Kabar Muhammadiyah Jawa Barat

Teks Khotbah Idul Fitri 1444 H Prof Ahmad Dahlan Ketua PWM Jabar: Idul Fitri dan Aktualisasi diri

Cirebon, Kabar Muhammadiyah Jabar–

Allahu  Akbar,  Allahu  Akbar… Laa ilaaha illallu Allahu Akbar. Allahu Akbar  wa lillahilhamd

Idul Fitri menurut makna yang berkembang di kebanyakan umat Islam adalah kembali kepada fitrah. Kata fitrah diartikan suci sehingga Idul Fitri bermakna kembali suci.

Suci yang dikehendaki di sini menurut faham yang terpublikasikan sekurang-kurangnya oleh para da’i dan atau kaum agamawan bahkan akademisi adalah bersih dari dosa. Jadi Idul Fitri berarti kembali bersih dari dosa.

Rupanya Idul Fitri diartikan seperti itu seiring dengan pemahaman terhadap Hadits saw:

Barang siapa menegakkan amalan-amalan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.”

Allahu Akbar, Allahu Akbar..

Seandainya  seorang muslim melaksanakan puasa Ramadhan  seperti yang dikehendaki Hadits tadi, maka saat ia akhiri bulan suci, pada momentum Idul Fitri, ia berada pada tahap penghapusan dosa-dosanya oleh Allah.

Selanjutnya seorang muslim yang demikian berposisi seperti saat dalam usia bayi, suci tiada dosa.

Akan tetapi marilah kita lihat terminologi fitrah yang dipaparkan oleh para ahli dari berbagai bidang ilmu, mereka  merumuskan makna fitrah dalam redaksi  yang berbeda-beda tetapi mempunyi muatan makna yang relatif senada:

  • Al-Syarif Ali bin Ahmad al-Jurjaniy seorang ahli bahasa Arab dari Jurjan  Persia, mendefinisikan fitrah sebagai watak yang senang menerima agama. Idul Fitri ia maknai  kembali kepada ajaran agama.
  • Para ahli fiqih mengartikan fitrah sebagai tabi’at yang suci dan asli yang dibawa manusia sejak lahir, belum pernah disentuh oleh cacat dan aib.  Idul Fitri menurut mereka kembali kepada keadaan suci seperti bayi yaitu beragama Islam
  • Para ahli filsafat Islam mengartikan fitrah sebagai suatu persiapan sebelum lahir ke dunia untuk melaksanakan hukum Allah dan membedakan antara yang hak dan yang batil. Idul Fitri itu adalah kembali untuk melaksanakan hukum Allah
  • Ibnu Abbas seorang ahli tafsir dari kalangan sahabat Nabi saw. mengatakan bahwa fitrah asli yang diberikan Allah kepada manusia adalah kecenderungan kepada agama Allah (Islam).

Lebih jauh ia katakan: “Fitrah itu sama sekali tidak dapat diubah. Jika ada seseorang yang cenderung kepada agama selain Islam, maka ia telah melawan fitrahnya.”

Oleh karena itu, tidak satu pun manusia senang untuk berbuat jahat. Meskipun ada seorang yang berani berbuat jahat namun nalurinya tetap tidak membenarkan perbuatan jahatnya.

Pengaruh luarlah yang memaksanya untuk berbuat yang bertentangan dengan fitrah.

Jadi Idul Fitri itu menurutnya adalah kembali kepada agama Islam. Inti pikiran mereka dapatlah kiranya dirinci  sebagai berikut :

  1. Al-Jurjani memaknai fitrah sebagai ajaran agama. Idul Fitri berarti kembali kepada ajaran agama.
  2. Para ahli fiqih mamaknai fitrah sebagai beragama Islam. Idul Fitri berarti kembali beragama Islam
  3. Para ahli filsafat memaknai fitra sebagai melaksanakan hukum Allah.  Idul Fitri berarti kembali melaksanakan hukum Allah.
  4. Ibnu Abbas memaknai fitrah sebagai agama Islam.  Idul fitri berarti kembali kepada agama Islam

Allahu  Akbar, Allahu Akbar…

Sepenangkapan  khatib, penggabungan keseluruhan paparan tentang pengertian Idul Fitri tadi dapat dimuarakan dalam suatu kesimpulan  bahwa Idul Fitri itu berarti  “kembali kepada ajaran agama Islam dalam arti kembali melaksanakan hukum-hukum dan atau ketentuan-ketentuan Allah yang merupakan dimensi ketauhidan.

