Peliput: Ilam Maolani (PDM Kota Tasikmalaya)
Ajaran Islam memberi guidance atau bimbingan di saat menghadapi musibah seperti yang difirmankan Allah Swt. dalam Al-Qur’an Surah At-Taghabun ayat 11. Musibah yang dialami bangsa ini atas izin atau kekuasaan Allah. Sikap terbaik kita adalah memperkaya rohani.
Menghadapi musibah seperti Corona ini, selain meningkatkan taqarrub kepada Allah, bertawakal dan bersyukur, juga kita harus melakukan ikhtiar atau upaya semaksimal mungkin.
Makna silaturahmi di masa Pandemi Corona ini ada empat, antara lain:
1. SILLATUL QALBI (MEMPERTAUTKAN HATI).
Ada rasa empati kepada orang lain yang sedang mengalami musibah Corona, baik terhadap tenaga medis yang merawat pasien maupun kepada pasien yang positif Corona.
Dalam merespon kebijakan beribadah di masa Pandemi Covid-19 harus dihadapi dengan dimensi Qalbu, bukan dimensi rasional.
Memang tidak mudah mengubah cara beragama di saat Pandemi Corona. Akan terasa mudah apabila dihadapi dengan dimensi qalbu.
Jika tidak direspon dengan dimensi qalbu, maka akan terjadi semacam tragedi kemanusiaan di tengah persaudaraan. Sebagai contoh, ada masyarakat yang menolak pemakaman jenazah pasien positif Corona. Sikap masyarakat seperti inilah yang dimensi qalbu nya tidak berjalan dengan baik.
2. SILLATUL FIKRI (MEMPERTAUTKAN/MENGHUBUNGKAN PEMIKIRAN).
Di saat Pandemi Corona, kita mesti memiliki persamaan persepsi atau pemikiran tentang sesuatu yang tidak menimbulkan perbedaan pendapat yang tajam. Harus mampu menghubungkan ide, gagasan, dan masukan dalam memecahkan masalah penyebaran Covid-19. Tidak lantas saling menyalahkan berbagai pihak, tapi justru mesti memikirkan jalan terbaik mengatasi musibah ini. Mesti saling menguatkan pikiran bukan saling melemahkan.
Ketika Muhammadiyah menetapkan kaifiyat yang berbeda dalam menjalankan agama pada saat Pandemi Covid-19, maka konsekuensinya kita harus jalankan dengan penuh kerelaan dan pikiran yang jernih.
3. TAKAAFUL IJTIMAA’I (SALING BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP SESAMA).
Kita harus saling menolong dan menanggung beban orang lain, terlebih terhadap mereka yang kekurangan atau terdampak Corona. Muhammadiyah dengan sigap, baik melalui peran rumah sakit, perguruan tinggi, maupun MCCC, telah mampu berbuat sesuatu terhadap para korban terdampak Corona. Sebenarnya Muhammadiyah tidak ingin menyebut angka ratusan milyaran terhadap dana yang sudah digelontorkan untuk mengatasi dan membantu para korban. Muhammadiyah rasanya segan untuk menyebut angka itu. Yang terpenting adalah Muhammadiyah terus bersinergi dengan berbagai pihak dalam mengatasi permasalahan bangsa. Muhammadiyah berusaha membantu dan mengingatkan warga agar saling melindungi.
Saling melindungi merupakan bentuk kita bersilaturahmi, baik dalam konteks Muhammadiyah maupun kebangsaan.
Dalam kehidupan kebangsaan juga kita harus dorong terwujudnya takaaful ijtimaa’i ini. Kalau dirujuk ke Pancasila, ini termasuk sila Persatuan Indonesia. Kita jangan ribut soal Pancasila, yang penting apakah Pancasila sudah diamalkan atau belum.
4. TA’AARUF INSAANI (SALING MENGENAL ANTAR MANUSIA).
Dalam Firman Allah Surah al-Hujurat ayat 13, kita diciptakan Allah bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dengan tujuan untuk saling mengenal. Ayat ini berkenaan dengan persaudaraan semesta. Semangat untuk hubungan insaniyah ini menjadi penting. Muhammadiyah dengan semangat Islam berkemajuan dan spirit Islam Rahmatan Lil’aalamin, berupaya untuk mencerahkan semesta. Kita warga Muhammadiyah harus cerah qalbunya, pikirannya, dan cerah tindakannya. Ruang lingkup upaya Muhammadiyah bukan hanya terbatas di dalam negeri, tetapi juga lebih luas sampai ke luar negeri (mendunia). Makanya kita mengambil tema Muktamar Muhammadiyah ke-48 adalah Memajukan Indonesia Mencerahkan Semesta.