Oleh: Syamsudin Kadir (Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PDM Kabupaten Cirebon)
SALAH satu organisasi kemasyarakatan berbasis massa Islam tertua di Indonesia adalah Muhammadiyah. Ormas bernyawa persyarikatan ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 (8 Dzulhijah 1330) silam. Diantara keberhasilan Muhammadiyah dalam kancah keumatan dan kebangsaan yaitu mewariskan pemikiran dan tokoh yang mewarnai perjalanan bangsa ini.
Gagasan Muhammadiyah sedikit banyak meneguhkan ide kebangsaan yang merupakan artikulasi al-Quran dan al-Hadits, yang dipahami secara apik sehingga semakin kontekstual dan mudah diterima masyarakat. Pada saat yang sama, Muhammadiyah juga sukses membentuk dan mendirikan berbagai amal usaha yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Dari pendidikan dan ekonomi hingga kesehatan dan sosial.
Kehadiran Muhammadiyah semakin dibutuhkan karena kondisi bangsa kita masih dihantam berbagai masalah. Kita mesti akui secara jujur bahwa cita-cita kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan rakyat masih menemui jalan terjal dan berliku.
Situasi ekonomi dunia yang masih melambat dan goyahnya ketahanan pangan nasional yang ditandai dengan melambungnya harga-harga kebutuhan pokok, membuat beban rakyat kian berat sehingga cita-cita untuk hidup sejahtera sebagai esensi kemerdekaan semakin menjauh.
Pada 18-20 November 2022 lalu, Muhammadiyah melangsungkan Muktamar ke-48 dan Muktamar Aisyiyah ke-48 di Surakarta, Jawa Tengah. Kala itu, Muktamar Muhammadiyah bertema “Memajukan Indonesia , Mencerahkan Semesta”, lalu Muktamar Aisyiyah bertema “Perempuan Berkemajuan Mencerahkan Peradaban Bangsa”.
Kedua tema tersebut menegaskan posisi dan peranan Muhammadiyah sebagai soko guru umat, bangsa dan dunia. Satu bentuk optimisme Muhammadiyah tentang hakikat dan kontribusi dirinya bagi umat dan kemanusiaan, kini dan ke depan.
Pada 18 November 2024 lalu, dalam hitungan kalender masehi, Muhammadiyah genap berusia 112 tahun. Sesuai dengan Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 431/KEP/I.0/B/2024, tema Milad ke-112 Muhammadiyah Tahun 2024 adalah “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua.”
Tema tersebut mencerminkan komitmen Muhammadiyah untuk memastikan kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan fokus pada peningkatan kualitas hidup yang inklusif, Muhammadiyah ingin agar kemakmuran dirasakan oleh semua orang tanpa terkecuali.
Muhammadiyah menegaskan pentingnya menciptakan kondisi sosial, ekonomi, dan spiritual yang adil dan setara bagi seluruh umat.
Melalui tema ini, Muhammadiyah berupaya untuk memperkuat sektor-sektor penting seperti ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang secara nyata bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat luas. Semua ini dilakukan dengan dasar nilai-nilai Islam berkemajuan yang mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Tujuannya adalah untuk membangun komunitas yang sejahtera dan memastikan bahwa setiap individu dapat menikmati manfaat dari kemakmuran yang diciptakan. Bahkan berguna bagi bangsa dan negara tercinta Indonesia juga masyarakat dunia.
Dalam kerangka memantapkan kontribusi Muhammadiyah, saya mengusulkan agar beberapa peranan dan agenda berikut perlu mendapat perhatian Muhammadiyah kini dan ke depan. Pertama, peneguh benteng ukhuwah islamiyyah. Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah penduduknya yang masuk kategori terbesar ke-4 di dunia.
Umat Islam merupakan mayoritas, sehingga membuat Indonesia menjadi negara mayoritas muslim terbesar di dunia. Oleh karenanya sangat wajar bila jumlah organisasi berbasis massa Islam juga tergolong paling banyak di dunia.
Dalam kondisi demikian, keberadaan sekaligus kehadiran Muhammadiyah sangatlah diperlukan. Tentu yang dimaksud bukan sekadar ada atau hadir secara pasif, tapi aktif menjadi soko guru keumatan.
Dengan dakwah hikmah-nya, Muhammadiyah sangat diperlukan kehadirannya di tengah keragaman pemahaman dan pemikiran yang lahir dari berbagai elemen umat yang beragam latar belakang. Di tengah keragaman yang masih ternodai oleh tingkah “sebagian umat”, maka perlu ada penguat persaudaraan atau ukhuwah Islamiyyah, itulah peranan Muhammadiyah.
Kedua, peneguh persatuan bangsa. Bangsa ini dihuni oleh warga negara beragam latar belakang dan selera. Munculnya konflik di berbagai daerah dan masih adanya isu rasial yang membumi di negeri ini meniscayakan Muhammadiyah hadir sebagai pemberi rasa aman dan nyaman.
Muhammadiyah adalah pemilik autentik moral kebangsaan, sehingga sangat mungkin bagi Muhammadiyah untuk menjalankan peranan sebagai soko guru bangsa.
Dengan demikian, Muhammadiyah mesti meningkatkan jejak kontribusinya dalam menjembatani hubungan baik dan memperkokoh keakraban sesama elemen bangsa lintas latar belakang.
Muhammadiyah memang tidak perlu diajari untuk menjalankan peranan mulia semacam itu, sebab Muhammadiyah sudah berkontribusi lama dalam menjaga ukhuwah Islamiyyah dan mengakrabkan keragaman antar elemen bangsa.
Hanya dalam konteks kekinian, kita masih punya ruang dan waktu untuk memastikan Muhammadiyah semakin giat menjalankan peranan semacam itu, sebab bila saja Muhammadiyah tergelincir, tentu ini sangat tidak pernah kita inginkan, maka sulit bagi kita untuk bermimpi umat Islam mengambil peran penting dalam memajukan bangsa juga bangsa dalam menghadirkan kemajuan di level peradaban global.
Membincang Muhammadiyah memang tak ada habisnya. Persyarikatan terbesar di dunia ini sangat aktif melakukan hal-hal besar yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
Muhammadiyah aktif mendirikan lembaga pendidikan seperti pesantren, sekolah dan perguruan tinggi. Pada saat yang sama juga aktif mendirikan lembaga sosial dan kesehatan, sehingga setiap detik perjalanannya Muhammadiyah aktif melakukan aksi dan advokasi sosial.
Para tokohnya dikenal berintegritas dan profesional di berbagai bidang kehidupan, termasuk di birokasi dan lembaga pendidikan tinggi di berbagai kota atau daerah. Semoga Muhammadiyah semakin kokoh dan teguh dalam menjalankan tugas mulianya: amar maruf nahi mungkar, dalam beragam rupa atau bentuk aksi. (*)