Kabar PersyarikatanKolom

Pilkada Usai, Saatnya Bersatu Untuk Kemajuan Indonesia

Oleh: Ace Somantri*

Bandung – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di seluruh Indonesia telah selesai. Hiruk-pikuk kampanye di berbagai daerah pun telah usai tanpa menimbulkan kerusuhan yang merugikan bangsa.

Alhamdulillah, atas izin dan kehendak-Nya, proses demokrasi berjalan dengan lancar dan sukses. Bangsa Indonesia patut bersyukur atas pencapaian ini, sebagai bukti bahwa demokrasi langsung di tingkat provinsi, kota, dan kabupaten telah terlaksana dengan baik.

Meskipun ada sedikit riak di beberapa titik, hal tersebut masih dalam batas kewajaran dan berhasil diselesaikan dengan cepat dan tepat. Keberhasilan ini menjadi pertanda baik bagi masa depan bangsa Indonesia. Pilkada yang lancar dan tertib menjadi modal dasar untuk mendorong kemajuan bangsa melalui sinergi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah di seluruh penjuru negeri.

Keberhasilan ini tidak hanya menunjukkan kedewasaan demokrasi, tetapi juga memberikan harapan baru bagi terciptanya pemerintahan yang lebih efektif dan kolaboratif. Saatnya seluruh elemen bangsa bersatu untuk mengawal dan mendorong pembangunan yang lebih baik di masa depan. Indonesia harus maju, tanpa alasan.

Hasil versi quick count telah beredar, dan secara umum standar penghitungan cepat ini dapat dipertanggungjawabkan, sehingga sering menjadi acuan sementara yang cukup kredibel. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, hasil quick count biasanya tidak jauh berbeda dengan hasil penghitungan manual yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Mayoritas kandidat yang diunggulkan dalam quick count cenderung memenangkan perolehan suara. Namun, ada juga beberapa pengecualian di mana kandidat unggulan justru gagal meraih suara terbanyak. Salah satu contohnya adalah pasangan calon pada Pilkada DKI Jakarta, yang sempat menjadi perhatian publik karena berhasil mengubah opini politik mainstream.

Pasangan Pramono-Rano, yang awalnya dianggap jauh dari peluang kemenangan, menjadi kejutan besar dalam detik-detik terakhir. Dukungan mendadak yang mereka peroleh memberikan pelajaran berharga, baik bagi individu kandidat maupun partai pengusungnya.

Dengan strategi yang tak terduga, mereka berhasil menarik perhatian pemilih, hingga suasana politik seolah-olah “kaurugan menyan putih”–sebuah ungkapan Sunda yang menggambarkan keberuntungan tak terduga yang membawa keberhasilan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam politik, dinamika selalu penuh kejutan, dan hasil akhir sering kali ditentukan oleh berbagai faktor yang tidak selalu terlihat di awal.

Dunia politik memang memiliki keunikan tersendiri, penuh dinamika yang kerap menantang logika. Hal ini terlihat jelas dalam pemilukada di dua provinsi bertetangga, DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang masing-masing menghadirkan cerita berbeda namun sama-sama menarik perhatian.

Di DKI Jakarta, masyarakat berhasil mematahkan mitos lama dan mengubah paradigma opini politik yang selama ini berkembang. Pilihan mereka menunjukkan perubahan signifikan dalam cara pandang terhadap pemimpin dan kebijakan yang diharapkan. Sementara itu, di Jawa Barat, pemilukada mencerminkan dinamika yang tidak kalah menarik, dengan hasil yang cukup mencolok.

Pasangan Kang Dedi Erwan mencatatkan prestasi luar biasa, meraih lebih dari 60 persen suara dalam kompetisi yang diikuti oleh empat pasangan calon. Sosok Kang Dedi Mulyadi menjadi pusat perhatian, bukan hanya sebagai tokoh politik, tetapi juga sebagai YouTuber dan content creator yang sukses menjangkau masyarakat hingga pelosok desa di Jawa Barat.

Dengan gaya khasnya yang menggunakan bahasa Sunda asli, Kang Dedi memanfaatkan platform digital untuk membangun hubungan emosional dengan masyarakat. Kontennya yang autentik dan relevan menjadikannya figur yang dekat dengan rakyat, serta mendorong para pengikutnya menjadi influencer dalam memperkuat elektabilitasnya.

Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam dunia politik, kreativitas dan kemampuan beradaptasi dengan teknologi modern menjadi kunci untuk menjangkau dan memengaruhi pemilih, terutama di era digital seperti saat ini.

Pemilukada di DKI Jakarta menghadirkan ironi yang tak terduga. Seorang tokoh politik ternama dengan dukungan dari banyak partai besar ternyata hanya meraih suara yang tidak signifikan. Hasil ini memunculkan beragam evaluasi, mulai dari kondisi objektif pemilih, strategi partai yang kurang tepat, hingga ketidakmampuan kandidat dalam bermanuver untuk meraih simpati masyarakat.

