Kabar Persyarikatan

Anggota Majelis Tarjih Muhammadiyah Ingatkan Bahaya Riba dalam Bisnis

Yogyakarta – Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Mukhlis Rahmanto menegaskan pentingnya menjauhi riba dalam aktivitas ekonomi dan bisnis. Hal ini ia sampaikan dalam ceramahnya di Masjid KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Mukhlis mengingatkan bahwa meskipun ekonomi merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, umat Islam harus memastikan aktivitasnya terbebas dari riba. Ia merujuk pada Surah Al-Baqarah ayat 278 yang secara tegas melarang praktik tersebut.

Dalam ceramahnya, Mukhlis mengisahkan dua sahabat Nabi, Abbas bin Muthalib dan Khalid bin Walid, yang sebelumnya terlibat dalam riba dengan memberikan pinjaman berbunga kepada Sakif bin Amr. Setelah turunnya ayat larangan riba, keduanya segera bertaubat dan hanya meminta pengembalian pokok utang tanpa bunga.

“Kisah ini menjadi teladan bagaimana sahabat Nabi menunjukkan sikap sam’an wa ta’atan—mendengar dan taat terhadap perintah Allah,” ujarnya seperti dikutip dari laman muhammadiyah.or.id pada Senin (10/03/2025).

Mukhlis menjelaskan bahwa riba yang paling umum adalah riba nasiah, yaitu tambahan yang dipersyaratkan dalam utang-piutang. Ia mengutip sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya riba itu kebanyakan pada nasiah.”

Ia juga membedakan riba dengan jual beli yang halal. “Dalam jual beli, ada barang, pembeli, dan penjual dengan keuntungan yang wajar. Sedangkan riba adalah tambahan dari uang ke uang, seperti bunga, yang jelas dilarang oleh Allah,” paparnya.

Lebih lanjut, Mukhlis mengaitkan fenomena riba dengan tantangan zaman modern. Ia mengutip sabda Nabi SAW bahwa akan tiba masa di mana semua orang terpapar sistem ekonomi ribawi. “Realitas hari ini menunjukkan hal itu. Hampir seluruh sistem ekonomi dunia berbasis bunga,” katanya.

Mukhlis menyinggung fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2002 dan Majelis Tarjih Muhammadiyah tahun 2006 yang menyatakan bunga bank sebagai riba yang harus dihindari. Ia menjelaskan bahwa pada 1968, bunga bank masih dianggap syubhat karena belum tersedia alternatif berbasis syariah.

Sebagai solusi, Mukhlis mengajak umat Islam untuk beralih ke lembaga keuangan syariah, seperti BMT, BPRS, atau bank syariah. “Minimal, miliki rekening syariah. Jika gaji masuk ke bank konvensional, segera pindahkan ke rekening syariah. Ini langkah kecil menuju ketakwaan sesuai kemampuan kita,” tutupnya.***

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button