Sepertinya  pemahaman para ahli ilmu agama ini diilhami oleh Hadits Nabi saw:

“ Setiap makhluk manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (beragama Islam yang pasrah kepada Allah). Tetapi ayah ibunyalah yang kelak akan menghantarkan  keyakinan agamanya  menjadi Yahudi, Nasrani atau  Majusi.” 

Kata “fitrah” berdasarkan syiaqul kalam bermakna “agama Islam atau tauhid.”  

Tataran penjelasan bahwa anak manusia yang baru lahir berkeadaan  ruh tauhid  dalam Hadits tersebut seiring dengan QS. al-A’raf ayat 172, yaitu :

وَاذْ اخَذَ ربكَ مِنْْۢ بنِْْٓ اٰدَمَ مِنْ ظهُوْرهِمْ ذ رَّي تَ هُ مْ وَاشْهَدَهُمْ عَْٓلٰى اَنْ فُسِِهمِْْۚ السْتُ بِرَبِ كُمْْۗ قَالُوْا بَ لٰىۛ شَِهدْنََ اۛنْ تَ قُوْلوْا يَ وْمَ القيٰمَة انََّ كُنا عَنْ هٰذَا غٰفل نيَْ 

 “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan).”

Oleh sebab itu saat memasuki 1 Syawwal umat Islam diajarkan untuk bertakbir sebagai simbol kepasrahan untuk menjalankan ajaran Allah yang merupakan representasi hakekat tauhid.

Allahu Akbar, Allahu Akbar..

Idul Fitri tidaklah menjadi proporsional bila dimaknai kembali kepada keadaan suci tak berdosa, tetapi mustinya dimaknai pula sebagai suatu keadaan manusia beriman yang suci berada dalam suatu komitmen bahwa oleh puasa Ramadhan ia mau merubah kehidupannya menjadi baik atau lebih baik dari semula dengan suatu langkah menjalankan setiap ajaran agama.

Keadaan hati dan sikap pasca Ramadhan seperti inilah yang kemudian disebut oleh salah satu faham sebagai hakekat memperoleh Lailatul Qadar.

Pemahaman bahwa Idul Fitri itu kembali kepada kemauan untuk melaksanakan ajaran agama,  tidak hanya diartikan kembali kepada keadaan suci tak berdosa memberi kontribusi atas tumbuhnya pemahaman serta bulatnya keyakinan  terhadap  firman Allah QS. an-Nisa ayat 17:

انََّّا التَّ وْبةُِ عَلىِ ا لٰلِّ للذِْۤينَ يَ عْمَلوْنَ السُّوْْۤءَ بِهَالةٍ ثَُُّ يَ تُ وْبُ وْنَ منْ قريب فاوٰلِٕىكَ يَ تُ وْبُ ا لٰلُّ عَليْهمْ ْۗ وكَانَ ا لٰلُّ عَلِيْمًا حَكِيْمًا

 “Hanya saja taubat yang diterima bagi Allah adalah untuk orang yang melakukan keburukan karena

kejahilannya.”  

Maksud kata “kejahilannya” yang tertuang dalam ayat tersebut ialah:

  • orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu.  
  • orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak.
  • orang yang melakukan kejahatan Karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau Karena dorongan hawa nafsu.

Ayat ini secara dalalah isyariy (implisit) menjelaskan bahwa terdapat dosa yang tidak dapat diampuni, yaitu dosa karena suatu perbuatan buruk yang dilakukan bukan oleh karena ketidaktahuan pelakunya bahwa  perbuatan tersebut adalah dilarang agama.

Orang yang melakukan keburukan karena kesadarannya bahwa perbuatannya tersebut bermuatan ketidakadilan, seperti halnya suatu kegiatan buruk yang dilakukan seorang ahli ekonomi, programer komputer, ahli hukum pembuat peraturan, ilmuan, guru/dosen, pedagang, pandai besi, dan lain sebagainya hanya untuk keperluan gap keadilan dan atau untuk keperluan pragmatis ataupun keuntungan.

praktis personal atau komunitasnya kendatipun mereka melaksanakan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan keihlasan, maka saat beridul fitri tidaklah mereka ada dalam dimensi  bebas dosa. Bahkan sebenarnya mereka adalah pendosa yang dosanya tak tergantikan oleh puasa Ramadhan.

