
Oleh: Ace Somantri*
VIRAL dan menjadi perbincangan di pemerintahan periode ini, menarik untuk disimak dinamika yang muncul dalam tata kelola pemerintahan Indonesia sekarang. Sejak keluarnya surat penting, yaitu Intruksi Presiden Nomor 01 Tahun 2025 tentang Efesiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
Ditetapkan pada tanggal 22 Januari 2025, dengan subjek APBD-APBN-Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah. Dari intruksi tersebut, pemerintah pusat mencoba membuat kebijakan dalam rangka merekondisi situasi keuangan negara dalam menghadapi berbagai hal yang muncul dalam dinamika pemerintahan pada negara Indonesia yang diakibatkan dari kondisi objektif keuangan negara.
Efesiensi anggaran memiliki tujuan yang baik untuk mengendalikan keuangan negara dari bocornya anggaran negara, sangat mungkin dan dapat dipastikan ada penyebab yang objektif sehingga kebijakan tersebut dikeluarkan. Menarik dicermati maksud dan tujuan yang hendak dicapai oleh Prabowo Subianto sebagai Presiden, yaitu merekondisi keuangan negara lebih baik dan tepat sasaran.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, seperti dikutip CNBC Indonesia, Presiden Prabowo sudah berulang kali mengatakan bahwa ia ingin spending (belanja negara) lebih efisien, baik, bersih, dan fokus, terutama dalam menjaga kebutuhan masyarakat.”
Semoga benar adanya, sependek yang diketahui bahwa kebijakan efesiensi anggaran belanja negara dan belanja daerah rata-rata cukup besar dalam pengadaan alat tulis kantor dan sejenisnya. Padahal, di era ini hampir semua lini pekerjaan sudah basis digital dengan berbagai jenis aplikasi yang sesuai kebutuhan pelayanan publik.
Hal yang wajar, seandainya efesiensi ini menekan budaya boros anggaran. Sangat yakin, saat pada waktu yang tepat Presiden Prabowo akan objektif melihat fakta dan data dari hasil kebijakannya yang telah dibuat. Khususnya yang berkaitan dengan efesiensi dan pemangkasan anggaran belanja negara dan daerah.
Presiden Prabowo, kental dengan latar belakang militer, tetapi juga beliau lebih dari cukup makan garam dalam dunia bisnis berkelas internasional. Sehingga, integrasi keilmuan dan pengalaman dua disiplin yang berbeda dapat menjadikan keahlian yang brilian.
Pasalnya, dalam satuan bangsa dan negara membutuhkan analisis kuat terkait kekuatan negara pada aspek keamanan dan pertahanan dalam perspektif ekonomi. Faktanya, sebuah negara akan stabil kemanan dan pertahananya bergantung pada stabilitas kekuatan ekonominya. Sama halnya dalam sejarah kenabian Muhammad SAW, saat membangun peradaban sebuah bangsa, terlebih dahulu mengkondisikan kekuatan ekonomi dan kesejahteraan yang terintegrasi dengan kekuatan para mujahid (militer).
Lumrah adanya dalam dunia bisnis terjadi efesiensi anggaran, hal tersebut bagian dari stabilisasi keuangan pada sebuah institusi. Hanya, dalam implementasinya, bentuk dan cara efesiensi anggaran harus dipahami cerdik dan bijak. Pasalnya, tidak menutup kemungkinan terjadi distorsi pemahaman di level bawah terkait kebijakan tersebut saat dijalankan, seolah-olah efesiensi identik dengan pemangkasan mutlak anggaran semata.
Padahal, perlu dipahami juga, efesiensi tetap fokus pada penghematan yang kurang dan tidak berorientasi pada mutu atau kualitas program secara transparan dan objektif dan juga bukan pada stagnasi program kerakyatan. Kekhawatiran muncul sesuatu yang wajar. Hal itu untuk berhati-hati dalam penghematan anggaran. Jangan sampai terjadi distorsi memahami saat implementasi atau pemangkasan yang ugal-ugalan yang tidak berbasis analisa objektif.
