahulunya untuk memajukan Indonesia?” tandasnya.

Alasan kedua, yaitu urgensi teologis. “Muhammadiyah itu anti sekularisme. Paling gigih menolak pemisahan antara agama dan negara. Sukarno dalam pembentukan panitia 9 berada di tengah-tengah antara 4 orang agamawan dan 4 orang nasionalis. Jadi Sukarno tidak sepenuhnya nasionalis dan tidak sepenuhnya agamawan. Ia berada diantara keduanya,” lanjutnya.

Ia berharap, di masa mendatang Muhammadiyah memiliki calon bupati, walikota, gubernur, hingga calon presiden. Muhammadiyah harus mendukung mereka yang aktif di politik. “Beri saluran, beri jalan, beri semangat. Yang penting jangan jual organisasi ini dengan harga yang murah. Karena warga Muhammadiyah itu bersih, tidak korup. Jadi, kalau orang-orang baik menjauhi negara, ya, jangan menangis kalau negara diurus oleh orang yang kurang baik,” tambahnya.

Kemudian, jika kader Muhammadiyah itu sudah nyemplung ke dunia politik, maka ia harus bersungguh-sungguh, jangan setengah-setengah. “Kalau setengah-setengah lebih baik tidak usah. Harus gigih. Cari cara how to win the heart of the people. Sebagaimana yang dicontohkan Abu Bakar saat memutuskan mengambil kursi khalifah. Ia berkata, ‘saya bukan yang terbaik. Tapi saya yang paling pas menempati jabatan ini. Jika kalian melihat kebaikan pada diri saya, dukung saya. Jika kalian melihat kesalahan pada saya, maka ingatkan saya.’ Jika niatnya hanya meramaikan kontestasi politik, lebih baik mundur saja,” ujarnya.

Alasan ketiga adalah urgensi psikologis. Warga Muhammadiyah tersebar dari sekitar istana (Menteng Raya) hingga astana (kuburan). Mereka bangga jika warga Muhammadiyah tidak hanya menjadi pimpinan di kalangan Muhammadiyah melainkan juga menjadi pimpinan di pemerintahan.

“Saudara kita, kaum nahdhiyin, self confidence-nya meningkat tatkala Gus Dur menjadi presiden. Hal seperti itu yang belum kita punya.”

Terakhir, alasan keempat adalah urgensi pragmatis. Tentu saja jika ada kader Muhammadiyah yang menempati posisi strategis akan lebih mudah bagi kita untuk meminta izin pendirian bangunan sekolah, rumah sakit, dan sebagainya. [nu]

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button