Akan tetapi atas momentum Idul Fitri terdapat ruang yang menekan mereka untuk melaksanakan ajaran agama sebaik-baiknya dengan suatu harapan bahwa pada tempo ke depan kehidupannya yang bersandar pada ajaran agama tersebut dapat terhitung dan terhimpun sebagai amal saleh yang bisa jadi jauh lebih baik secara kuantitas dan kualitas ketimbang keburukan yang pernah diperbuatnya. Barangkali inilah fenomena yang dikehendaki oleh ayat : “Kebaikan- kebaikan itu dapat meninggalkan keburukan-keburukan…”

Allahu Akbar, Allahu Akbar..  

Problem aksiologis atas pemikiran ini adalah bahwa Hadits Nabi saw. : “Barang siapa menegakkan amalan-amalan Ramdhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosadosanya yang telah lalu ” seperti tidak bisa dijadikan dasar kepercayaan agama. 

Menurut saya, sepanjang pemaknaan terhadap Hadits tersebut parsial, memang ia tidaklah dapat dijadikan pegangan agama.

Dalam pada itu, Hadits tersebut sebenarnya  secara publikasi adalah populer dan familier di kalangan agamawan khususnya dan umat Islam pada umumnya.

Sehingga sekalipun tanpa penelaahan kharijiy maupun penelaahan daakhiliy terhadapnya, ia lazim disebut sebagai Hadits Masyhur dalam arti non Hadits Ahad. Hadits seperti ini yang secara fungsi pendidikan, kendatipun bukan merupakan hasil penelitian tetapi menurut faktanya seperti telah memberi kontribusi bagi pendorong bagi umat Islam atas  kesediaannya untuk melaksanakan puasa Ramadhan, sesungguhnya ayat al-Qur’an.

Jadi Hadits tersebut tidaklah serta merta diposisikan sebagai keterangan agama yang bertentangan dengan QS. an-Nisa ayat 17. Ia masih bisa difungsikan sebagai keterangan agama sepanjang prosedur pemahaman terhadapnya  memposisikan QS. an-Nisa ayat 17 sebagai aspek aksiomatik keterangan agama.

Sehingga inti pesan QS. an-Nisa ayat 17 : “tidak diterima taubatnya seorang pendosa karena dilakukan oleh kesadarannya” dalam struktur sistem nalar  silogisme diposisikan  sebagai patokan utama yang musti atau sebagai yang mayor, sedangkan Hadits tersebut sebagai keterangan agama penyerta, keterangan yang tidak bisa lepas dari keterangan utama.

Jadi cara mengartikan atau memahami Hadits tersebut haruslah kira-kira sebagai berikut: “Barang siapa yang menegakkan amalan-amalan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka diampunilah dosa-dosa yang telah lalu yang dilakukan karena kejahilannya.”

Kaum muslimin yang berbahagia, akhirnya, marilah kita semua menundukkan hati dengan penuh harap kepada Allah, memanjatkan doa kepadaNya.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, tempat semua keluh-kesah disampaikan, tempat semua masalah mendapat jalan keluar.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Sang Rasul tercinta, para keluarga dan sahabatnya, manusia-manusia terbaik yang pernah terlahir.

Ya Allah sesungguhnya kami adalah hamba-Mu, anak dari hamba-hamba Mu, ubun-ubun kami ada di tangan-Mu. Segala takdir-Mu terhadap kami telah Engkau tetapkan, dan sungguh betapa adilnya ketetapan itu atas kami.

Kami memohon kepada-Mu dengan semua Nama yang Engkau Miliki, yang telah Engkau Namakan untuk Diri-Mu, atau telah Engkau ajarkan kepada salah seorang di antara makhluk-Mu, atau Engkau Turunkan dalam Kitab-Mu, atau Engkau simpan dalam Ilmu yang Ghaib di sisi-Mu

Kami mohon, jadikanlah Al-Qur’an sebagai penyejuk hati kami, cahaya bagi dada kami, penghapus duka dan kesedihan kami, dan pelipur kegundahan jiwa kami.

Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami Tiada Tuhan yang berhak disembah  selain Engkau. Engkau telah menciptakan kami, dan kami adalah hambaMu dan kami  selalu berusaha menepati ikrar dan janji kami kepadaMu dengan segenap kekuatan yang kami  miliki.

Kami berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatan kami. Kami mengakui betapa besar nikmatnikmatMu yang tercurah kepada kami dan kami tahu dan sadar betapa banyak dosa yang telah kami lakukan. Karenanya, ampunilah kami. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau.

Ya Allah Tuhan Yang Maha Penyayang, sayangi kami, sayangi kedua orang tua kami, yang telah berpeluh lelah merawat dan mendidik kami. Ampuni setiap kata keras kami yang pernah terlontar pada mereka, Ya

Allah. Ampuni sikap tak peduli kami atas mereka, Ya Rabb. Berikan kesempatan kami berbakti pada mereka, Ya Allah. Lembutkan hati mereka untuk kami agar ridha mereka mengantar kami kepada RidhaMu, Ya Allah.

Dan jika Engkau telah memanggil mereka ke haribaanMu, maka basuhlah mereka dengan kelembutan ampunan dan rahmatMu, serta pertemukan kami dengan mereka dalam keabadian nikmat JannahMu.

Ya Allah berkatilah keluarga kami, jadikan mereka penyejuk pandangan mata dengan ketaqwaan dan ketaatan padaMu.

Duhai Rabb kami yang Maha Penyayang, Sayangilah para ustadz , guru-guru kami , lindungi dan bimbinglah  mereka. Lapangkan rezkinya, kuatkan azamnya dan berkati jalannya.  

Ya Allah bersihkan hati dan jiwa ini dari hasad dan dengki, persatukan jiwa-jiwa ini dalam cinta karenaMu dan dalam ketaatan padaMu, jangan Engkau biarkan syaithan musuhMu menggerogoti persaudaraan kami.

Ya Allah, berilah bimbinganMu untuk pemimpin negeri ini agar dapat berlaku adil dengan syari’atMu di atas bumi yang tidak sejengkal pun melainkan milikMu.

Wahai Rabb kami, berkahilah negeri ini dengan ketaatan penduduknya, janganlah Engkau menimpakan azab atas kami karena kezaliman para pelaku dosa di antara kami.

Ya Allah, Rabb yang Maha Kuat, yang Maha Perkasa. Kami yakin bahwa kepongahan musuh-musuhMu terlalu kecil di hadapan keperkasaanMu. Kami memohon kepadaMu Ya Rabb, dengan sifat ‘izzahMu, luluh-lantakkanlah kesombongan rezim Syi’ah yang zalim di Suriah, tolonglah para pengikut sunnah NabiMu di sana, gembirakanlah mereka dengan runtuhnya kezaliman dan kekufuran.

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Penyayang, sayangi dan lindungilah saudara-saudara kami di Burma, Palestina, Mesir dan di setiap negeri kaum muslimin. Satukan hati mereka, satukan langkah mereka, dan berikanlah kemenangan yang sejati kepada mereka.

Ya Allah, Tuhan pemilik segala kerajaan, karuniakanlah kepada kami pemimpin yang shaleh dan takut kepadaMu, pemimpin yang berani dan cerdas, serta paham dan mengerti agamaMu, agar mereka tidak mudah digelincirkan oleh ahlusyubuhat wasyahawat, dan sehingga dapat menuntun kami untuk tetap berada di atas jalanMu.

Ya Allah, Zat Yang Maha Pengasih, masih banyak di antara kami hamba-hambaMu yang lemah dan terpinggirkan, Engkau lebih mengetahui keadaan kami, maka anugerahkanlah kepada kami pemimpin yang sungguh-sungguh peduli terhadap kami dan menyayangi kami sepenuhnya.

Ya Allah berkahi kami di setiap langkah yang kami ayunkan, terimalah  setiap kebaikan yang kami kerjakan, anugerahkanlah ikhlas pada setiap amal itu.

Inilah doa dan permintaan kami, Engkaulah Sang Maha Mendengar dan Maha Kuasa mengabulkan doa hamba-hambaMu.

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button