Yogyakarta, Kabar Muhammadiyah Jabar—
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengatakan, sesuai hasil keputusan Sidang Tanwir, Muktamar Muhammadiyah ke-48 diselenggarakan dalam dua termin atau dua tahap.
Tahap pertama, pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah secara online pada 5-6 November 2022. Muktamar Muhammadiyah pada 5 November, sementara Muktamar ‘Aisyiyah pada 6 November.
Adapun Tahap Kedua, Muktamar secara offline yang akan berlangsung pada 19-20 November 2022 di Surakarta.
, Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah menjelaskan, bahwa Sidang Pleno pertama Muktamar Muhammadiyah maupun ‘Aisyiyah, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan Muktamar.
“Muktamar bukan hanya 19-20 November 2022, tetapi juga Sidang Pleno 6 November 2022 yang mengagendakan sesi tanggapan dari materi muktamar,” ujar Tri.
Menurut Abdul Mu’ti, penyelenggaraan muktamar secara online dan offline ini baru pertama dilakukan PP Muhammadiyah maupun PP ‘Aisyiyah. Di luar situasi pandemi, muktamar biasanya diselenggarakan sampai empat hari.
Namun, mempertimbangkan bahwa Indonesia masih dalam suasana pandemi Covid-19 maka Muktamar dilaksanakan dalam dua tahap, satu hari online dan dua hari offline.
Ia pun menambahkan, Muhammadiyah menghindari kerumunan jumlah besar dalam waktu lama.
“Pandemi ini baru melandai dan belum usai maka jangan abai, tapi jangan juga lebay, Oleh karena itu, muktamar akan diusahakan memenuhi protokol kesehatan,” terangnya.
Abdul Mu’ti yang juga Ketua Steering Committee Muktamar Muhammadiyah ini menjelaskan, bahwa Sidang Pleno Muktamar mempunyai satu agenda utama, yakni mendengarkan tanggapan dari anggota Muktamar atas materi muktamar yang telah disiapkan oleh PP Muhammadiyah.
Adapun materi Muktamar Muhammadiyah nanti terdiri atas Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2022, Program Muhammadiyah Periode 2022-2027, Risalah Islam Berkemajuan, dan Isu-isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal yang telah dikirim ke peserta muktamar.
Demikian pula muktamar Aisyiyah, yang agendanya meliputi Laporan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah 2015-2022, Program ‘Aisyiyah Periode 2022-2027, Risalah Perempuan Berkemajuan, dan Isu-isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal yang telah dikirim ke peserta muktamar dalam bentuk soft file dan telah diterima untuk kemudian dimintai tanggapannya.
Nantinya, penyampaian tanggapan atas materi muktamar ini akan disampaikan melalui perwakilan pimpinan wilayah dari 34 Provinsi.
Jumlah peserta sidang pleno Muktamar Muhammadiyah sebanyak 2769 peserta yang mengikuti dari 163 lokasi di 34 provinsi.
Tri menjelaskan, peserta Sidang Pleno pertama Muktamar ‘Aisyiyah, berjumlah 1978 yang akan mengikuti dari 208 lokasi di 34 provinsi.
Kepesertaan Muktamar pun akan dibagi dalam 3 kategori. Pertama, anggota Muktamar yang memiliki hak bicara dan hak suara. Kedua, peserta muktamar yang memiliki hak bicara tetapi tidak memiliki hak suara. Ketiga, peninjau.
Dalam Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah akan membahas isu-isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal. Mu’ti menyampaikan, terkait dengan isu keumatan, terdapat enam isu, 1) Regimentasi agama atau standarisasi pemahaman agama oleh pemerintah termasuk tata cara ubudiyah, 2) Kesalehan digital, 3) Persaudaraan antar sesama muslim/ukhuwah Islamiyah, 4) Penguatan tata kelola akuntabilitas filantropi Islam, 5) Otentisitas wasathiyah Islam atau Moderasi, 6) Cara bagaimana agama mencerahkan.
Adapun Isu Kebangsaan meliputi 9 isu, 1) Usaha dalam memperkuat ketahanan keluarga, 2) Reformasi sistem pemilu, 3) Suksesi kepemimpinan 2024, 4) Evaluasi deradikalisasi yang sering disalahgunakan, 5) Memperkuat keadilan hukum, 6) Penataan ruang publik yang inklusif dan adil, 7) Memperkuat regulasi sistem resiliensi bencana, 8) Antisipasi aging population (usia manula), 9) Memperkuat integritas nasional.
