Maluku Utara — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir sampaikan amanat dalam pembukaan Baitul Arqam dan Pelatihan Instruktur Perkaderan yang diadakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Maluku Utara secara virtual pada Rabu (27/12/2023).
Mengutip muhammadiyah.or.id, dalam membuka amanatnya, Haedar menekankan tentang pentingnya kaderisasi di Muhammadiyah sebagai gerakan Islam.
Perkaderan di Muhammadiyah, kata Haedar, dimaksudkan untuk memperkuat ideologi, sistem organisasi, dan sistem gerakan Muhammadiyah.
Sesuai dengan Amanat Muktamar 48 bahwa kaderisasi bagian dari proses untuk membina, menanamkan, dan diaktualisasikan mengenai paham Islam di Muhammadiyah. Lebih-lebih paham Islam berkemajuan.
Sebagai gerakan Islam yang menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasar gerakan, Haedar berpesan supaya kader tidak memahami kedua wahyu tersebut secara tekstual, tetapi secara utuh yakni melalui pendekatan bayani, burhani, dan irfani.
“Setiap anggota dan kader di mana pun harus betul-betul memahami Manhaj Tarjih agar paham Islamnya betul-betul mendalam, meluas, dan multiaspek,” harap Haedar Nashir.
Melalui cara memahami Islam dengan bingkai Manhaj Tarjih, imbuh Haedar, warga, kader, dan pimpinan persyarikatan menjadi muslim yang berkemajuan, berislamnya jujur dan tidak parsial.
Hemat Haedar, cara pandang keagamaan yang dimiliki oleh muslim akan berdampak luas dalam kehidupan. Dia berharap konstruksi cara pandang Islam berkemajuan akan mampu menjadi solusi terhadap masalah kehidupan yang kompleks.
Tentang pandangan Islam berkemajuan, pada Muktamar 48 lalu Muhammadiyah menghasilkan Risalah Islam Berkemajuan. Risalah ini memiliki aspek dan karakteristik yang kokoh.
Karakter tersebut meliputi rujukan kepada Al-Quran dan Sunnah, menjadikan tauhid sebagai landasan dan multiaspek, berorientasi pada tajdid dan ijtihad, wasatiah, dan melahirkan rahmat bagi semesta alam.
“Maka kami harapkan peserta Darul Arqam, pelatihan instruktur, dan seluruh warga persyarikatan kader dan pimpinannya, pahami baca kembali seluruh pemikiran yang menyangkut paham Islam dalam Muhammadiyah,” pesan Haedar.
Dia berharap peserta tidak hanya berhenti membaca pemikiran Muhammadiyah saat agenda ini saja. Namun, setelah Baitul Arqam dan pelatihan ini ada upaya untuk terus mendalami, membaca ulang, dan mengaktualisasikan sehingga jangan sampai kader terinfiltrasi ideologi lain.***