Kabar Persyarikatan

Ustaz Adi Hidayat: Hentikan Polemik Nasab, Utamakan Kerukunan Umat

Jakarta – Polemik mengenai nasab hingga saat ini masih menjadi perdebatan sengit di berbagai kalangan, terutama di media sosial. Sayangnya, diskusi ini tidak hanya berakhir di dunia maya, tetapi merembet ke dunia nyata sehingga menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak diharapkan.

Dalam situasi ini, muncul seruan untuk menghentikan polemik tersebut dengan pendekatan yang lebih bijak dan konstruktif. Salah satu ulama yang menyerukan agar memposisikan persoalan ini untuk lebih beradab ialah Wakil Ketua Majelis Tablig PP Muhammadiyah Ustaz Adi Hidayat (UAH).

“Untuk itu, dengan segala kerendahan hati namun juga diiringi dengan ketegasan yang penuh, saya menyarankan dan menghimbau kepada seluruh pihak untuk menghentikan seluruh polemik diskusi perdebatan terkait dengan nasab ini,” tutur UAH pada Selasa (13/08/2024).

Menurut UAH, perdebatan terkait nasab adalah persoalan yang sangat sensitif dan tidak boleh disikapi secara sembarangan. Dalam ajaran Islam, menjaga kerukunan dan maqasid syariah adalah keutamaan yang harus dijunjung tinggi. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika diskusi-diskusi terkait nasab dilakukan dengan cara-cara yang ilmiah dan komprehensif. Hal ini penting agar diskusi tidak berjalan liar dan menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat awam.

“Ada baiknya kita selesaikan dengan cara-cara yang ilmiah sebagaimana kita telah terbiasa dengan itu semua, khususnya dalam pembahasan-pembahasan fikih. Saya sarankan akan lebih baik bila di sini seperti MUI menjadi wadah yang baik untuk menguji berbagai macam masalah-masalah yang diajukan khususnya terkait dengan polemik nasab ini,” saran UAH.

Pemisahan antara masalah nasab dan masalah perilaku juga menjadi poin penting dalam menyikapi polemik ini. Menurut UAH, ada baiknya persoalan nasab ditempatkan di ranah ilmiah yang dapat diuji secara komprehensif. Sementara itu, masalah perilaku dan etika oknum tertentu, jika memang terjadi penyimpangan, harus ditangani secara internal oleh pihak yang terkait. Bila penyimpangan tersebut masuk dalam ranah hukum, maka harus diproses sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.

Kesadaran akan sensitivitas nasab dalam pandangan Islam juga perlu ditingkatkan. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar Al-Ghifari, jika nasab yang benar sengaja diputus, resikonya adalah kufur. Begitu pula dengan hadis lain yang intinya ialah jika seseorang menisbatkan dirinya kepada nasab yang bukan haknya, tempatnya adalah neraka. Ini adalah persoalan yang sangat serius dan tidak boleh ditarik ke ranah publik tanpa pengujian yang benar.

Polemik ini seharusnya tidak dijadikan ajang untuk mencela atau merendahkan pihak lain. Sebaliknya, mari tempatkan persoalan ini dalam ranah yang tepat, dengan cara yang bijak, dan berlandaskan pada nilai-nilai ilmiah dan etika. Hanya dengan begitu, dapat menghindari perpecahan dan menjaga kerukunan di tengah masyarakat yang semakin kompleks ini.

“Semua bersatu membangun negeri. Tepikan yang kurang baik mulai berbenah menjadi lebih baik dan semoga Allah mengampuni kita semua dan menyatukan dalam satu barisan satu, (yaitu) barisan di bawah Panji umat Nabi Muhammad Saw,” pungkas UAH sambil mengucap maaf.***(Sumber: muhammadiyah.or.id)

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button