Oleh: Muhsin MK
Dalam sistem pengasuhan anak anak yatim-piatu, terlantar dan duafa di lingkungan Muhammadiyah dan Aisyiyah dikenal dengan tiga bentuk. Sistem Panti Asuhan (PA). Dalam bentuk ini, sejumlah anak asuh itu diasuh dengan diasramakan pada suatu tempat yang disebut PA. Kemudian sistem Asuhan Keluarga (AK) dan Santunan Keluarga (SK)
Keberadaan PA dipandang oleh sebagian umat tidak sesuai ajaran Islam atau tidak islami karena mencontoh model panti asuhan Barat. Sementara dalam pandangan mereka pengasuhan itu ya di dalam rumah keluarga muslim. Pandangan ini didasari diantaranya hadits berikut ini.
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu Rasulullah bersabda, “Sebaik-baiknya rumah di kalangan kaum muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik. Dan sejelek jeleknya rumah di kalangan kaum muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim dan dia diperlakukan dengan buruk”. (HR. Ibnu Majah)
Namun faktanya tidak setiap keluarga kaum muslimin, rumahnya dijadikan tempat mengasuh anak yatim, apalagi yatim-piatu, duafa dan terlantar. Termasuk mereka yang mengkritik PA Muhammadiyah dan Aisyiyah, belum tentu mengasuh anak anak yatim di rumah keluarga nya sendiri.
Karena itulah keberadaan PA menjadi penting dalam dakwah Muhammadiyah dan Aisyiyah. Apalagi untuk menampung dan mengasuh anak anak yatim-piatu, duafa dan terlantar yang jumlahnya banyak dalam masyarakat.
Waktu pandemi covid 19 banyak anak anak yang ditinggalkan orang tuanya karena meninggal. Tentu tidak setiap muslim bisa mengasuh di rumahnya, sehingga mereka pun ditampung di panti asuhan.
Sesungguhnya Muhammadiyah dan Aisyiyah mendirikan PA bukan berarti tidak melakukan ajaran Islam dan tidak islami. Apa yang diajarkan KH Ahmad Dahlan kepada murid muridnya tentang QS. Al Maun ayat 1-7, itulah yang menjadi landasannya. Ayat lain dan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjadi landasannya mendirikan PA dalam masyarakat di Indonesia.
Dewasa ini jumlah PA Muhammadiyah (dan Aisyiyah) di Indonesia sebanyak 1.012 unit. Tentu sudah berapa banyak anak yatim-piatu, duafa dan terlantar yang diasuh dan ditolong hingga mereka mandiri dan berkemajuan. Dari segi kuantitas jumlah anak yang dapat ditampung dan diasuh melalui PA jauh lebih banyak daripada oleh keluarga perorangan.
Sudah tentu Muhammadiyah dan Aisyiyah tidak mengabaikan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang disebutkan di atas. Sebab selain PA, dalam proses pengasuhan terhadap anak anak yatim-piatu, dhuafa dan terlantar, juga diterapkan FC (Foster Care) atau, di dalam Muhammadiyah dan Aisyiyah dinamakan sistem AK dan SK (Asuhan Keluarga dan Santunan Keluarga).
Istilah FC itu ada dalam kajian ilmu Social Walfare (kesejahteraan sosial). Di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan UM lain ada prodinya. Bagi Muhammadiyah dan Aisyiyah sudah tidak asing lagi. FC ini mengandung arti pengasuhan anak oleh orang tua asuh atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan anak akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan dan kesejahteraan.
FC justru termasuk yang dianjurkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa haditsnya, sebagaimana diterapkan Muhammadiyah dan Aisyiyah dalam sistem AK dan SK tersebut.
Diantara haditsnya, “Saya dan orang yang memelihara anak yatim dalam surga seperti ini. Beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya serta merenggangkan keduanya. Daud alaihi salam berkata, ‘Bersikaplah kamu kepada anak yatim sebagaimana seorang bapak yang penyayang’.” (HR. Imam Bukhari no. 4998 dan no 5659).
Adapun AK merupakan sistem pengasuhan anak anak yatim-piatu, duafa dan terlantar yang juga dilakukan oleh Muhammadiyah dan Aisyiyah dalam masyarakat. Yaitu dengan cara, menempatkan anak anak asuh tersebut dalam keluarga keluarga anggota Muhammadiyah dan Aisyiyah atau simpatisannya yang dipercaya. Mereka mampu memberikan kebutuhan kasih sayang, kelekatan keselamatan dan kesejahteraan kepada anak anak asuh itu dengan tetap dalam binaan dan koordinasi persyarikatan.
Sedangkan SK merupakan sistem pengasuhan anak anak yatim-piatu, duafa dan terlantar yang juga dilakukan oleh Muhammadiyah dan Aisyiyah dalam masyarakat, yakni dengan cara membantu kebutuhan materi, pendidikan dan agama anak anak asuh tersebut. Mereka tetap tinggal bersama keluarganya yang masih hidup, sehingga tidak kehilangan kasih sayang, kelekatan, keselamatan dan kesejahteraan mereka. Inipun tetap dalam binaan dan koordinasi persyarikatan.
Kedua bentuk FC itu oleh Muhammadiyah dan Aisyiyah terintegrasi dalam satu kesatuan dengan sistem PA (Panti Asuhan). Karena itu program yang berkaitan dengan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) ini tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Itulah sebabnya Muhammadiyah dan Aisyiyah sudah lebih maju dalam melaksanakan pengasuhan kepada anak anak yatim-piatu, duafa dan terlantar, sesuai dengan prinsip prinsip ajaran Islam. Wallahu ‘alam. (MK.7.9.24)