Sosok Kang Emil, yang selama ini menjadi perhatian publik sebagai figur populer dengan tim kreatif yang piawai memanfaatkan media sosial, turut menjadi sorotan. Namun, kenyataan berbicara lain.

Meskipun banyak yang memprediksi kemenangan akan diraih melalui berbagai cara, faktanya, warga Jakarta menunjukkan kemampuan mereka untuk mengubah keadaan. Semua itu terjadi seolah mengikuti kehendak-Nya, sesuatu yang tidak dapat diintervensi oleh siapa pun.

Hasil ini menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak. Kemenangan tidak semata-mata ditentukan oleh popularitas atau strategi kampanye, tetapi juga oleh kehendak rakyat yang didasarkan pada penilaian mereka terhadap kandidat. Situasi ini mengingatkan bahwa demokrasi pada akhirnya memberikan hak penuh kepada pemilih untuk menentukan arah masa depan mereka.

Fenomena pemilukada kembali menegaskan bahwa sak wasangka terhadap intervensi kekuasaan pusat untuk mengondisikan hasil pemilu kian terbantahkan oleh fakta dan data. Popularitas figur kandidat tetap menjadi faktor dominan yang menentukan pilihan rakyat, menggeser peran mesin partai yang semakin kehilangan efektivitas dalam menggerakkan suara. Kepercayaan publik terhadap partai politik pun tampak mulai runtuh, seiring dengan kian melemahnya daya tarik dan pengaruh mereka di mata masyarakat.

Namun, apa pun alasannya, sikap pemilih dalam menentukan pilihan seringkali dipengaruhi oleh faktor inderawi dan emosi. Kondisi ini bukanlah sesuatu yang keliru, melainkan sebuah realitas sosial yang seharusnya mampu dibaca dengan cermat oleh para politisi dan kontestan.

Popularitas tidak bisa diraih secara instan dengan mengandalkan strategi yang menguras energi tanpa arah. Kandidat yang cerdas akan memahami bahwa membangun citra dan kedekatan dengan masyarakat membutuhkan proses panjang dan konsistensi yang terukur.

Pilkada serentak telah selesai. Para peraih suara terbanyak bersiap untuk dilantik sebagai gubernur, wali kota, bupati, beserta wakilnya masing-masing.

Sementara bagi mereka yang belum berhasil, ini menjadi momen untuk melakukan evaluasi dan introspeksi. Setiap kesalahan dan kekurangan dalam strategi maupun pelaksanaan kampanye perlu dipahami dan diperbaiki sebagai bekal jika ingin kembali bersaing di masa mendatang.

Kekalahan bukan akhir dari segalanya. Sebaliknya, peristiwa ini dapat menjadi pelajaran berharga yang memotivasi untuk tetap bersikap sportif dan optimis.

Kemenangan sejati bukan semata-mata soal perolehan suara, tetapi juga tentang keyakinan bahwa setiap hasil adalah bagian dari takdir Ilahi yang memiliki hikmah tersendiri. Pengorbanan harta, tenaga, dan waktu selama berkontestasi adalah konsekuensi dari proses demokrasi yang, pada akhirnya, menjadi bagian dari perjalanan menuju kedewasaan politik.

Selamat kepada para pemimpin daerah terpilih di seluruh penjuru negeri. Kini, saatnya mengemban amanah yang telah dipercayakan masyarakat. Janji-janji yang disampaikan selama masa kampanye harus segera diwujudkan melalui langkah nyata dan regulasi yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.

Kemenangan dalam pemilihan hanyalah bentuk legitimasi politik untuk memperoleh legalitas kekuasaan. Namun, yang jauh lebih penting adalah bagaimana amanah tersebut dijalankan dengan tulus demi memenuhi kebutuhan masyarakat, bangsa, dan negara.

Kekuatan yang menyertai kekuasaan memiliki potensi besar untuk menciptakan perubahan menuju kemajuan dan kemakmuran. Di sisi lain, masyarakat sebagai pemilih harus tetap proaktif, tidak terjebak dalam euforia kemenangan. Tugas berikutnya adalah mengawal kebijakan yang dihasilkan agar benar-benar berpihak pada rakyat dan memastikan janji-janji pemimpin terwujud dengan baik.

Para pendiri bangsa telah merumuskan cita-cita luhur yang harus terus dipahami dan dihayati oleh setiap generasi. Kemerdekaan sejati tidak hanya berarti lepas dari penjajahan fisik, tetapi membutuhkan jiwa kepemimpinan yang tangguh, berani, dan penuh keperwiraan. Pemimpin yang berkomitmen harus siap menghadapi berbagai bentuk penjajahan modern yang mengancam kedaulatan bangsa, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun budaya.