Selanjutnya, apakah ini kebijakan terobosan atau sebuah solusi terkait efesiensi anggaran belanja negara? Sependek yang diketahui dari berbagai pernyataan yang disampaikan ke publik, menjadi salah satu solusi untuk menekan dan mengantisipasi kebocoran anggaran lebih besar. Boleh juga dikatakan sebagai upaya untuk menormalkan kondisi keuangan negara pada titik tertentu, sehingga dapat terlihat secara terbuka atau tranparan kemampuan keuangan negara dalam kurun waktu tertentu.
Kemudian, untuk melakukan terobosan kreatif dalam peningkatan keuangan negara, kebijakannya benar-benar atas dasar data-data analitis dan fakta yang akurat, valid, dan objektif. Jika berdasarkan kehendak emosional, dengan alasan menjaga stabilitas politik dan lainnya, maka nilai kekuatan dari kebijakan yang dibuat akan lemah dan melemahkan.
Banyak cerita di lorong gedung pemerintahan, baik itu kementerian atau lembaga. Hampir dipastikan, semua secara psikologis ada dampaknya karena akan mengubah tradisi dan gaya dari sebelumnya. Penyikapan di kalangan para aparatur pemerintah bervariasi, ada yang ngomel-ngomel menggerutu, santai-santai saja, tidak ada pengaruh apa-apa terhadap dirinya, dan juga ada yang mengeluh karena harus mengkondisikan kebijakan teknis yang sebelumnya terkondisikan kemudian harus diubah.
Perlu dijelaskan bahwa maksud dan tujuan pemerintah melakukan efesiensi anggaran benar-benar untuk tujuan sangat baik. Hanya perlu diperhatikan kepada semua kementrian dan seluruh stakeholders mampu mengkomunikasikan serasional. Mungkin dengan bahasa dan kalimat sederhana dan mudah dipahami.
Memiliki kewajiban bagi seluruh kementerian dan lembaga yang setingkat kementerian secara simultan memberikan penjelasan informasi yang logis, rasional, dan objektif dan tepat sasaran. Kagetan, memang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia saat dihadapkan berbagai kebijakan yang tidak populis atau tidak biasa. Sebaiknya, tradisi dinamisasi kebijakan menyangkut hajat banyak orang harus dibudayakan agar lebih hidup.
Termasuk menghindari dan menekan sikap zona nyaman yang berujung pada perilaku psikologis seseorang hingga mengidap gejala post power sindrome. Faktanya terkait gejala tersebut banyak menghinggapi kepada orang-orang yang lama menikmati zona nyaman sehingga saat keluar dari zonanya mengalami kebergangguan psikologis yang tidak disadari.
Saat ini dan hari esok yang akan datang, efesiensi bagian dari solusi jangka pendek dalam menangani kerusakan kondisi keuangan negara akibat dari turbulensi ekonomi makro maupun mikro. Jangka waktunya disesuaikan kebutuhan, jika efesiensi dimaknai pemangkasan. Namun, jika efensiensi dimaknai sebagai sikap budaya menghindari dan mengobati budaya boros, efesiensi harus ditradisikan hingga kapanpun.
Toh, kesejahteraan sebenarnya bukan karena serba kecukupan apalagi sikap boros, melainkan menanamkan nilai-nilai emosional berkedaban dan kesederhanaan penuh syukur. Efensiensi untuk normalisasi dipastikan hanya waktu berjangka, selanjutnya akan ada penataan keuangan yang baik dan benar hingga benar-benar transparan dan bernilai strategis dan sustainable. Semoga, kebijakan efesiensi yang berdampak pada pemangkasan menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan yang memajukan. Wallahu’alam.
*Wakil Ketua PWM Jabar