Terdapat empat Isu Kemanusiaan yang menjadi isu strategis adalah 1) Membangun tata dunia yang damai berkeadilan, 2) Sosial regulasi dampak perubahan iklim, 3) Mengatasi kesenjangan antar negara, 4) Menguatnya xenophobia termasuk Islamophobia.
‘Aisyiyah, juga akan membahas 10 isu strategis yaitu: 1) Penguatan peran strategis umat Islam dalam mencerahkan bangsa, 2) penguatan perdamaian dan persatuan bangsa, 3) Pemilihan umum yang berkeadaban menuju demokrasi substantif, 4) Optimalisasi pemanfaatan digital untuk atasi kesenjangan dan dakwah berkemajuan, 5) menguatkan literasi nasional, 6) ketahanan keluarga basis kemajuan peradaban bangsa dan kemanusiaan semesta, 7) penguatan kedaulatan pangan untuk pemerataan akses ekonomi, 8) penguatan mitigasi bencana dan dampak perubahan iklim untuk perempuan dan anak, 9) akses perlindungan bagi pekerja informal, 10) penurunan angka stunting.
Menurut Tri, isu strategis merupakan isu yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan harus segera direspons.
Tri berharap, selain isu-isu ini menjadi fokus ‘Aisyiyah juga harus direspons oleh pemerintah dan multi pihak.
Sementara Mu’ti melihat, bahwa isu strategis selain bersifat aktual juga dalam kurun waktu kedepan akan terjadi.
Ia mencontohkan, misalnya terkait dengan isu resiliensi terhadap bencana. Mu’ti melihat, selama jika bencana terjadi, kita punya komitmen tinggi untuk membantu, tetapi setelah bencana selesai, upaya juga selesai.
Ia menyayangkan hal ini karena kebiasaan tersebut menunjukan belum kuatnya resiliensi terhadap mitigasi bencana.
“Mitigasi seharusnya bersifat jangka panjang, penyajiannya dari awal. Bukan grudak-gruduk, grubyak grubyuk, dan grusa grusu.”
Mengenai Pemilu 2024 yang Berkeadaban sebagai salah satu isu strategis Muktamar ‘Aisyiyah, ‘Tri berharap pemilihan umum akan berlangsung secara berkeadaban menuju demokrasi substantif bukan hanya demokrasi yang sifatnya prosedural semata.
Abdul Mu’ti pun menambahkan, isu ini juga perlu diangkat secara khusus karena menjadi isu isu nasional yang melibatkan Muhammadiyah dan seluruh komponen bangsa.
“Sekarang ini, kita belum pemilu tetapi masyarakat seperti sudah pemilu. Capres belum ada tetapi rasanya sudah ada capres. Kita harus belajar dari pengalaman Pemilu 2019 lalu yang berdampak pada pembelahan sosial secara serius,” tegasnya.
Ini harus bisa kita kurangi pada Pemilu 2024. Harapannya kita bisa menghasilkan wakil rakyat yang punya kapasitas dan kualitas. Demikian pula untuk kepemimpinan nasional,” tambah Mu’ti.
Saat ditanya tentang kepemimpinan mendatang di Muhammadiyah maupun ‘Aisyiyah, Mu’ti menjelaskan bahwa semuanya kembali kepada muktamirin.
Namun Mu’ti mengingatkan, sejak berdiri, Muhammadiyah mengembangkan kepemimpinan kolektif-kolegial.
Kepemimpinan di dalam Muhammadiyah berdasarkan pada ‘Sistem’, bukan bergantung pada ‘perseorangan dan secara kolektif akan memajukan Muhammadiyah di masa mendatang.”
Adapun ‘Aisyiyah, Tri menjelaskan, calon Ketua Umum ‘Aisyiyah berjumlah 105, kemudian akan dipilih 39 calon pada Tanwir ‘Aisyiyah, dan nantinya pada Muktamar akan dipilih 13 orang sebagai anggota Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah.
Selanjutnya, tim formatur, akan memilih satu orang sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Tri menerangkan, Kepemimpinan ‘Aisyiyah mendatang akan menekankan pada kepemimpinan yang transformatif, yaitu kepemimpinan yang dapat menggerakkan organisasi dan membawa perubahan.
*Penulis: Tim Media Muktamar 48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah
Editor: Aqbil WAK