Sumber Gambar: Pribadi.
PCM Ciawi diresmikan dan dilantik anggota pimpinannya pada November 2021. Masih terlalu muda, new born, dibanding PCM lain di lingkungan PDM Kab. Tasikmalaya. Atas perhatian dan pembinaan PDM Kab. Tasikmalaya, PCM Ciawi tampil percaya diri dan berani melakukan gerakan untuk syiar persyarikatan.
Salah satunya adalah respon cepat PDM yang menugaskan Yusep Rafiqi dan Ahmad Sobir sebagai pemateri dalam agenda kegiatan i’tikaf yang dilaksanakan oleh PCM Ciawi pada 23 Ramadan 1443. PCM yang baru ini memiliki unsur pimpinan yang mayoritas berlatar belakang “muallaf” di Muhammadiyah.
Dalam kondisi ini dibutuhkan materi penguatan manhaj dan ideologi persyarikatan. Materi tersebut memiliki urgensi yang sangat penting dalam rangka meningkatkan ghirah, komitmen dan juga literasi kemuhammadiyahan.
Sebuah penyampaian materi yang menarik dan diskusi yang hangat di keheningan malam hingga menjelang pagi. Para pimpinan cabang mendapatkan banyak ilmu sekaligus pencerahan dari para pemateri dalam memahami manhaj, paham agama, dan ideologi Muhammadiyah.
Tidak hanya keluasan dan kedalaman materi Kemuhammadiyahan yang didapat di malam i`tikaf tersebut. Terdapat wawasan dan fenomena unik dan menarik mengenai Muhammadiyah Jawa Barat. Hal inilah yang berbeda dengan rasa Muhammadiyah yang pernah dialami saat masih menjadi kader dan anggota Muhammadiyah di Jawa Timur.
Muhammadiyah Jawa Timur selalu taat dan patuh terhadap segala keputusan yang dikeluarkan oleh PP Muhammadiyah. Baik itu kebijakan yang datang melalui Surat Edaran sampai pada tata cara pelaksanaan peribadatan yang tersusun dalam HPT.
Muhammadiyah Jawa Timur itu seragam, tidak berbeda antara PDM satu dan PDM lain dalam masalah di atas. Juga antar cabang dengan cabang yang lain sampai ke tingkat pimpinan ranting, semua satu paham seirama, selangkah, alias monolitik.
Fenomena baru didapat malam itu, ternyata Muhammadiyah Jawa Barat khususnya Tasikmalaya itu unik. Konon, untuk masalah pelaksanaan salat Idul Fitri saja ada fakta tiga ranting dalam satu cabang yang melaksanakan kaifiyat salat `id yang berbeda.
Begitupun dengan pelaksanaan salat tarawih yang diskusinya tak pernah berujung. Walaupun dengan formasi sama yaitu 4 4 3 sesuai dengan pemahaman dari hadits `Aisyah RA, ada beberapa tokoh yang menggunakan tasyahud awal ada juga yang tidak melakukannya. Hal ini terjadi dalam sebuah masjid yang dilaksanakan di dalam shalat tarawih berjamaah setelah salat `Isya.
Jika diibaratkan telepon seluler, Muhammadiyah Jawa Barat memiliki nada dering “polifonik”. Dalam arti satu perangkat telepon bisa memiliki bermacam-macam bunyi. Satu tubuh persyarikatan namun memiliki corak dan gaya berbeda dalam menjalankan putusan yang datang dari PP. Masing-masing dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan keyakinan yang dianut menurut hujjah dan dalil agama yang diyakininya.
Jika peribahasa memiliki “lain padang lain ilalang, lain lubuk lain ikannya”, tentu menjalankan putusan pimpinan pusat atau pun tarjih merupakan suatu bentuk ketaatan berorganisasi. Fenomena yang lain dari Muhammadiyah Jawa Timur ternyata anomali dengan Jawa Barat, tanah yang sekarang dipijak.
Masih harus banyak belajar mengenai fenomena Muhammadiyah di Jawa Barat agar sebagai kader di dalamnya mendapatkan informasi medan dakwah yang menyeluruh dan akurat. Apapun kenyataan yang dihadapi dan ditemui, dakwah syiar persyarikatan tetap harus ditempuh.
*Penulis: Yandi, Ketua PCM Ciawi Tasikmalaya
Editor: Aqbil Wikarya Abdul Karim