Kedaulatan ekonomi, khususnya dalam sektor vital seperti swasembada pangan, harus menjadi prioritas utama. Selain itu, kedaulatan teknologi kini menjadi kunci utama dalam peradaban global yang saling terhubung tanpa batas ruang dan waktu. Realitas menunjukkan bahwa bangsa yang menguasai teknologi memiliki keunggulan strategis untuk menentukan arah peradaban dunia.

Oleh karena itu, sistem pendidikan yang integratif dan futuristik perlu dirumuskan untuk mempercepat adaptasi bangsa terhadap tantangan zaman. Pendidikan harus mampu mempersiapkan generasi yang tidak hanya mengikuti perkembangan dunia, tetapi juga mampu melampaui kemajuan bangsa-bangsa yang telah lebih dahulu maju. Ini adalah langkah penting menuju kemerdekaan sejati yang berdaulat di segala lini kehidupan.

Legitimasi kepemimpinan daerah bukan hanya pengesahan kekuasaan, melainkan menjadi momentum penting untuk mewujudkan kepemimpinan yang bersinergi, kokoh, dan kuat. Kepemimpinan yang terjalin erat antara pusat dan daerah, bergandengan tangan, akan memperkuat upaya bersama untuk mensejahterakan dan memajukan negara. Berbagai entitas bangsa, baik itu organisasi masyarakat maupun lembaga lainnya, harus bersatu padu menjalankan amanah sesuai dengan profesi dan kompetensinya masing-masing.

Pemerintahan di semua tingkat, dari pusat hingga daerah, perlu mengubah paradigma yang selama ini berfokus pada “dilayani dengan berbagai fasilitas” menjadi “melayani masyarakat dengan berbagai fasilitas”.

Hal ini untuk menghindari sikap pemimpin yang terjebak dalam keakuan sebagai pejabat berkuasa, sebaliknya lebih mengutamakan pelayanan kepada rakyat. Melalui pendekatan ini, diharapkan tercipta pemerintahan yang lebih responsif, inklusif, dan berdedikasi untuk kesejahteraan bersama.

Pemimpin masyarakat bukanlah pihak yang dilayani, melainkan yang memfasilitasi. Meskipun terdapat fasilitas yang dapat digunakan untuk mendukung kepentingan warga, sejatinya tugas pemimpin adalah menyediakan sarana yang memungkinkan masyarakat memperoleh manfaat.

Gaji dan tunjangan yang diterima oleh pemimpin adalah hasil dari keringat rakyat, berupa pajak yang dipungut dari berbagai aset dan aktivitas masyarakat, termasuk dari seluruh aset negara yang dikelola untuk kepentingan bangsa. Semua itu, tentunya, harus diarahkan untuk peningkatan keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Kekuatan yang dimiliki oleh pemimpin harus digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab, untuk benar-benar memajukan kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Dengan jumlah penduduk yang besar, wilayah yang luas, dan status Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, tidak ada alasan bagi bangsa ini untuk tetap terbelakang atau miskin.

Kewibawaan bangsa Indonesia harus tegak dan dihormati di mata dunia, tidak hanya oleh negara-negara besar seperti Amerika, Rusia, dan China yang sering kali mendikte negara-negara kecil dan terbelakang. Negara-negara besar tersebut tanpa ragu memperkosa hak-hak negara yang dijajah, tanpa rasa belas kasihan.

Sebagai negara besar, Indonesia harus menunjukkan kebesarannya dengan soliditas kepemimpinan yang terintegrasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam membangun bangsa. Koruptor harus diberantas sampai ke akar-akarnya, pengkhianat bangsa dihukum dengan tegas, dan pengusaha yang menghindari pajak harus dibawa ke meja hijau.

Dengan tindakan tegas dan konsisten seperti ini, rakyat Indonesia akan siap berjuang, mempertaruhkan jiwa dan raga untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju dan jaya.

Jika para pemimpin, baik di tingkat pusat maupun daerah, terus berperilaku korup dengan anggaran negara, hingga menjadi budaya yang tidak lagi merasa bersalah, dan terus-menerus membuat kebijakan yang zalim terhadap rakyatnya, mendukung pengusaha yang melanggar aturan, dan memberi kesempatan kepada para penjilat serta pengkhianat bangsa, bukan mustahil prediksi tentang kehancuran dan kemunduran bangsa Indonesia di masa depan akan menjadi kenyataan.

Untuk menjaga kejayaan Indonesia saat ini, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat, berjiwa kesatria, tangguh, dan mandiri dalam menjaga kedaulatan negara, serta mampu merawat rakyat dengan penuh semangat. Rakyat harus memiliki rasa percaya diri dan kebanggaan menjadi warga negara Indonesia, siap untuk melawan segala bentuk penindasan terhadap bangsa dan negara. Wallahu’alam.

*Dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PWM Jabar

Tampilkan Lebih Banyak

mpijabar

Akun dari MPI Jawa Barat 2015-2023

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button