
Oleh: Ace Somantri*
WARGA persyarikatan Muhammadiyah, saat berkomitmen menjadi anggota ataupun simpatisan, apalagi pimpinan, tidak ada alasan tidak mengetahui anggaran dasar Muhammadiyah. Hal demikian menjadi dasar awal masuk pintu gerbang rumah besar persyarikatan Muhammadiyah.
Siapa pun mereka, saat awal masuk menjadi anggota ataupun simpatisan, sebaiknya mengetahui isi dan makna anggaran dasar Muhammadiyah sebagai awal pengenalan terhadap organisasi bernama Muhammadiyah. Minimal mengetahui secara sederhana beberapa pokok pikiran yang terkandung dalam muqodimah anggaran dasar yang tercatat dalam naskah buku angaran dasar dan anggaran rumah tangga Muhammadiyah.
Adapun pokok pikiran Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah sebagai berikut: (1) Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah; (2) Hidup manusia bermasyarakat; (3) Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam; (4) Hidup bermasyarakat adalah sunah Allah SWT; (5) Hanya hukum Allah yang dapat membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama; (6) Islam merupakan satu-satunya ajaran yang mengajarkan kebaikan secara individu dan sosial dalam bentuk berorganisasi; dan (7) Terwujudnya masyarakat yang diridai Allah SWT
Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan pandangan dasar hidup warga Muhammdiyah yang diharapkan dapat dipahami secara utuh dan komprehensif. Agar mudah dipahami makna yang terkandung ada dalam rincian yang disusun di berbagai rumusan panduan sebagai pedoman praktis bermuhammadiyah yang di antaranya (1) Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM), (2) Kepribadian Muhammadiyah, (3) Khittah Muhammadiyah, (4) Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), dan lain-lainnya.
Selanjutnya, dalam memahami pokok pikiran Muhammadiyah yang tercantum dalam muqodimah anggaran dasar, secara sederhana pemaknaannya secara kontektual dapat dipahami sebagaimana di bawah ini.
A. Kontektualisasi bermuhamadiyah. Hal dalam berkeyakinan dan kepercayaan dalam jiwa dan raga sepenuhnya terhadap ketauhidan hanya kepada Allah SWT tanpa ada yang lain selain Zat-Nya. Konsekuensi dari ikrar dan declaire keimanan, segala yang dilakukan semata-mata pengabdian atau penghambaan dan ketaatan kepada Allah SWT, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah Sohihah.
Segala bentuk aktivitas kegiatan ta’abudi sebagai konsekuensi bertauhid saat menunaikan shalat, zakat, shaum dan ibadah haji benar-benar kaifiyatnya bersumber pada dua sumber utama tersebut. Bagi warga Muhammadiyah, tuntutan praktis termaktub dalam naskah himpunan putusan tarjih, kesahihanya telah melewati berbagai kajian multi disiplin ilmu keagamaan.
B. Sunatullah manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon-Jhon Lock). Ini bermakna saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Wajib hukumnya manusia yang hidup di muka bumi untuk bersosial kemasyarakatan, maka puncaknya Kiai Dahlan membuat Muhammadiyah. Seluruh aktivitas hidup umat manusia ada penataan atau tata kelola dengan aturan mekanis sosial yang sesuai kebutuhan.
Sistem organisasi Muhammadiyah bagian perwujudan dari tuntunan dan tuntutan dinamika sosial manusia. Untuk warga Muhammadiyah menata diri berkontribusi sosial telah memiliki portopolio panjang dalam menjalan kegiatan kemasyarakatan bernilai, baik dalam pendidikan dengan ribuan sekolah hingga perguruan tinggi, ratusan klinik kesehatan dan ratusan panti sosial dan pelayanan sosial lainnya. Hanya, dalam pengelolaan manajemennya dibutuhkan revitalisasi secara berkala.
C. Dari aturan ke aturan yang muncul. Dalam tata kelola berbagai hidup manusia harus berdasarkan pada ajaran agama yang diridai Allah Ta’ala yaitu agama Islam. Konsekuensinya segala aturan yang diturunkan (wahyu) wajib dipatuhi, baik secara individu maupun kelompok manusia, untuk dijalankan sesuai ketentuan dan kemampuannya. Keyakinan yang benar terhadap agama Islam tidak ada toleransi, mutlak adanya seluruh ajaran hidup berdasarkan ajarannya.
D. Bermasyarakat atau bersosial. Ini tentu bukan semata-mata membangun relasi hubungan sosial antar individu semata, melainkan ada ikatan ta’abudi Ilahiyah bersifat horizontal. Tidak ada satu pun terlewati dari gerak langkah dan tindakan manusia yang tidak bernilai ibadah di hadapan-Nya, melainkan sangat benilai yang tak terhingga. Saat bermuhammadiyah, sikap perilaku dan tindakan dalam berbagai kegiatan akan menjadi bagian mengamalkan kehidupan sosial yang bermanfaat yang besar dan berkelanjutan.
E. Dari semua tata aturan mekanisme sosial dalam bentuk kaifiyat kegiatan manusia, apabila menghendaki suatu kekuatan yang baik dan benar juga mengikat, melainkan hanya ikatan hukum Allah Ta’ala (syariat Islam) dalam membentuk kepribadian unggul berkarakater sehingga keunggulan individu akan terakumulasi menjadi kekuatan kelompok, entitas, komunitas dan golongan atau persyarikatan untuk “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. Begitupun Muhammadiyah sebagai persyarikatan tertua, mampu bertahan lama karena berpegang teguh pada tali syariat Allah SWT.
F. Kekuatan individu dan kelompok sosial, berada pada sejauhmana ajaran Islam sebagai sumber dari segala sumber aturan yang ada dimuka bumi yang dijadikan rujukan utama dalam segala tindakan dan perbuatan yang dilakukan sehari-hari. Begitupun persyarikatan Muhammadiyah, adalah bentuk penjelmaan kekuatan kelompok (berorganisasi) berupaya menjalan segala hal yang diperintahkan, dilarang dan juga yang dianjurkan.
G. Terwujudnya masyarakat yang utama, yaitu adil, makmur, sejahtera lahir batin yang diridai Allah SWT. Dalam konteks kekinian, dalam sebuah bangsa dan negara dapat mewujudkan tatanan ketatanegaraan yang adil berkeadilan dan yang adab berkeadaban. Cita-cita tersebut menjadi harapan besar dan visi mulia yang hendak dicapai akan menjadi spirit kuat kepada Muhammadiyah dan warganya untuk senantiasa terus berkhidmat tanpa batas waktu, kecuali kehendak pemilik alam mengambilnya.
Sedikit memaknai pokok pikiran muqodimah anggaran dasar Muhammadiyah dapat menjadi tambahan bacaan dari yang lainnya. Sekali bermuhammadiyah, tetap bersyarikat Muhammadiyah. Alhasil, bagi siapa pun mereka di mana pun adanya, selama berkartu anggota dan simpati kepada Muhammadiyah, hakikatnya sudah lebih dari upaya menegakkan ajaran Islam yang luhur dan agung. Wallahu’alam.
*Wakil Ketua PWM Jabar