Oleh: Ace Somantri
Bandung — Kesederhanaan tokoh Muhammadiyah tidak disangsikan, salah satunya KH AR Fachruddin, tokoh Muhammadiyah yang sederhana dan bersahaja sangat viral berbagai media sosial. Ternyata di Jawa Barat juga ada tokoh Muhammadiyah yang sangat sederhana dan wara’ (amat hati-hati). Intelektualnya tidak diragukan, dia seorang dosen, keahliannya di bidang hadis. Namanya KH Ayat Dimyati (almarhum).
Suatu ketika ada seorang profesor bidang hadis berseloroh, “Saya mau masuk kelas karena ada kiai ahli hadis (Ayat Dimyati), saya tidak afdal kalau belum bertanya dulu,” kira-kira begitulah bahasanya. Kesederhanaanya, sekalipun sebagai dosen di PTN, dia pulang pergi ke kampus bergelantungan dengan mahasiswa dalam bus Damri. Sering terjadi ongkos beberapa mahasiwanya dibayar oleh kiai yang satu ini. Kesederhanaan menjadi trademark tokoh Muhammadiyah di kampus tersebut.
Di lingkungan Muhammadiyah, ketika mengisi acara di IMM nyaris tidak pernah menolak dan tidak pernah telat datang ke lokasi diskusi. Senantiasa tepat waktu, malahan datang sebelum jam diskusi dimulai. Sementara itu, mahasiswa peserta diskusi justru sering telat, yang seharusnya datang lebih dulu. Kadang-kadang kami sebagai pengurus merasa malu. Namun, tetap saja sikap beliau santai dan memakluminya, tidak pernah menunjukkan kekecewaan.
Tabiat bijaksana dan sederhana, ternyata tidak hanya saat mengisi kajian di IMM, termasuk ketika hendak mengisi pengajian di berbagai PCM di Kota Bandung dan sekitarnya pun beliau selalu naik angkutan umum. Ia sering ditawari untuk diantar menggunakan mobil dinas kampus dan persyarikatan, tetapi sering pula ditolak. Sekalipun naik angkutan umum, beliau hampir tidak pernah telat. Justru katanya kalau diantar kadang-kadang suka telat, begitu selorohnya.
Ada yang lebih membuat kagum soal kepekaannya terhadap orang lain. Setiap menuju pulang dari kantor Muhammadiyah, uang di sakunya kadang-kadang habis diberikan kepada orang yang layak menerima. Ulama santun ini rela jalan kaki untuk sampai ke rumah.
Sependek yang diketahui, hingga hari ini belum menemukan kembali sosok seperti beliau, yang memiliki sikap juhud, humanis, bijak, dan peka terhadap sesama, terlebih pada kader persyarikatan khususnya AMM. Kami anak didiknya meneladani kesederhanaan Kiai Ayat. Sekalipun belum mampu, kami rindu dengan kesederhanaan tokoh seperti beliau.
Kepemimpinan bersahaja
Masa kepemimpinan di Muhammadiyah, sejak Ketua PDM Kota Bandung, beliau dikenal oleh penguasa daerah yaitu Wali Kota Bandung. Secara politik, beliau memiliki posisioning cukup prestisius sehingga wajar wali kota berkepentingan. Namun, sebaliknya, Pak Ayat Dimyati tidak memiliki pandangan untuk ada kepentingan terlebih untuk dirinya.
Sehingga wali kota saat itu menggelengkan kepala dengan sikap Ketua PDM Kota Bandung karena tidak ada gelagat dan perilakunya untuk memanfaatkan posisinya sebagai ketua ormas Islam besar demi kepentingan sesaat. Wali kota berusaha inisiatif menawarkan material berharga sebagai tanda hormat dan kagum, tetapi lagi-lagi tetap beliau menolaknya.
Sikap sederhana dan humanis menjadi perangainya sehingga membuat akativis muda Muhammadiyah berani berkomunikasi lebih dekat. Apa pun kegiatan AMM, apalagi IMM di kampus, ketika urusan infak dan sedekah (donasi), beliau hampir tidak pernah absen.
Pertanyaannya, dari mana beliau punya uang sehingga sering bersedekah? Padahal, gaji sebagai dosen untuk keluarganya hanya sedikit. Lebih banyak menyisihkan untuk kepentingan organisasi. Kalau tidak salah ternyata hampir semua insentif tambahan dari berbagai sumber yang tidak diduga diposkan untuk orang lain. Tidak untuk memperkaya dirinya.
Sampai saat ini, karakter atau tabiatnya walaupun bukan pimpinan persyarikatan, karakter penolong tetap menjiwainya. Selain bersedekah secara langsung, ternyata beliau juga salah satu orang dermawan yang menjadi orang tua asuh beasiswa beberapa mahasiswa di Bandung yang dijalaninya penuh sahaja.
Lebih mengagetkan lagi, ada kebiasaan di luar orang keumuman pimpinan persyarikatan di Jawa Barat, beliau salah satu mantan ketua persyarikatan yang tidak mau lebih dari satu kali periode memimpin. Ketika ditawari pun tetap menolak. Alasannya memberikan kesempatan kepada orang lain.
Adakah pimpinan yang menolak dua periode kepemimpinan di persyarikatan saat ini? Semoga lebih banyak karena memberikan kesempatan kepada orang lain adalah sikap patrotik kader sejati di persyarikatan.***
Saya banyak mendapatkan ilmu serta tauladan dari Beliau, yang slalu ku ingat adalah manhaj kajiannya yang sangat sistematis, kritis dan transendental. Uji shohih keilmuannya bisa dibuktikan karena metodologinya yang sederhana serta mudah untuk dipahami.
Yang paling berkesan dari sosok beliau adalah figur ketauladanannya yang bukan hanya sekedar retorika dalam menyampaikan tuntunan dakwah, namun Beliau pun mampu memberikan panutan jamaah persyarikatan khususon. Umumnya pun jadi figur qonaah bagi warga kampus UIN Bandung juga warga kota Bandung bahkan Jawa Barat.
Sosok sebagai Ketua PWM sewaktu menjabat, Beliau masih tak riskan untuk ikut berjubel di bis kota Cibiru-Kebon Kelapa. Sungguh figur sederhana seperti beliau, nyaris tak terdengar sekarang yang slalu bergiur dengan gaya hidup hedonis.
SALAM TÀZIM BUAT GURUKU H. AYAT DIMIYATI